Andi Widjajanto

Jakarta (Metrobali.com)-

Kementerian Koordinator Kemaritiman pasti bakal ada dalam susunan kabinet yang diumumkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, kata mantan Deputi Tim Transisi, Andi Widjajanto.

“Kemenko Maritim jadi,” kata Andi Widjajanto kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (23/10).

Ketika ditanyakan kepada wartawan mengapa Kementerian Koordinator Kemaritiman tidak terdapat dalam surat pertimbangan yang diajukan Presiden kepada DPR, Andi menyebutkan bahwa hal itu karena Kemenko Maritim adalah pembentukan baru.

Sebagaimana tercantum dalam UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, surat pertimbangan dapat diajukan kepada DPR terkait dengan pemisahan dan penggabungan antarkementerian.

“Kemenko Maritim itu adalah pembentukan baru sehingga tidak dibutuhkan pertimbangan DPR,” jelasnya.

Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan, Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru yang dipilih dalam kabinet pemerintahan mendatang dinilai harus mampu mengharmonisasikan dan mengoreksi kebijakan agar dapat mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

“Pascapelantikan, langkah pertama yang dapat dilakukan (menteri kelautan dan perikanan) adalah melakukan harmonisasi dan mengoreksi kebijakan kelautan dan perikanan yang tidak memihak nelayan dan kepentingan bangsa lebih luas,” kata Sekjen Kiara Abdul Halim.

Menurut dia, langkah harmonisasi harus diikuti dengan perumusan program yang mampu menyejahterakan pelaku perikanan skala kecil/ tradisional, serta menempatkan nelayan, perempuan nelayan dan petambak sebagai prioritas kebijakan dan politik anggarannya.

Sedangkan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai Rancangan Undang-Undang Kelautan yang rencananya segera disahkan DPR hanya menyelesaikan persoalan sektor kelautan secara parsial dan tidak menyeluruh.

“UU Kelautan menyelesaikan sebagian dari persoalan di laut, di antaranya kelembagaan pengawasan laut yang akan menjadi Bakamla (Badan Keamanan Laut), dan pembesaran alokasi anggaran daerah kepulauan,” kata Ketua Dewan Pembina KNTI M Riza Damanik di Jakarta, Senin (29/9).

Namun, menurut Riza, RUU tersebut masih belum menjawab kepentingan strategis lainnya seperti mewujudkan kedaulatan ekonomi di laut agar bangsa Indonesia sungguh-sungguh menjadi tuan rumah di lautnya sendiri.

Menurut dia, dalam RUU Kelautan itu juga terdapat ambiguitas kegiatan reklamasi dan terdapat peluang dilibatkannya swasta asing dalam pemanfaatan laut Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) menjadi terbuka lebar, khususnya untuk pertambangan dan industri perikanan.

“Saya kira perlu ada perhatian ke depannya terkait PP (Peraturan Pemerintah) karena bila ceroboh arus liberalisasi di laut akan meluas, semakin sempitnya kesempatan rakyat memanfaatkan potensi laut RI, dan rapuhnya kedaulatan kita,” katanya. AN-MB