18 Ribu Civitas Akademika Bali Hadiri Kuliah Akbar Kebangsaan Melawan Radikalisme
18 Ribu Civitas Akademika Bali Hadiri Kuliah Akbar Kebangsaan Melawan Radikalisme

Denpasar, (Metrobali.com) –

Pertemuan Pimpinan Perguruan Tinggi Se-Indonesia tanggal 25-26 September 2016 di Bali, yang diikuti lebih dari 3.000 pimpinan perguruan tinggi dan ditutup oleh Presiden Jokowi telah menghasilkan sejumlah rekomendasi dan program tindak lanjut, di antaranya kesepakatan untuk menggelar aksi kebangsaan perguruan tinggi melawan radikalisme secara serentak di seluruh Indonesia.pada tanggal 28 Oktober 2017, bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda ke-89.
Pada Sabtu 28 Oktober 2017, tak kurang dari 18 ribu orang civitas akademika dari 42 kampus se-Bali menyemut memenuhi lapangan stadion I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, untuk mengikuti acara bertajuk “Kuliah Akbar Kebangsaan Perguruan Tinggi Melawan Radikalisme”. Acara yang juga digelar serentak di 33 provinsi lainnya ini, diperkirakan melibatkan 4,5 juta civitas akademika PT (pimpinan, dosen, staf, dan mahasiswa) se-Indonesia.
Kegiatan ini bertujuan untuk mempertegas sikap perguruan tinggi se-Bali bersama civitas akademika di masing-masing kampus untuk melawan radikalisme dan intoleransi, serta menjadi benteng bagi empat konsensus kebangsaan: Pancasila, UUD 1945, bhineka tunggal ika dan NKRI. Kedua, mensosialisasikan lebih luas di kalangan civitas akademika khususnya, dan pada masyarakat secara umum, Deklarasi Kebangsaan Perguruan Tinggi Melawan Radikalisme, untuk bersama diaktualisasikan secara nyata dan kongkret dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berlandaskan semangat Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Kehadiran ribuan massa civitas akademika Bali tidak terlepas dari dukungan aktif dari Koordinator Kopertis Wil. VIII Bali-Nusra dan Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Prov. Bali. Melalui serangkaian konsolidasi, kedua lembaga dan organisasi ini berhasil meyakinkan segenap PTN & PTS untuk bergabung dalam barisan besar PT melawan radikalisme.
Kegiatan yang diawali dengan upacara pengibaran bendera, menghadirkan KAPOLDA BALI Inspektur Jenderal Polisi Dr. Drs. Petrus Reinhard Golose, M.M. dan para tokoh pendidikan tinggi Bali dan tokoh pemuda sebagai orator, yaitu: Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) (Rektor Universitas Udayana), Dr. Drs. A.A. Gede Oka Wisnumurti, M.Si. (Ketua Yayasan Kesejahteraan Korpri Provinsi Bali/YKKPB), Dr. Drs. I Made Sukamerta, M.Pd (Rektor Univ. Mahasaraswati), Dr. Ida Bagus Radendra Suastama, SH, MH (Ketua Yayasan Pendidikan Handayani Denpasar), Shri I G. N. WIRA WEDAWITRY M.S. S.Sos, SH, MH (Sekretaris DPD KNPI Prov. Bali) dan Oktav N. S. (tokoh pemuda/aktivis ’98).
Dalam amanatnya sebagai pembina upacara, I Nyoman Gde Antaguna (Ketua DPD KNPI Bali) mengingatkan kembali pentingnya peranan pemuda & mahasiswa dalam perubahan sejarah.
“Kemerdekaan republik ini dipertaruhkan dengan darah dan air mata. Dan fakta membuktikan bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara dengan kebhinekaan terbesar di dunia yang masih mampu bertahan seraya menambahkan, “apakah kita ingin negara kita tercabik-cabik dengan konflik seperti di Uni Soviet, Afrika, dan Timur Tengah?” Selain itu, ia menyampaikan maksud dan tujuan penyelenggaraan peringatan Sumpah Pemuda ke-89 ini.
Dr. Wisnumurthi, mengawali orasi dengan menyampaikan bahwa para mahasiswa yang hadir sesungguhnya sedang memperingati “janji suci” para pemuda 1928 pada satu nusa-satu bangsa-satu bahasa. Pemuda, mahasiwa dan dunia akademik selalu mengambil peranan penting dalam sejarah Indonesia.
Ia menambahkan, “Pancasila adalah warisan terbaik bagi kita, generasi penerus, dan karenanya wajib kita jaga dan perjuangkan. Pancasila lah yang terbukti menyatukan keberagaman suku, agama, bahasa di Indonesia”.
Di akhir orasi, ia juga menekankan betapa “Indonesia adalah bangsa besar yang tak henti-hentinya menghadapi ancaman,” dan “kita harus waspada terhadap bahaya radikalisme bagi keutuhan NKRI dan sendi-sendi kehidupan bangsa.”
