Duryodono Serang Wirata

Oleh: Ngurah Karyadi

Kisah karakatur kali ini mencoba mengulas hubungan bilateral kerajaan Hastina-Wirata, yang saat ini sedang memanas. Meskipun hal tersebut merupakan hal yang lumrah dikaitkan dengan masalah sensitifitas politik, terlebih adanya politik ganyang Pancala, atau konfrontasi antara Hastina-Pancala pada tahun 1963-1965. Saat itu Wirata masih belum memisahkan diri dari wilayah Pancala, yang kini dipimpin Perdana Menteri Matsyapati Junior -yang masih kerabat Pandawa. Pertanyaanya, akankah Duryodono Serang Wirata, berikut coba penulis paparkan.

Pada saat konfrontasi mencapai puncaknya, pada tanggal 8 Maret 1965, ada 3 (tiga) anggota pasukan ‘basah kuyup’ Hastina yang mendapatkan perintah operasi militer di Wirata. Tujuannya adalah membebaskan Wirata dari Neo-kapitalisme dan imperialisme negeri atas angin. Sangat mulia, meniru misi Sentanu melawan negeri penjajah sebelumnya.

Mereka, Usman, Harun dan Gani, berhasil masuk Wirata pada tanggal 10 Maret 1965 dan meledakkan McDonald House, dengan 3 (tiga) orang tewas dan lainnya mengalami luka-luka. Setelahnya, Usman dan Harun lari melalui jalur pantai dengan perahu motor yang berhasil disergap patroli pasukan basah kuyup Wirata 13 Maret 1965, sementara Gani yang kabur melalui jalur lain selamat memasuki wilayah Hastina.

Usman-Harun diadili di pengadilan Wirata dan dihukum gantung 17 Oktober 1968, dan sejak tanggal itu Bhisma Dewabatara, wali dari pewaris Sentanu yang masih anak-anak, membekukan hubungan diplomatik dengan Wirata. Jenazahnya dikembalikan ke Hastina  dan dimakamkan di TMP Kalibata. Keduanya ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui Keputusan Presiden No 050/TK/1968. Pada 1973, PM Wirata, Matsyapati menabur bunga di TMP Kalibata, mengakhiri hubungan dingin antara kedua negara
.
Kini, muncul ketegangan diplomatik baru, saat PM Wirata memprotes Hastina saat penamaan sebuah Kapal Perang Hastina (KRH) dengan nama Usman-Harun. Hastina dianggap tidak memiliki sensitifitas bertetangga dan mengoyak luka lama. Wirata juga membatalkan undangan kepada 100 pejabat militer Hastina dalam perhelatan 2014 Wirata Airshow. Wirata juga melarang KRH Usma-Harun masuk ke wilayahnya.

Tidak hanya protes soal nama KRH saja, Wirata kini bersikap tinggi hati. Hampir setiap tahun Wirata  protes terkait asap yang berasal dari Hastina. Padahal asap itu dihasilkan dari perusahaan Pancala atau Wirata sendiri, yang bergabung dengan pengusaha Hastina mendapat proyek dari Pandawa untuk membuka hutan, menanam sawit dalam membangun kerajan Indraprasta.

Sambil menunggu reaksi dari sang Prabu Duryudono. Kita saksikan Menhan dan Menlu menanggapi dengan dingin, takut melebar dan meludah keatas. Menkopolhukan pun tidak mau ambil pusing dari tingkah Wirata itu. Hanya Komisi I DPR Hastina bereaksi keras. Mereka menganggap Wirata berlebihan dan telah mencampuri urusan dalam negeri Hastina.

Seorang anggota komisi I DPR Hastina, sebagaimana dirilis media massa menyatakan Wirata tidak tahu diri, mengingat selama ini Wirata diuntungkan dari sisi Ekonomi.  Ditaambahkan, banyak warga Hastina yang mengisi hotel-hotel dan memborong barang-barang di toko-toko mereka di Singapura pada setiap weekend dan libur panjang, demi sang rakyat jelita. Sudah tentu tanpa merinci berapa uang koruptor petinggi Hastina di kerajaan Singa tesebut. Apapun, Wirata dianggap lebih membutuhkan Hastina, dari pada sebaliknya.

Sebenarnya Wirata tahu diri, mereka tidak akan berani apabila Hastina punya Prabu tegas seperti Sentanu, sang pendiri dinasti Kuru. Mereka juga tidak akan berani apabila Hastina mempunyai seorang Wali Negara yang sangat berwibawa tinggi seperti Bhisma Dewabatara -yang terkenal ‘bagi tak rata’, atau ber-KKN. Sayang, kewibawaan dan ketegasan keduanya tidak ada dalam pemimpin pemerintahan paska refomasi, sehingga Wirata berani melecehkan bangsa Hastina.

Sentanu atau Bisma memang pemimpin hebat yang tidak pernah bisa diremehkan oleh kerajaan lain. Sedikit tersinggung, maka harga diri bangsa taruhannya. Keduanya pun akan berani bertindak tegas, yang tentu akan didukung elemen bangsa yang lain. Bhisma sangat berwibawa saat mengemban tugas wali negara, membuat PM Matsyapati datang menabur bunga dimakam Usma-Harun tanda pengakuan akan kepahlawanan keduanya.

Kini, di parlemen Wirata dan juga pemerintahnya terus berwacana terhadap KRH Usman-Harun. Mereka uring-uringan sendiri setelah protes tidak resmi (via telepon) disampaikan Wakil Perdana Menteri kepada Menkopolhukam pada hari Kamis, 6 Februari 2014 lalu, dan Menlu Wirata kepada Menlu Hastina, dianggap angin lalu.

