ilustrasi perkawinan

Jakarta (Metrobali.com)-

Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Indriaswati Saptaningrum mengatakan “judicial review” atau pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah ujian bagi negara dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).

“Ini terkait dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan HAM. UU Nomor 1 Tahun 1974 ini tidak membela kepentingan para pemeluk kepercayaan-kepercayaan di luar agama besar yang diakui pemerintah,” ujar Indriaswati ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (9/9).

Dia menuturkan selama ini sahnya perkawinan hanya diterima jika sesuai norma agama-agama besar yang diakui.

Jadi jika ada penduduk yang ingin menikah namun memiliki kepercayaan di luar itu akan mengalami kesulitan mendaftarkan perkawinan.

“Misalnya saja saya berasal dari suatu agama besar ingin menikah dengan agama yang sama namun alirannya berbeda. Pernikahan saya akan sulit diakui dan ini berkaitan dengan administrasi kependudukan saya,” tutur dia.

Jika ingin konsisten membela HAM, dia melanjutkan, negara seharusnya menjalankan kewajiban mengeluarkan administrasi kependudukan, termasuk perkawinan, di luar kepentingan agama atau kelompok apapun.

“Jadi negara harus membuka kemungkinan warganya tidak menundukkan diri pada agama dalam konteks perkawinan,” ujarnya.

Dia merujuk pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28 hasil amandemen tahun 2000 yang melindungi hak-hak asasi manusia Indonesia yang melindungi hak membentuk keluarga, sampai hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional.

“Sebelumnya juga ada UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang memberikan kebebasan setiap warga negara untuk berkeluarga,” tambah dia.

Jadi, kata dia, pemerintah harus mengkaji semua ketentuan-ketentuan hukum yang ada di Indonesia dalam proses “judicial review” ini.

Pengujian UU Nomor 1 Tahun 1974 ini diajukan oleh lima orang mahasiswa Universitas Indonesia.

Mereka mempermasalahkan keabsahan perkawinan berbeda agama di Indonesia yang tertuang pada pasal 2 ayat 1 UU tersebut.

Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 itu berbunyi: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaan itu”. AN-MB