Foto: Penglingsir International Society of Krishna Consciousness (ISKCON) di Indonesia IGA Jaya Rat,S.Sos., yang akrab disapa Ajik Long.

Badung (Metrobali.com)-

Penglingsir International Society of Krishna Consciousness (ISKCON) di Indonesia IGA Jaya Rat,S.Sos menolak tuduhan bahwa kegiatan Sampradaya Gaudiya Vaisnava (Hare Krishna) tidak pernah membuat polemik.

Ia sekaligus menolak tuduhan kegiatan Hare Krishna mengancam tradisi dan kebudayaan,  khususnya budaya Bali yang adi luhung.

Ia akrab disapa Ajik Long menegaskan para penganut sampradaya tidak makan daging, makannya teratur, sembahyang teratur.

“Sampai hari ini tidak setuju terhadap tuduhan itu, kalau ada orang mengatakan polemik yang terjadi biang keroknya dari sampradaya maka perlu berpikir ulang,” tegas Ajik Long yang juga mantan Anggota DPRD Badung ini saat memberikan keterangan kepada awak media di Puri Kanginan Sading Badung, Senin (25/10/2021).

“Jadi saya sangat  tak setuju dengan tuduhan seperti itu. Silakan buktikan kalau ada dan saya siap bertanggung jawab,” tegasnyan kembali.

Ditegaskan ajaran sampradaya yang diterapkan di Bali berkaitan dengan tujuan hidup mencapai moksa. “Saya tertarik dengan belajar sampradaya karena ingin mencapai moksa, tidak ada kepentingan lain,” jelas Ajik Long yang juga Ketua OKK GRIB-Bali (Herkules) 2019 serta kini sebagai Pengurus Gerindra Badung.

Karena itu kalau ada yang bilang biang keroknya sampradaya, maka orang itu harus berpikir ulang. Ditegaskan penganut sampradaya itu 99,9 persen orang Bali dan menjalankan adat serta budaya Bali.

“Lantas dresta apa yang dirusak dan hilang. Jadi tidak benar sampradaya itu menghilangkan dresta Bali. Sampradaya itu pengetahuan Veda khusus tentang moksa. Semua  sampradaya itu beragama Hindu dan menjalankan dresta Bali,” ujar tokoh Puri Kanginan ini.

Ia justru mempertanyakan dresta Bali mana yang hilang. “Kami sampradaya akan ikut mencari dan menemukannya. Kalau dibilang hilang kan harus ada bukti yang hilang itu,” ujar salah satu Panglingsir PSNKK (Pesemotonan Srhi Nararya Kreshna Kepakisan) ini.

Di sisi lain, Gung Long mengaku maklum terkait ada yang menyerang bahkan sampai menutup ashram. Hal itu dianggap karena mereka  belum paham.
Sampradaya menurutnya sangat menghormati pengetahuan yang  ada dalam Veda. Karena itu ia yakin kalau mereka paham pengetahuan sampradaya maka takkan terjadi sampai penutupan.

Sebab sampradaya ini dasar pengetahuan adalah Veda. Penganut Veda sendiri adalah Hindu. Orang Hindu pelajari Veda. Dan sampradaya ini juga pelajari Veda. “Jadi apanya yang diragukan,” ujarnya seraya menegaskan sampradaya ini cinta kasih kepada semua mahluk. Intinya memberi kedamaian.

Sementara itu, Ketua ISKCON Indonesia Wayan Sudiara menambahkan, perlu memberi penjelasan terkait peristiwa demo terhadap sampradaya.

Ia bahkan menyesalkan aksi yang dinilai kurang tepat di saat sedang Covid-19 ada bencana alam di Bali dan tengah persiapan Mahasaba PHDI.

Ia mempertanyakan adanya pendapat kehadiran sampradaya menyebabkan hilangnya dresta.

“Kalau betul ada yang hilang silakan lapor dan kami siap bertanggung jawab,” ujarnya.

Dirinya merasa prihatin terhadap aksi demo dari Aliansi Hindu Nusantara yang menyampaikan aspirasi gerakan menolak  Sampradaya Asing  tersebut sebagai bagian Hindu Bali/Nusantara.

Mengingat, Bali sebagai daerah pariwisata memerlukan kedamaian sehingga wksatawan berkenan datang ke Bali.

Belum lagi Bali sedang berduka karena korban gempa bumi yang terjadi pada Hari Sabtu (16/10). Sebaiknya energi difokuskan untuk mendukung keluarga korban agar bisa bangkit kembali. Serta mendukung program pemulihan kesehatan dari pandemi Covid-19 dan membangkitkan ekonomi Bali.

Sedangkan tokoh lainnya yang juga anggota sampradaya Pendiri dan Pemilik Museum Ogoh Ogoh Mengwi The Ogoh Ogoh Bali mengatakan dalam sampradaya ini adat dan budaya (dresta) tetap dijalankan.

Dicontohkan kalau sesajen harus memakai “caru”  tetap dijalankan. “Yang tidak makan daging itu kami (orang), sedangkan tata upacara tetap mengikuti dresta,” ujarnya. (rls)