Sampai disini, akankah Duryodono serang WiratA? Sebagai negara persemakmuran (Commonwealth) atas angin, Wirata tidak pernah dan tidak berani akan menyerang terlebih dahulu. Aturan dalam traktat militer 5 (lima) negara atas angin (FDPA) pun demikian, tidak akan menyerang terlebih dahulu.

Tidakan yang dilakukan Wirata adalah memancing Hastina menyerang terlebih dahulu. Dua pesawat tempur F16 Wirata Airforce (WA) yang bermanuver ke wilayah Hastina di Kepri adalah tindakan memancing. Apabila Hastina terpancing dan menyerang terlebih dahulu, Wirata akan secara resmi berperang dengan Hastina.

Lalu apa yang terjadi jika pecah perang antara Hastina dan Wirata? Pertama,  kebutuhan minyak mentah dan BBM rakyat Hastina sebesar 1,4 juta barel per hari, sebagian besar atau 920 ribu barel per hari di impor dari Wirata yang membeli dari negara-negara gurun di Timur Tengah.

Apa yang terjadi apabila Wirata, dan juga Pancala menyetop impor BBM ke Hastina? Yang jelas semua kendaraan tempur seperti pesawat jet tempur, kapal dan kapal selam perang, tank dan semua peralatan tempur tidak dapat beroperasi dalam waktu yang relatif lama, 6 (enam) bulan. Diikuti demo rakyat menuntut sang prabu turun dari singasana, seperti biasa.

Kedua, hutang luar negeri Hastina dari Wirata sejumlah $47,4 billion, atau hutang terbesar pemerintan -tidak terhitung hutang swasta. Nominal itu lebih besar dari negeri atas angin lain seperti AS yang berada di urutan ke-2 (dua) sebesar $ 38,4 billion. Hutang besar kepada Wirata ini yang membuat rendahnya harkat dan martabat ekonomi bangsa Hastina dimata Wirata. Secara psikologis membuat negara kecil itu “ngelunjak” atau meremehkan Hastina.

Apabila perang terjadi, Wirata akan meminta Hastina melunasi hutang seketika itu juga, sanggupkan Hastina membayarnya? Mungkin tidak akan ditanggapi oleh Hastiana. Apapun, “Highly dependent on debt”, ketergantungan utang membuat Hastina lemah secara diplomatis terhadap Wirata.

Ketiga, menurut informasi ‘telik sandi’ yang sifatnya A1, Wirata adalah pusat (basis) data penyadapan di Asia bagi negara atas angin (barat), khususnya AS. Sejak tahun 1991, atau 7 (tujuh) tahun penghancuran rezim Orde Baru-nya Bhisma, AS telah gencar menyadap semua informasi rahasia negara Hastina, dan pusat data NSA saat itu dan hingga kini adalah Wirata. Semua Prabu Hastina dan Badan Telik Sandi Negara, termasuk upaya penggulingan Sentanu oleh CIA telah disadap dengan fasilitasi negara tetangga itu. Simulasi kekuatan militer sosial ekonomi dan pertahanan telah dilakukan ribuan kali. Dengan data-data yang kredibel, Wirata telah memiliki segala data akurat tentang Hastina yang tidak dimiliki negara lainnya.

Keempat, sejak tahun 1971Wirata tergabung didalam FPDA (Five Power Defence Arrangement) bersama Pancala dan negara atas angin lain, sebagai penjamin utama pertahanan. Dan jika salah satu negara berperang dengan Wirata, maka empat negara lain akan membantu. Induk semang negara persemakmuran, Inggris, otomatis akan dibantu sekutu utamanya yang tergabung dalam pakta keamanan negara atas angin (NATO), pimpinan Amerika Serikat.

Apalagi AS juga tergabung bersama negara-negara dalam aliansi ANZUS. Berarti Hastina juga akan dikeroyok oleh AS, Australia dan Selandia Baru. Angkatan Tentara Pancala adalah negara pertama yang akan bergabung dengan Wirata, karena mereka adalah dua negara persemakmuran yang tergabung dalam FPDA. Apalagi Wirata adalah anak kandung Pancala.

Negara atas angin yang mempunyai armada militer di sekitar Pasifik telah menempatkan 2000-3000 pasukan basah kuyupnya di kota Darwin Australia dan pangkalan militer di Diego Garcia, Samudera Hindia. Mereka akan bereakasi apabila terjadi peperangan antara Hastina-Wirata.

Apabila proposal disetujui Wirata, dalam waktu singkat negara atas angin juga akan membuat pangkalan militer di Wirata, sebagaimana rencana strategis militer negeri atas angin lainya. Dengan gelar kekuatan militer negeri atas angin di Pasifik dan rencana pembukaan pangkalan militer baru di Wirata, makin membuat Wirata angkuh. Strategi keroyokan ternyata membuat percaya diri meraka tinggi.

Selain itu Wirata mengerti betul kebijkan politik luar negeri Hastina yang “bebas-aktif”, tidak beraliansi dengan negara manapun, seperti digariskan Sentanu. Menurut persepsi Wirata, Hastina akan lemah secara militer karena tidak ada satupun negara di dunia yang memback-up militer Hastina. Terlebih 7 jendralnya masuk daftar hitam (pelanggar HAM) dan cekal di sejumlah negara atas angin.

Memang, kekuatan militer Hastina mulai tahun 2010 telah berusaha memperkuat persenjatannya agar mencapai standar kekuatan minimum Minimum Essential Force (EMF)). Pemerintah Hastina telah mengalokasikan Rp 156 triliun untuk penyediaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI pada periode EMF 2010-2014. Siapa berani jamin, mereka tidak beli peralatan tua, macet dan rongsokan seperti di massa Bhisma, selaku wali negara. Hal ini menjadi kunci Duryodono saat menyerang Wirata. (**)