Faisal Basri_21

Jakarta,  (Metrobali.com) –

Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri dalam sebuah konferensi pers di Jakarta menyampaikan bahwa penyampaian harga BBM oleh Pertamina dinilai tidak transparan.

“Saya dapat data harga BBM di Asia dari Pertamina, lalu saya bandingkan dengan data dari Global Petrol Prices (GPP), dilihat memang sama. Tapi standarnya ternyata beda,” kata Faisal, Rabu (1/4).

Dia menjelaskan, GPP menggunakan acuan rata-rata harga minyak di sejumlah negara yang menggunakan jenis BBM medium, karena bahan bakar yang lebih ‘inferior’ seperti premium sudah tidak ada.

Menurut dia, jika Pertamina mengatakan bahwa harga BBM di Indonesia lebih rendah dibandingkan negara lain maka hal tersebut tidak fair karena membandingkan bahan bakar yang berbeda kualitas.

“Menurut GPP, harga BBM Indonesia 0,67 dolar AS. Tapi kenapa Pertamina memaksakan memakai premium? Semua pakai medium, Pertamina tidak pakai pertamax, ya tentu saja lebih murah,” ujarnya dengan tegas.

Terkait dengan harga BBM premium, ia menyampaikan rumus penghitungan untuk bahan bakar premium atau Ron88 sudah kuno.

“Kalau pakai rumus ini, harga premium makin dekat ke pertamax. Menurut kami premium terlalu mahal, karena rumusnya kuno. Sekarang Ron88 kan sudah tidak dijual di pasar, ‘proxy’-nya pakai Ron92,” kata Faisal menjelaskan.

Mulai Januari 2015 rumusnya ialah 3,92%xHIP+Rp672, sehingga alphanya menjadi Rp891/liter, kemudian pada 19 Januari kembali berubah dengan besaran menjadi Rp1.195/liter.

“Terakhir 19 Februari berubah lagi, 3,2%xHIP+Rp830, hasil alpha premiumnya jadi Rp1.011/liter. Ini turun karena harga minyak dunia juga sedang turun,” ujarnya menjelaskan. AN-MB