Jembrana (Metrobali.com)

 

Para peternak babi di Kabupaten Jembrana mengeluhkan harga jual per kilo babi hidup mencapai kisaran Rp.38 ribu. Harga itu dinilai terlalu murah dan sangat merugikan peternak jika dikalkulasikan dengan harga pakan dan perawatan kandang.

Harga jual per kilo babi hidup idealnya Rp.50 ribu. Terlebih saat ini produksi ternak lokal sangat banyak dikirim ke luar Bali untuk kebutuhan pasar di Jakarta bahkan ekspor.

Data yang dihimpun di Karantina Pertanian Wilayah Kerja (Wilker) Gilimanuk, dalam sepekan rata-rata 3.920 ekor dikirim keluar Bali. Dan bila sebulan bisa tembus hingga kisaran 15.000 ekor. Namun perlindungan untuk menjaga harga babi masih jauh dari harapan.

Salah seorang peternak babi asal Melaya, I Wayan Agus Adi Riawan (35), Minggu (19/6/2022) mengatakan harga jual babi hidup mulai anjlok sejak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) merebak. Padahal di Jembrana wabah penyakit ini tidak terjadi.

Selain itu, peternak juga menduga adanya larangan pengiriman ternak babi ke luar Bali. Namun kini setelah kran pengiriman babi keluar Bali dibuka, harga jual babi terus merosot.

“Kami sangat kecewa. Di luar Bali sudah sangat jarang ada kandang Babi. Jadi 80 persen pasar di Jawa tergantung dari Bali. Tapi ini harga justru dibiarkan anjlok” ujarnya.

Anjloknya harga babi diduga akibat monopoli. Peternak berharap dugaan tersebut tidak terjadi. Jikapun stok babi banyak semestinya harga tetap standar. Apalagi babi hasil produksi peternak Bali sangat dibutuhkan di luar Bali.

Pemerintah semestinya tidak membiarkan kondisi ini dan seolah-olah tidak ada perlindungan bagi peternak Bali. Padahal sedikit banyak, para peternak telah membantu Bali aman dari PMK. Biosecurity juga dilakukan peternak pada kandang dan tentunya telah menambah cost produksi. Namun ketika harga anjlok, pemerintah lepas tangan, dan justru meminta agar diselesaikan melalui asosiasi.

Peternak lainnya, I Kadek Alit Subagia Yasa mengaku anjloknya harga babi hidup dipasaran sangat merugikan peternak kecil. Karena biaya perawatan kandang menghindari dari PMK dan produksi yang dikeluarkan peternak sangat tinggi. “Bayangkan setiap bulan banyak babi yang dikirim keluar Bali. Tapi kenapa harga anjlok” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Peternakan pada Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, I Gede Putu Kasthama mengatakan bahwa penurunan harga babi terjadi setelah hari raya Galungan dan Kuningan. Namun kebutuhan akan bibit babi mengalami peningkatan hingga ke desa-desa untuk pemberdayaan masyarakat.

“Setiap tahun untuk hibah juga ada. Kebetulan saat ini ada peningkatan pengadaan bibit di masing-masing desa” ujarnya.

Menurutnya selama wabah PMK, Bali termasuk Jembrana masih aman atau bebas dari PMK. Pengiriman termasuk untuk babi juga sudah diperbolehkan. Namun untuk masuk ke Bali masih tidak diperbolehkan untuk menjaga Bali bebas dari PMK. (Komang Tole)