Arief Hidayat

Jakarta (Metrobali.com)-

Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa permohonan uji materi Pasal 29 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) tidak dapat diterima karena tidak memnuhi syarat formal.

“Mengadili, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan permohonan tersebut di ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (22/1) sore.

Erwin Erfian Rifkinnanda selaku pemohon dari perkara tersebut mempersoalkan norma yang memperbolehkan kepada daerah watau wakil kepala daerah berhenti dari jabatannya karena permintaannya sendiri.

Ada pun Pasal 29 ayat (1) berbunyi,”Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena: a) meninggal dunia; b) permintaan sendiri; atau c) diberhentikan”.

Pada Pasal 29 ayat (3) tertulis, “Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf a dan huruf b diberitahukan oleh pimpinan DPRD untuk diputuskan dalam Rapat Paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD”.

Pasal 29 ayat (1) UU Pemda dinilai oleh pemohon memungkinkan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti lalu kemudian meninggalkan kewajiban dan tugas yang telah diamanahkan oleh rakyat pemilih, demi kepentingan pribadi dan kelompok partainya.

Pemohon juga berpendapat bahwa Pasal 29 ayat (3) juga telah merugikan pemohon, karena menurut dia seharusnya kepala daerah yang ingin mengundurkan diri menyampaikan niatnya langsung kepada rakyat, karena tanggung jawabnya kepada rakyat.

Kendati demikian MK menilai permohonan tersebut tidak jelas maksud dan tujuannya.

Selain itu, pemohon juga tidak menjelaskan secara rinci mengenai kerugian konstitusional yang diderita oleh pemohon akibat berlakunya norma tersebut. AN-MB