Prof. Sudewi, Rektor Universitas Udayana, mengatakan, “Pancasila dan kebhinekaan Indonesia merupakan kekuatan bangsa yang harus terus dirawat dan dipupuk. Mahasiswa sebagai tulang punggung generasi muda sudah sepantasnya terus mengasah diri dan menjadi garda terdepan melawan ancaman-ancaman terhadap empat konsensus kebangsaan: Pancasila, NKRI, UUD 45, dan bhineka tunggal ika.
Dr. Radendra -Ketua Yayasan Pendidikan Handayani dan pengajar di STIMI Handayani, Denpasar- dalam orasinya menyampaikan bahwa Pancasila adalah ideologi yang paling komprehensif, yang menurut para ahli telah teruji secara ilmiah. Ia pun menegaskan bahwa bahaya radikalisme dan intoleransi sesungguhnya sudah di depan mata.
“Radikalisme dan intoleransi harus benar-benar kita lawan!” serunya berapi-berapi di hadapan ribuan mahasiswa.
Radikalisme hanya akan melahirkan kekerasan dan perpecahan di antara  sesama anak bangsa. “Mahasiswa dan dunia kampus harus bersih dari unsur-unsur radikalisme, sehingga kampus tetap menjadi sumber kejernihan kemanusiaan bagi rakyat Indonesia.”
Dr. Radendra juga didaulat membaca naskah Deklarasi Kebangsaan Perguruan Tinggi Se-Indonesia Melawan Radikalisme diikuti ribuan peserta. Naskah tersebut telah dibacakan di hadapan Presiden RI pada tanggal 26 September 2017 di Nusa Dua.
Oktav N. S. membakar semangat mahasiswa dengan gaya orasinya yang khas seorang aktivis ‘98. Ia menggugah kesadaran mahasiswa akan tanggung jawab sejarah yang melekat dalam identitas mahasiswa. Kesadaran untuk menjaga dan merawat konsensus-konsensus besar bangsa yang telah dicetuskan pemuda tahun 1928 dan tidak mudah menyerah menghadapi kendala-kendala. “Panas terik matahari hendaknya tak menyurutkan semangat Saudara untuk menjaga republik ini,” imbuhnya.
Menurutnya, tantangan tiap jaman pasti berbeda. “Sekarang lah saatnya pemuda & mahasiswa bersatu kembali, menegaskan sikap melawan radikalisme. Radikalisme adalah tantangan terbesar kita saat ini, karena cenderung pada kekerasan, pemaksaan kehendak, penyeragaman, dan pengingkaran pada kemanusiaan.”
Hal yang menarik kali ini adalah kehadiran Kapolda Bali di panggung orasi yang sontak menyemarakkan acara. Ribuan mahasiswa pun riuh menyambutnya. Sebelum menyampaikan orasi, Irjen. Golose terlebih dulu mengajak peserta menyanyikan lagu “Bangun Pemuda Pemudi”.
Dalam orasinya, Irjen. Golose menyampaikan betapa Bali adalah sumber inspirasi keharmonisan bagi Indonesia. Hidup dalam keberagaman telah menjadi bagian sehari-hari di Bali. Ia pun menegaskan, “Apapun alasannya, tidak ada tempat bagi radikalisme di Indonesia. Radikalisme dan kekuatan yang ingin mengganti Pancasila harus kita lawan.” Polda Bali siap bersama masyarakat mencegah dan melawan unsur-unsur radikalisme sejak dini,” tegasnya.
Selanjutnya orasi oleh Sekretaris Umum DPD KNPI Bali, Gung Wira, begitu ia biasa dipanggil, mengingatkkan betapa “Bangsa Indonesia sepantasnya belajar dari Bali, bagaimana beragam suku dan agama di Bali hidup dalam harmoni di atas dasar saling menghormati.
“Siapa pun kelompok sana (pendukung radikalisme), jangan coba-coba memaksakan kehendaknya untuk mengganti ideologi Pancasila dan menghilangkan kebhinekaan, karena akan menghadapi kekuatan rakyat Indonesia yang mencintai satu nusa-satu bangsa,” sentilnya.
Orasi ditutup oleh I Nyoman Gde Antaguna (Ketua Umum KNPI DPD Bali). Mangde, begitu panggilannya, menekankan “Mahasiswa harus bersatu, merapatkan barisan melawan radikalisme dan intoleransi sejak dari lingkungan kampus masing-masing.” Tidak ada tempat bagi pendukung radikalisme mana pun untuk hidup dan berkembang di Indonesia,” terangnya.
Selain orasi, Kuliah Akbar Kebangsaan ini juga menampilkan atraksi Marching Band (Univ. Warmadewa dan Univ. Mahasaraswati), musik, tari, puisi, beat box dari STIKI Denpasar, Univ. Mahendradatta, UNHI, dan STIKES Advaita Tabanan. Polda Bali tak ketinggalan menampilkan tarian kolosal “Bali Gemilang” oleh 400 orang anggota Polda Bali, diikuti oleh Kapolda Bali dan seluruh peserta. JAK-MB