Keterangan foto: Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi kedua dari kiri didampingi oleh Deputi III BSSN Asep Chaerudin, Ketua ID-SIRTII/CC BSSN Rudi Lumanto (kedua dari kanan) dan Pengawas Badan monitoring ancaman serangan siber Malaysia Tan Sri Dato seri Panglima Mohd Azumi bin Mohamed (paling kanan) saat pembukaan acara Code Bali 2018, di Legian Kuta Bali/MB

Legian, (Metrobali.com) –

Berdasarkan monitoring data dan analisa yang dilakukan oleh Lembaga Pusat Koordinasi dan Respon Insiden Siber Jepang JPCERT/CC kondisi internet Indonesia masih masuk kategori buruk.

“Kondisi kesehatan internet di Indonesia tergolong buruk dan menunjukkan risiko yang tinggi terutama karena banyaknya open DNS Server dan Open SMNP Server yang beroperasi di Indonesia”, kata analis keamanan informasi Katsuhiro Mori dari Lembaga Pusat Kordinasi dan Respon Insiden Siber Jepang JPCERT/CC saat menyampaikan paparannya di acara Code Bali, Legian Kuta Bali.

Kelemahan di open DNS Server dan Open SMNP server dapat dimanfaatkan pihak yang ingin berbuat jahat untuk’menyerang” bahkan “mengamplifikasi serangan”. Akibatnya membawa terjadinya serangan DDoS.

Dari hasil monitoring itu, celah kotor internet Indonesia banyak ditemukan di alamat IP perusahaan-perusahaan layanan internet (ISP), perusahaan swasta, institusi pemerintahan pusat hingga daerah hingga perguruan tinggi negeri dan swasta.

Bom Waktu

Sebenarnya nilai buruk di dua indikator tersebut bukanlah satu-satunya gejala potensi terjadinya bencana siber di Indonesia.

“Ada banyak indikator lain yang lebih mengerikan di antaranya makin banyaknya jumlah perangkat IT yg networked ready termasuk didalamnya perangkat IoT yg diprediksi ada sekitar 30 M di tahun 2020, beredarnya aplikasi aplikasi yg 95% memiliki kerentanan, dan kemampuan manusia sendiri yg semakin sulit mengejar dan menutup banyaknya potensi ancaman. Upaya yg sama dan dilakukan selama tidak akan mampu, oleh karena itu kita perlu segera mencari langkah terobosan dan revolusioner agar terhindar dari bencana siber”, kata Rudi Lumanto Ketua IDSIRTII/CC, Jumat 12 Oktober 2018 di acara Code Bali 2018.

Menurut Rudi sangat berbahaya jika kita terus membiarkan kondisi seperti ini sementara kita merasa aman-aman saja. Sebegitu kritisnya kondisi ini, mengutip ungkapan direktur FBI, Rudi mengatakan hanya ada dua tipe perusahaan didunia siber ini, perusahaan yg pernah di retas, dan perusahaan yg tidak tahu bahwa dirinya pernah di retas.

“Perlu segera dilakukan langkah-langkah terobosan dari mulai perbaikan kerangka hukum, kelembagaan, kerjasama dan peningkatan kapasitas manusia secara masif”, tutur jebolan Universitas Komunikasi Elektro Tokyo Jepang itu.

Jika bom waktu bencana siber meledak maka dapat dipastikan hal itu akan merugikan para pelaku industri digital serta masyarakat penggunanya sekaligus menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.

Editor     :  Hana Sutiawati