Oleh: I Gde Sudibya

Memasuki tahun baru 2021, kita dihadapkan dengan akumulasi permasalahan yang terbawa dari tahun 2020 yang saja berlalu: penularan pandemi Covid-19 yang tak kunjung turun, tekanan ekonomi yang berat dan dampak sosial yang dibawakannya.

Dalam pandangan para filsuf: realitas adalah warna-warni dari sejumlah persepsi: bagi seorang optimis ( yang dasar nalar ada ), terbitnya mentari pagi 2021 memberikan harapan, tantangan dan motivasi baru dalam melakoni dan memaknainya, dengan spirit dan kegairahan ethos kerja baru. Demikian juga sebaliknya bagi yang pesimis ( melihat, merasakan realitas yang ada dalam 10 bulan terakhir ekonomi Bali ), bisa mempersepsikan realitas terbitnya mentari pagi tahun baru 2021, dengan persepsi berbeda bahkan berlawanan dengan pendapat di atas.
Tantangan Bali Memasuki tahun 2021
Tantangan pertama, kemampuan mengendalikan pandemi, yang menurut pemodelan FKM UI yang didukung Bappenas, puncaknya diperkirakan pada triwulan pertama tahun ini. Tantangan bagi Satgas Penanggulan Pandemi Provinsi Bali, mempertajam bauran kebijakan 3 M dan 3 T ( Testing, Tracing dan Treatment ), dengan tolok ukur kebijakan yang lebih tajam. Dalam domain kebijakan: epidemiologi, kesehatan publik dan fasilitas kesehatan. Dalam epidemiologi, indikatornya: trend nilai positivity rate, rerata positivity rate, trend jumlah kematian.Indikator kesehatan publik: trend jumlah test PCR, rerata tes PCR per 1 juta penduduk per minggu, rerata rasio lacak, tingkat prilaku pemakaian masker di tempat umum, tingkat prilaku menjaga jarak minimal 1 meter, tingkat mencuci tangan dengan sabun minimal 20 detik.( Majalah Tempo, 28 Desember 2020 – 3 Januari 2021.
Berbarengan dengan penanggulan pandemi sebut saja gelombang ke satu, Satgas mengambil ancang-ancang  untuk menghadapi gelombang ke dua pandemi yang sudah mulai berlangsung di beberapa negara.
 Penanganan gelombang pertama sedang berlangsung, dengan tingkat efektivitas yang belum bisa diperkirakan, kesibukan dalam proses permulaan vaksinasi, dan risiko munculnya gelombang ke dua dengan strain, jenis virus yang berbeda, memberikan penggambaran tingkat risiko kehidupan yang dibawakan pandemi ini di awal – awal tahun 2021.
Tantangan kedua, tekanan besar ekonomi yang dihadapi sebagai akibat ekonomi Bali sangat tergantung pada industri pariwisata. Berdasarkan data BPS sampai triwulan ketiga tahun 2020, perekonomian Bali mengalami kontraksi terbesar dibandingkan dengan 33 provinsi lainnya. Konntraksi lebih tinggi dibandingkan dengan DKI Jaya dan DI Jogjakarta yang perekonomiannya juga sangat tergantung pada industri jasa. Kontraksi ekonomi diperkirakan akan berlanjut terus di tahun ini, dengan derajat keparahan yang akan ditentukan oleh: efektivitas penanggulan pandemi gelombang kesatu dan kemungkinan munculnya pandemi gelombang kedua.
Tantangan ketiga: kelabilan sosial kultural.
Dalam konteks Bali, kelabilan ini merujuk ke aspek: adat, agama terutama agama Hindu dan budaya Bali.
Perlu diberikan catatan dari kelabilan ini, adanya perbedaan pemahaman dari sebagian warga terhadap sistem keyakinan yang sumbernya sama: teologi Sanatana Dharma, yang jika tidak diwaspadai bisa menimbulkan friksi, perpecahan di kalangan krama Bali, di tengah risiko kehidupan di masa pandemi dan deraan ekonomi yang tidaklah ringan.
Pengambilan simbol – simbol agama Hindu dan atau simbol – simbol budaya Bali yang dijiwai agama Hindu, oleh kelompok lain, yang punya potensi melahirkan friksi dan konsekuensi sosial serius yang dibawakannya.
Kearifan tetua Bali mengajarkan: persoalan mendasar dan serius di atas, menuntut kecerdasan,  viveka, kejujuran untuk mengakui adanya persoalan dan kewaspadaan untuk menindak-lanjutinya. Kejujuran untuk mengakui permasalahan: untuk tidak menganggap enteng masalah ( under estimate ), menafikannya dan kemudian mencoba menghindari/lari dari permasalahan intinya.
Diperlukan sikap fokus, penajaman prioritas, ambreg parama artha, terutama para pemimpin elite pengambil kebijakan dalam menyelesaikan ukumuladi persoalan di atas. Dalam sejarah kepemimpinan Bali tercatat, pemimpin membuat sejarah,  jauh melampaui zamannya adalah pelopor pembaruan di masyarakatnya. Raja Cri Aji Jayapangus di abad ke sepuluh, Raja istri-suami Gunapriya Dharmapatni & Udayana Warmadema dengan ” motor ” pembaru sosial Mpu Kuturan Raja Kertha di abad ke sebelas. Disusul  kemudian oleh Raja Besar Bali terakhir Ida Dalem Waturenggong ( atau lebih tepatnya: Ida Dalem Batur Enggong ).
Kalau kondisi di atas diniati secara serius untuk  diciptakan oleh para elite di Bali dan juga masyarakat luas di tahun ini, maka tema tulisan di atas menjadi: Menatap Fajar Mentari Bali 2020.
 Kontraksi ekonomi ini akan berdampak serius terhadap: risiko kebangkrutan usaha, terus menaiknya angka pengangguran, menciutnya skala usaha para pelaku ekonomi pada umumnya.
Tentang Penulis
I Gde Sudibya, Ketua FPD ( Forum Penyadaran Dharma ), Denpasar.