Mahabarata

KISAH karakatur ini mengulas berbagai ketegangan antara Hastinapura-Dwaraka yang belum sepenuhnya tuntas. Kata “maaf” dari Prabu Kresna atas ulah “telik sandi” kerajaan Dwaraka yang ditunggu Prabu Duryudono tak kunjung terucap. Raja Dwaraka seakan tahu pribahasa populer di Hastina, “diam itu emas,” seperti umumya para koruptor di KPK.

Kini, lagi-lagi sang Prabu Hastinapura dijongoskan kedua kalinya saat Dwaraka kembali berulah dengan arogannya memasuki kedaulatan Hastinapura. Dilakukan saat hendak menghalau dan mendorong keluar sebuah kapal yang mengangkut sekitar 45 imigran gelap beberapa hari lalu. Alih-alih melawan, Prabu Duryodono malah menghadiahi Ratu “daun sorga” Corby asal Dwaraka dengan bebas bersyarat.

Mungkin sang Prabu, Duryudono mengharapkan drama yang sama atas apa yang terjadi pada dua negara atas angin yaitu Jerman–USA. Dimana, Prabu Obama atas nama pribadi dan USA secara resmi menyampaikan kata “maaf” atas semua penyadapan terhadap Chancellor Angela Merkel. Suatu hal yang memang sangat melanggar etika hubungan “Dura Negara”.

Bisa saja Prabu Duryodono dan orang-orang di sekitarnya kurang mengkaji lebih dalam dan cenderung menelan mentah-mentah fenomena Merkel-Obama dengan meyakini bahwa Prabu Kresna akan mengulang kata “maaf” mengikuti langkah si Berry yang anak Menteng itu. Mungkin juga Prabu Duryudono menganggap integritas dirinya selevel dengan Chancellor Jerman itu.

Jika demikian anggapan sang prabu kita, maka tentu salah fatal, sebab saat ini Jerman jauh lebih kokoh baik secara politik maupun ekonomi. Salah satunya yaitu jika USA berjuang sendiri untuk menghadipi krisis ekonominya, termasuk di bumi atas angin lain, yang jelas Obama akan terseok-seok sebab ekonomi Jerman termasuk yang termapan. Terbukti, sebab Diah Merkel dipercaya kembali rakyatnya untuk kembali memimpin Jerman. Apalagi hubungan ekonomi German-China sempat kembali merapat, tentunya hal ini sangat berbahaya bagi Washington dan negeri atas angin.

USA dan Jerman berada di satu atap yaitu negeri atas angin. Sedangkan Dwaraka berteduh di langit Pasifik, namun bukan anak kandungnya. Sejarah kemunculan Dwaraka penuh dengan tragedi pembantaian terhadap suku alap-alap (Aborigine). Sebab itulah drama menjelkan dan provokasi atas Hastinapura akan terus berlanjut. Alhasil, proposal Prabu Duryudono agar Prabu Kresna tersebut meminta maaf justru malah dibalas diam dan bungkam. Sikap Prabu Duryudono yang terburu-buru tersebut justru menjaratnya ke “perangkap” Prabu Kresna dengan memberikan kesempatan orang-orang di sekeliling yang untuk berkomentar pedas. Konflikpun melebar, hasilnya Menlu Hastinapura pun disebut mirip dengan bintang “porno”.

Mengapa raja Dwaraka sulit mengucap kata maaf? Alasannya sangat sederhana dan mudah dicerna. Prabu Kresna memperoleh informasi seabrek akan “intergritas” Prabu Duryudono di dalam negeri. Telik sandi negeri Dwaraka tersebut bekerja keras untuk meng-update informasi politik dalam kaitannya dengan kepemimpinan Prabu Hastinapura dan orang-orang disekitarnya saat ini.

Lihat saja konflik tak berujung partai penguasa yang dinakodai Ibas, anak bungsu prabu Duryudono sendiri, plus nyanyian merdu Anas ‘Wisanggeni’ Urbaningrum untuk seisi puri Cikeas, yang selalu disukai para kuli tinta untuk selanjutnya dikonsumsi rakyat Hastinapura. Pada isu leadership inilah Duryudono akan terus dipojokkan, yang pada akhirnya menyeret Prabu Hastinapura tersebut ke perangkap ‘double pressure’ untuk sampai pada kesimpulan bahwa “Kepemimpinanya” bermasalah, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Sebenarnya Duryudono sebagai orang nomor satu di Hastinapura tentunya masih punya ruang untuk membalas jab-jab ala Dwaraka, yaitu melalui si Ratu “daun surga” Corby. Sampai saat ini publik masih menunggu counter-attack Duryudono agar tidak kembali dijongoskan. Sayangnya, fakta berbicara lain, Ratu rempah-rempah memabukkan tersebut, yang waktu itu tertangkap basah membawa 4,2 kilogram daun surga di Bandara Internasional Ngurah Rai pada Oktober 2004, justru akan dianugrahi gelar “bebas bersyarat”.

Sang ratu, yang untuk selanjutnya berada dalam pengawasan Amir “Sengkuni” Syamsudin sebagai Menteri Hukum dan HAM. Merupakan kader Duryudono di Partai, sangat bisa dijadikan alat “diplomasi” demi martabat bangsa Hastinapura.  Setidaknya bisa memulihkan integritas Duryudono yang saat ini terus dalam sorotan jelang berakhirnya masa jabatannya sebagai sang prabu.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa, batas-batas Hastinapura telah diserobot oleh Dwaraka, begitupun Hak Asasi Manusia dengan menghalau pencari suaka ke Christmas Island, salah satu wilayah kerajaan Dwaraka,  dinistakan. Negara Republik Hastina lagi-lagi menjongoskan diri dengan membebaskan si Ratu Daun Surga itu. Itu berarti kemenangan para penghancur generasi muda bangsa, setelah terkena virus akut: korupsi.

Pembebasan sang ratu daun surga akan mengundang para Bandar narkoba internasional untuk berpestapora obat haram itu di Negeri Hastinapura, yang dicintai rakyatnya tersebut. Para artis dan selebritis silih berganti di tangkap. Mungkin sudah takdir. Apapun, selamat atas Prabu Kresna! Semoga kita bertemu kembali dalam kisah perang ‘simbolik’ Bratayuda berikut!

Oleh: Ngurah Karyadi