Nusa Dua (Metrobali.com)-

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara soal pemberian grasi terhadap Meirika Franola alias Ola. Menurut Yudhoyono, hukuman mati sangat sensitif di dunia, bukan hanya di Indonesia. “Kita tak boleh salah menghukum orang,” kata SBY saat memberi keterangan resmi sesaat sebelum bertolak ke Jakarta, Jumat 9 November 2012.

Tren di dunia, sambung Yudhoyono, sudah tidak lagi menganut hukuman mati, meski sebagian menganut termasuk indonesia. “Banyak permintaan grasi mati yang saya tolak. Grsai yang bukan hukuman mati juga banyak yang saya tolak. Saya sangat selektif. Prosesnya sistemik,” jelas dia.

Kewenangan yang diberikan konstitusi kepada presiden, menurut SBY bukan proses sederhana. Ia harus melalui pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA) dan dipertimbangkan dengan matang oleh menteri terkait. “Diolah berkali-kali sampai pada satu kesimpulan ditolak atau diberikan,” paparnya.

Khusus Ola, SBY melanjutkan, pertimbanganya sangat luas. “Kepada saya disampaikan oleh pihak yang memberi pertimbangan bahwa yang bersangkutan itu bukan bandar, pengedar, tapi sebagai kurir,” jelas Yudhoyono.

Ia mengaku sudah mendapat laporan jika Ola kembali terlibat dalam jaringan gelap peredaran narkoba Tanah Air. Atas hal itu, Yudhoyono berharap segera ada proses hukum yang cepat untuk mendapatkan bukti soal keterlibatan kembali Ola.

“Saya mendapat laporan kalau yang bersangkutan terlibat kembali. Saya ingin ada proses hukum secepatnya. Saya ingin mendapat bukti. Misalnya terbukti benar, dia menyalurkan lagi zat narkotika yang tidak dibenarkan UU, manakala itu terbukti, saya akan tinjau lagi grasi itu demi keadilan,” tegas Yudhoyono.

“Saya berharap proses hukum berlangusng cepat dan transparan. Kejadiannya (Ola terlibat kembali mengedarkan narkoba) setelah grasi diberikan. Saya akan mengambil keputusan baru seadil-adilnya, sehingga yang hadir adalah keadilan dan kebenaran,” imbuh Yudhoyono.

SBY mengaku tak akan menyalahkan MA atau menteri terkait atas keputusan yang telah diambilnya. “Saya tak boleh menyalahkan MA dan menteri, mereka-mereka yang memberi pertimbangan, karena tanggung jawab ada pada saya,” katanya.

Pada kesempatan itu Yudhoyono juga menjelaskan perjuangan yang diambil pemerintah dalam membebaskan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri yang terbelit kasus hukum dan terancam mati. “Kami terus berjuang. Dari sekitar 302 WNI yang terancam, 101 sudah dibebaskan dari hukuman mati. Sebagian (hukumannya berubah) menjadi semur hidup, sebagian dikurangi,” terang presiden.

“Minggu lalu kami kembali berhasil(membebaskan WNI dari jerat hukuman mati). Saya tak perlu jelaskan siapa dan di negara mana. Rata-rata mereka terlibat pembunuhan dan narkoba. Kami akan terus berjuang. Saya tulis surat berkali-kali, agar mohon dimaafkan rakyat Indonesia. Saya mendapat amanah moral,” demikian Yudhoyono. BOB-MB