Foto: Tokoh masyarakat Bali yang juga pengusaha muda Komang Takuaki Banuartha (Mang Banu-tengah) memberikan bantuan sembako kepada pekerja pariwisata, Selasa (19/5/2020).

Denpasar (Metrobali.com)-

Bantuan yang diberikan pemerintah pusat, provinsi hingga kabupaten/kota kepada masyarakat miskin maupun masyarakat terdampak pandemi Covid-19 dinilai belum berjalan dengan baik.

Berbagai permasalahan muncul mulai dari tidak sinkronnya data yang mengakibatkan penyaluran bantuan tidak tepat sasaran, tumpang tindih bantuan, banyak warga yang berhak menerima tapi malah tidak mendapatkan bantuan hingga kualitas bantuan sembako misalnya kualitas beras yang rendah.

Tidak sampai di sana, hak warga terdampak Covid-19 untuk mendapatkan BLT (Bantuan Langsung Tuna) Dana Desa juga terganjal dengan adanya kriteria kemiskinan untuk menentukan penerima BLT ini yang dinilai tidak tepat.

“Pemerintah jangan setengah hati memberikan bantuan kepada masyarakat,” kata tokoh masyarakat Bali yang juga pengusaha muda Komang Takuaki Banuartha usai memberikan bantuan sembako kepada pekerja pariwisata, Selasa (19/5/2020) di Denpasar.

Tokoh yang akrab disapa Mang Banu mengatakan berbagai bantuan dari pemerintah pusat, provinsi hingga kabupaten/kota memang sudah mulai disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan dan terdampak pandemi Covid-19 termasuk untuk di Bali.

Namun, pria asal di Banjar Sindu, Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar ini menilai pelaksanaannya di lapangan dinilai masih “jauh panggang dari api” jauh dari harapan dan tujuan yang hendak dicapai.

“Saya melihat banyak penyimpangan dalam artian yang belum pantas meneri bantuan mendahului dapat bantuan. Sedangkan yang betul-betul sulit dan harusnya dapat malah tidak tersentuh bantuan pemerintah. Itu yang saya lihat di lapangan,” ujar Mang Banu.

Ia juga menyoroti mekanisme penyaluran BLT Dana Desa yang dianggap berpotensi tidak menyentuh kepentingan masyarakat atau warga yang memang membutuhkan bantuan dan berhak menjadi penerima BLT Dana Desa ini.

Sebab di lapangan sepertinya ada kebingungan dari Kepala Desa/Perbekel dalam menentukan dan menerapkan kriteria warga yang berhak menerima BLT Dana Desa ini.

14 Kriteria Kemiskinan Mengada-ada

Akar masalahnya, kata pria yang juga Ketua HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) Peduli Provinsi Bali ini, adalah adanya ketidakjelasan kriteria dari pemerintah yang bisa dijadikan acuan bagi Perbekel menentukan siapa yang berhak menerima bantuan ini.

Walaupun memang sudah ada kriteria, namun kriteria masyarakat miskin yang dijadikan salah satu acuan menentukan penerima BLT Dana Desa sini dianggap tidak rasional. Misalnya ada 14 kriteria kemiskinan yang dijadikan pegangan di desa.

Kriteria kemiskinan tersebut misalnya seorang warga dianggap miskin jika rumah luas lantai <8m2/orang, lantai tanah/bambu/kayu murah; dinding bambu/rumbia/kayu murah/tembok tanpa plester; buang air besar tanpa fasilitas/bersama orang lain.

Lalu penerangan tanpa listrik, air minum dari sumur/mata air tak terlindung/sungai/air hujan, bahan bakar kayu bakar/arang/minyak tanah; konsumsi daging/susu/ayam hanya 1 kali per minggu, satu setel pakaian setahun; makan 1-2 kali per hari.

Kriteria lainnya yakni tidak sanggup berobat ke puskesmas/poliklinik; sumber penghasilan KK petani berlahan <500m2, buruh tani, buruh nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, pekerjaan lain berupah kurang dari Rp 600 ribu per bulan; pendidikan KK tidak sekolah/tidak tamat SD/tamat SD, dan terakhir: tidak memiliki tabungan/barang mudah dijual minimal Rp 500 ribu.

“Apa yang terdapat dalam 14 kriteria kemiskinan itu terlalu mengada-ada, ngawur. Kalau itu semua digunakan, di desa-desa Bali jadinya tidak ada masyarakat miskin. Jadi tidak ada yang bisa dapat bantuan,” kata Mang Banu yang juga Bendahara DPD Partai Golkar Provinsi Bali ini.

