BAGI CERITA: I Gusti Ngurah Anom atau yang lebih akrab disapa Ajik Krisna menceritakan pengalamanannya menemukan cara berdamai dengan pandemi Covid-19 di dunia pertanian di rumahnya di Denpasar.

 

I Gusti Ngurah Anom atau yang sering disapa Ajik Krisna memilih bertani setelah merumahkan sekitar 2.000 karyawannya. Sempat di-bully dan rugi jadi petani justru membuatnya menemukan cara jadi Pak Tani yang sukses. Kini dia sudah “berdamai” dengan pandemi dan kembali mempekerjakan 2000 karyawan. Seperti apa caranya?

I Gusti Ngurah Anom atau yang lebih akrab disapa Ajik Krisna dikenal sebagai pengusaha sukses dari Bali. Pemilik dari pusat oleh-oleh terbesar di Bali, ini sudah membangun beberapa outlet Krisna oleh-oleh maupun restoran di beberapa wilayah di Bali. Bahkan di tahun 2019, Ajik Krisna membangun 3 outlet dalam kurun waktu 10 bulan.
PT Krisna Group tercatat sebagai perusahaan yang memiliki karyawan hingga 2.500 orang dan penyumbang pembayaran pajak paling tinggi di Bali. Sebanyak 475 UMKM berada di bawah naungan PT Krisna Group, 90 persen merupakan UMKM lokal, dan 10 persen berasal dari luar Bali. Dalam sebulan, omset yang dihasilkan oleh PT Krisna Group mencapai puluhan miliar Rupiah.
Namun tak ada usaha saat ini yang benar-benar mampu bertahan dari hantaman gelombang pandemi covid-19. Di awal pandemi Mei 2020, usaha Ajik Krisna begitu terpukul. Ia bahkan merumahkan 2.000 orang karyawannya. Beberapa outlet dan restoran tutup.
“Di awal pandemi kami benar-benar stress dan terpukul, bukan karena takut bangkrut tetapi sedih harus merumahkan ribuan karyawan,” ungkapnya.
Menurut suami dari Ketut Mastrining, itu, karyawan merupakan aset yang sangat berharga. Maka dari itu, meski merumahkan ribuan karyawan, Ajik tetap membantu kebutuhan sembako karyawannya. Bahkan ia harus merelakan 3 mobil mewahnya dijual untuk memenuhi kebutuhan sembako semua karyawannya.
Usaha yang sebagian besar hampir tutup sementara, akhirnya membuat Ajik Krisna pulang kampung ke Singaraja untuk mengelola lahan tidur yang ia miliki. Ia turun tangan untuk mengecek lahan yang bisa diproduktifkan dan lahan yang bisa dijual. Sebelum memutuskan untuk bertani, ia sempat mendapat bully-an dari berbagai pihak. Namun tekadnya bertani sudah bulat, baginya tak ada kata gengsi dalam memulai usaha apa pun.
Bersama 12 orang tim dan 12 petani ia mulai menggarap 23 hektare lahan yang berada di kawasan desa Pengulon, Buleleng. Lahan ini mudah dijangkau dan berada di pinggir pantai sehingga sangat cocok ditanami komoditi kacang tanah. Kacang tanah memiliki masa panen singkat, bulan enam mulai ditanam dan bulan sembilan sudah bisa dipanen.
“Awalnya lahan ini ditanami mangga, pisang dan kelapa, tetapi setelah dicek PH-nya, ternyata cocok untuk ditanam kacang tanah,” jelasnya.
Permasalahan pasca panen pun mulai muncul. Produksi yang melimpah rupanya tak mampu diserap pasar secara menyeluruh. Alhasil, 50 persen hasil panen dijual dan 50 persen lainnya dibagikan kepada karyawan dan masyarakat secara gratis. Dari pengalaman ini, Ajik Krisna mulai belajar bahwa pertanian tidak hanya bisa diselesaikan di hulu, tetapi juga diselesaikan hingga ke hilir.
Persoalan pasca panen produksi kacang tanah, akhirnya membuat Ajik Krisna memproduksi oleh oleh Kacang Ajik. Produksi Kacang Ajik sukses menjadi salah satu oleh-oleh terbaik khas Bali. Bahkan pihaknya berencana menanam kacang tanah di berbagai wilayah di Bali, salah satunya di Jembrana yang akan ditanami 60 hektare.
“Kami ingin Bali menjadi pemasok kacang tanah terbaik di Bali,” imbuhnya.
Sebelum pandemi, salah satu restoran yang berada di Singaraja beromset kurang dari Rp 200 juta per bulan. Akhirnya, restoran ini ditutup dan digunakan sebagai tempat produksi Kacang Ajik yang mampu menghasilkan Rp 300 juta per bulan. Selain kacang Ajik, pihaknya juga memproduksi oleh-oleh lain seperti Pie susu Ajik, Bakpia Ajik, dan Bali Banana Crispy.
“Produk yang paling best seller adalah pie susu, setiap hari Krisna produksi 5.000 pie susu,” paparnya.
Dengan produk oleh-oleh yang diproduksi, kini Krisna kembali mempekerjakan 2.000 karyawannya. Pihaknya tidak ingin menunggu pandemi benar-benar berakhir tetapi mulai berdamai dengan keadaan. Ia mengajak generasi muda agar tidak gengsi untuk bertani. Pertanian adalah sektor yang stabil, namun harus ada pekerjaan pokok lain sebagai penunjang.
“Sebagai pengusaha saya harus bisa memotivasi dan memberikan contoh langsung kepada anak-anak muda agar tidak malu bertani, dan cerdas mengolah waktu,” tambah ayah dari empat anak ini.
Sebagai seorang pengusaha yang mulai terjun di dunia pertanian, menurutnya pertanian sangat berat apalagi jika menggarap lahan orang lain. Penjualan Hasil pertanian yang sudah diberikan bibit dan pupuk gratis pun tidak menutupi biaya jasa petani. Pihaknya berharap, untuk menstabilkan pertanian, pemerintah harus mengatasi masalah permodalan, irigasi, bibit, dan asuransi pertanian. (*)