Hardys Land Lalai Bayar Upah Pekerja Senilai Ratusan Juta
Hardys Land Lalai Bayar Upah Pekerja Senilai Ratusan Juta
Nusa Dua (Metrobali.com) –
Hardys Land membuka tahun 2017 dengan sebuah catatan buruk bagi pekerja. Perusahaan itu, sejak Januari lalu mengerjakan proyek saluran di kawasan Nusa Dua, Badung. Untuk pekerjaan tersebut, Hardys Land mempekerjakan sekitar 86 tenaga kerja, yang rata-rata berasal dari Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pada awal pekerjaan, tak ada tanda-tanda akan muncul persoalan di kemudian hari. Maklum, sebelum pekerjaan dimulai, baik Hardys Land maupun para pekerja sudah bersepakat soal sistem pekerjaan serta pengupahan. Pekerjaan tersebut disepakati dilakukan dengan sistem borongan, dengan nilai upah Rp120.000/ m3 yang diterima pekerja.
Sayangnya di tengah jalan, Hardys Land justru lalai memenuhi kewajibannya. Upah yang menjadi pekerja senilai ratusan juta rupiah, tak kunjung dicairkan oleh managemen Hardys Land, meskin para pekerja sudah menuntaskan pekerjaan hingga termin kedua.
Kelalaian ini berdampak buruk, karena puluhan pekerja harus kelaparan. Ada yang tidak mampu membeli beras, sehingga harus bon makanan di warung, dengan mengandalakan KTP serta belas kasih pemilik warung. Bukan itu saja. Sebab salah seorang pekerja bernama David, juga harus kehilangan anaknya yang meninggal dunia karena ketiadaan biaya untuk dirawat.
Sebagaimana pekerja lainnya, David mengandalkan upah yang diterima dari Hardys Land untuk membiayai hidup keluarga, termasuk merawat buah hatinya yang sedang sakit. Sayangnya karena upah tidak kunjung diterima, David pun tak bisa mengirim uang ke kampung untuk merawat anaknya yang sakit, dan akhirnya meninggal dunia.
Kondisi kelaparan hingga duka yang dialami David, membuat para pekerja gerah. Apalagi, beberapa kali mereka meminta pihak managemen Hardys Land untuk segera melakukan pencairan upah, namun sama sekali tak ada respon. Jangankan pencairan upah untuk pekerjaan termin kedua yang sudah selesai, untuk pekerjaan termin pertama senilai Rp136 juta pun, tak kunjung dipenuhi oleh managemen Hardys Land.
Lantaran sudah molor hampir satu bulan, puluhan pekerja ini nyaris mendatangi Kantor Hardys Land, Jumat (10/3) sore, untuk melakukan upaya paksa pencairan upah tersebut. Beruntung, hal tersebut tidak terjadi, setelah Ketua Umum IKB Flobamora Yusdi Diaz bersama jajaran pengurus, mampu meredam para pekerja serta berupaya untuk melakukan mediasi dengan managemen Hardys Land.
Mediasi yang hanya dihadiri perwakilan Hardys Land tersebut, tak memuaskan para pekerja. Pasalnya, pihak Hardys Land hanya mampu mencairkan upah untuk termin pertama pekerjaan senilai Rp136 juta. Adapun untuk termin kedua, yang pekerjaannya juga sudah tuntas, belum direalisasikan oleh perusahaan tersebut.
“Kami hanya berharap, upah kami segera dicairkan oleh Hardys Land. Kami kelaparan. Di warung, kami utang banyak hanya untuk makan. Belum lagi untuk kebutuhan keluarga kami,” Tobias Riven, salah seorang pekerja, disela-sela mediasi tersebut.
Ia juga berharap, hal ini tidak terjadi lagi ke depan. Mengingat rata-rata para pekerja tidak memiliki pekerjaan sampingan, dan hanya mengandalkan upah dari Hardys Land.
“Jangan sampai ini terulang lagi ke depan. Bayangkan kami harus kelaparan. Belum lagi ada juga teman kami harus kehilangan anaknya yang meninggal dunia, kami memang tidak ada biaya untuk perawatan dan pengobatan,” tegas Tobias Riven.
Ia juga mengingatkan, pada awal pekerjaan sudah ada kesepakatan bahwa pencairan untuk setiap termin, dilakukan dua atau tiga hari setelah pengajuan. Kalaupun terlambat, maksimal hanya satu minggu terhitung sejak pengajuan.
“Tetapi yang terjadi, keterlambatan pencairan ini berminggu-minggu. Ini sudah melanggar kesepakatan dari awal. Karena itu kami minta agar pihak Hardys Land dapat segera memenuhi kewajibannya, sebagaimana telah disepakati dari awal,” pungkas Tobias Riven. MSE-MB