Segera Salurkan BLT Dana Desa

Seperti yang telah ditetapkan pemerintah pealokasi anggaran di tingkat Desa untuk penanganan Covid-19 ini wajib disalurkan dalam bentuk Padat Karya Tunai Desa dan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-Dana Desa).

Adapun jangka waktu penyaluran BLT bisa dilakukan selama tiga bulan dengan besaran per bulan Rp 600 ribu per keluarga, sehingga satu keluarga bisa total menerima BLT Rp 1,8 juta selama untuk tiga bulan.

BLT Dana Desa untuk penanganan Covid-19 ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendes PDTT) Nomor 6 Tahun 2020. Dalam peraturan ini ditegaskan pula bahwa penanggung jawab penyaluran BLT ini adalah Kepala Desa (untuk di Bali Perbekel)

Kemendes PDTT telah menerapkan mekanisme alokasi dan penyalurannya. Pertama, untuk desa yang menerima Dana Desa Rp 800 juta mengalokasikan BLT maksimal sebesar 25 persen dari jumlah Dana Desa.

Kedua, untuk Desa yang menerima Dana Desa Rp 800 juta hingga Rp 1,2 miliar mengalokasikan BLT maksimal 30 persen. Sedangkan yang ketiga, bagi desa yang menerima Dana Desa Rp 1,2 miliar mengalokasikan BLT maksimal 35 persen.

Dalam Pasal 8A Ayat (2) Permendes PDT ini disebutkan penanganan dampak pandemi Covid-19 dapat berupa BLT-Dana Desa kepada keluarga miskin di Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lalu pada 8A Ayat (3) disebutkan bahwa keluarga miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menerima BLT-Dana Desa merupakan keluarga yang kehilangan mata pencaharian atau pekerjaan, belum terdata menerima Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan kartu pra kerja, serta yang mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis.

Namun dalam pelaksanaannya di lapangan, ada desa yang tidak sepenuhnya mengacu kepada kriteria dalam Permendes ini melainkan mengacu pada 14 kriteria kemiskinan sehingga menyulitkan dalam penyaluran BLT Dana Desa ini.

“Kalau sudah begini kan kesannya pemerintah setengah hati membantu rakyat. Harusnya aturan dibuat simpel, jangan tumpah tindih dan tidak jelas. Kasihan rakyat yang jadi korban,” tegas pria yang juga Ketua Dewan Pengawas Tata Krama (Depeta) DPD Asita Bali ini.

Bagikan Sembako bagi Pekerja Pariwisata

Di sisi lain, Mang Banu tergerak rasa kemanusiaannya untuk terus melakukan aksi nyata meringankan beban masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.

Kini pria yang juga Direktur PT. Sari Gumi Bali Tours (Sari Tours) ini memberikan bantuan sembako kepada pekerja pariwisata (seperti guide/pramuwisata, driver/supir, dll) dan juga kepada para jurnalis/wartawan Selasa (19/5/2020). Bantuan ini juga diberikan kepada karyawannya di Sari Tours

Beras yang dibagikan dalam paket sembako ini merupakan beras organik yang dipanen dari lahan yang disiapkan Mang Banu.

“Sudah sepantasnya kita ikut meringankan beban dari karyawan sendiri dulu. Baru kita akan lakukan keluar. Sebab tidak bisa kita pungkiri tanpa mereka, kita tidak akan sukses menjalankan usaha,” kata Mang Banu.

Mang Banu juga mengajak para pengusaha pariwisata agar lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi kondisi pandemi Covid-19 ini jangan serta merta melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

“Menurut saya tidak pantas menggunakan alasan pandemi Covid-19 dimana baru beberapa bulan Bali tanpa wisatawan tapi sudah melakukan PHK karyawan. Karena kalau kita akumulasikan, kemana keuntungan perusahaan dari dulu?,” kata pria yang dikenal bersahaja ini.

“Pengusaha pariwisata jangan Kick and Run. Masak situasi dua bulan saja sudah lari,” tegas Mang Banu  yang juga Ketua Jenggala Center Provinsi Bali ini.

Masih dalam program swadaya ini, Mang Banu yang juga Bendahara Satgas Covid-19 DPD Partai Golkar Provinsi Bali ini mengaku akan terus membagi-bagikan sembako kepada masyarakat terdampak Covid-19.

Untuk tahap pertama disiapkan beras organik seberat 1 ton. “Saya sebagai pelaku pariwisata di Bali sudah banyak bergerak bersama asosiasi-asosiasi yang sana naungi. Dan sekarang saatnya saya bergerak untuk mewakili pelaku pariwisata di Bali,” tandas Mang Banu. (wid)