Foto: Ketut Hari Suyasa, Tokoh Bali yang juga Bakal Calon DPD RI.

Denpasar (Metrobali.com)-

Aksi tidak terpuji, aksi intoleransi warga non Hindu yang memaksa membuka portal di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng saat perayaan Nyepi tahun Caka 1945 kini sudah masuk proses hukum di Polres Buleleng.

Sejatinya Desa Adat Sumberklampok sudah memafkan pelaku atas perbuatannya menodai kesuciaan perayaan Nyepi dan melukai hati umat Hindu di Bali, namun proses hukum didorong tetap dilanjutkan sesuai aturan hukum yang berlaku.

Kasus intoleransi ini sebenarnya menyisakan catatan dan juga pekerjaan rumah bagaimana agar hal-hal seperti ini tidak terus terjadi saat perayaan Nyepi di tahun-tahun berikutnya.

Menurut tokoh Bali Ketut Hari Suyasa sebenarnya disini kata kuncinya adalah komunikasi untuk mencegah kejadian serupa tidak terus berulang dan seharusnya antisipasi dilakukan sebelumnya melibatkan semua komponen dan lintas agama.

“Dan untuk kasus di Sumberklampok silakan jalankan proses hukum itu. Cuman yang perlu sekarang kita perhatikan, apakah kita pengen menghukum orang terus ketika terjadi lagi kasus serupa? Kita tentu tidak ingin juga ada pelanggaran terus. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi ini kan juga bukan sebenarnya komoditi politik yang bisa dijual atau digoreng oleh oknum tertentu,” kata Hari Suyasa yang juga Bakal Calon DPD RI dari Bali ini.

Menurutnya tidak dipungkiri memang ada pemahaman berbeda tentang Nyepi di kalangan orang-orang non Hindu atau umat lain di Bali. Disinilah sebenarnya pentingnya komunikasi dan mereka diberikan pemahaman dengan melibatkan tokoh lintas agama termasuk juga peran MDA (Majelis Desa Adat) dalam mencegah kasus intoleransi harus dikuatkan lagi.

“Letupan-letupan ini terjadi salah satunya kan karena pemahamannya yang berbeda terkait Nyepi. Ini komunikasi kan penting. Itu yang kita bicarakan agar tidak kemudian gesekan-gesekan seperti ini dimanfaatkan oleh orang-orang yang notabene sebenarnya memelihara kasus-kasus berbau agama dan SARA ini untuk kepentingan politik,” kata Hari Suyasa yang mengaku juga sempat mendiskusikan persoalan ini dengan tokoh-tokoh muda lintas agama di Denpasar.

Itulah sebabnya, tegas Hari Suyasa, kenapa kemudian dibangunnya komunikasi ini penting dilakukan ketika berbicara tentang upaya penjagaan terhadap adat, budaya dan agama Hindu di Bali. “Jadi agar tidak kemudian ada upaya-upaya memanfaatkan isu-isu ini untuk digoreng, baik dari kita sendiri maupun dari agama yang berbeda kemudian digoreng di luar sehingga bisa jadi kita dianggap tidak toleran. Nah ini juga hal-hal yang harus kita antisipasi. Kita berbicara Hindu, enggak bisa berbicara tentang Bali semata. Banyak saudara kita di luar Bali. Nah ini juga kita harus pikirkan agar tidak menimbulkan gesekan-gesekan yang tidak baik,” sambung Hari Suyasa.

Terkait proses hukum yang sedang berjalan di Polres Buleleng, Hari Suyasa berharap semua pihak menghormatinya. Jangan pula ada upaya-upaya intervensi terhadap penegakan hukum, serahkan semua pada koridor hukum dan percayakan kepada para penegak hukum.

“Memang harus proses hukum harus dijalankan. Tiang sepakat untuk itu. Kita kan negara hukum, ketika ada orang yang melakukan pelanggaran baik agamanya apapun, jika dia mempunyai kesalahan, ya dia harus diproses secara hukum. Tapi juga kita wajib ambil pelajaran dan antisipasi agar hal-hal seperti ini tidak terus terulang lagi, agar kita semua saling menghormati dan kerukunan serta toleransi di Bali bisa terus kita jaga,” pungkas pria yang juga Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali ini. (dan)