Denpasar (Metrobali.com)-

Dewan Perwakilan Daerah Bali  sudah mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Praktis Pulau Dewata kini memiliki zonasi ruang tanpa asap rokok. Hal itu diharapkan mampu menciptakan udara bersih yang merupakan hak kesehatan masyarakat. Lebih jauh, perda itu diharapkan mampu mengendalikan penggunaan tembakau di Pulau Seribu Pura itu.

Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta mengharapkan, dengan disahkannya perda ini diharapkan mampu mengurangi para perokok. Meski ia memaklumi ketergantungan terhadap rokok sulit untuk dilepas. “Saya merasakan sendiri sulitnya berhenti merokok. Tetapi saya berhasil berhenti merokok. Sudah 11 tahun saya tak merokok,” kata Parta di Gedung DPRD Bali, Selasa 12 Juni 2012.

Tahu sulitnya menghentikan kecanduan merokok, DPRD Bali, kata Parta, sedang menggagas tempat konsultasi bagi perokok yang ingin menghentikan kebiasaannya tersebut. “Kami sedang merancang agar para perokok memiliki konsultan untuk menghentikan kebiasaan merokok. Ketika kita melarang orang merokok, dan mereka ingin berhenti merokok, tidak fair kalau kita tidak menyiapkan fasilitasnya,” imbuh Parta.

Tahun ini juga Parta berharap fasilitas konsutasi untuk berheti merokok itu dapat direalisasikan. Anggarannya, kata dia, akan dibahas pada ABPD Perubahan yang segera akan dibahas. Mengenai tempat konsultasinya, Parta mengaku akan memanfaatkan fasilitas puskesmas. “Jadi nanti mereka yang ingin berkonsultasi untuk berhenti merokok silakan datang ke puskesmas. Dalam anggaran itu kami hanya tinggal menyiapkan tenaga konsultannya saja, karena fasilitasnya sudah ada,” papar politisi PDIP itu.

Parta berharap agar Perda Kawasan Tanpa Rokok benar-benar efektif diimplementasikan di Bali. Ia berharap Bali bisa meniru Palembang yang tak lagi mengandalkan pajak reklame rokok sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Jadi Dispenda itu harus kreatif mencari terobosan untuk sumber baru PAD. Tak mesti dari rokok. Jangan mengandalkan rokok,” harap Parta.

Apalagi, Parta melihat merokok di Bali sudah menjadi kebiasaan yang menurutnya sudah menjadi budaya. Ia juga berharap iklan atau reklame rokok bisa diatur. “Iklan rokok itu yang disasar remaja. Kami ingin agar remaja tak terjebak sehingga menjadi peroko. Karena dari hasil survei, remaja menjadi perokok karena terpengaruh iklan,” beber Parta.

“Peraturan Gubernur (Pergub) belum keluar, sedang diharmonisasi. Semoga itu bisa segera selesai dan seluruh pengaturan tentang KTR bisa segera rampung,” harap dia. BOB-MB