Fadli Zon

Jakarta (Metrobali.com)-

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyayangkan penghentian proyek kartu tanda penduduk elektronik karena dana yang dikeluarkan sangat besar yaitu senilai Rp6-7 triliun.

“Saya kira apa yang sudah menjadi proses bisa dilaksanakan, karena memiliki investasi cukup besar kalau tidak salah sekitar Rp6-7 triliun sehingga seharusnya bisa diteruskan,” kata Fadli di Gedung Nusantara III, Jakarta, Senin (17/11).

Fadli mengatakan apabila tidak ada penuntasan, yang rugi adalah negara karena dana sebesar itu tidak digunakan dengan baik.

Menurut dia, Indonesia sebenarnya membutuhkan “single identity number” untuk setiap warga negara karena dapat diketahui mengenai identitas seseorang.

“Social security number penting dimiliki sehingga orang bisa tahu karena di sana ada semua informasi tentang seseorang,” ujarnya.

Dia menjelaskan nomor identitas tunggal itu juga diperlukan untuk data dalam pelaksanaan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah, yang juga telah diterapkan oleh berbagai negara.

Menurut dia, apabila negara tidak memiliki data valid tentang penduduknya, maka dalam pemilu nama-nama ganda sering muncul.

“Apabila data penduduk tidak valid, seringkali nama-nama ganda bermunculan, banyak duplikasi, bahkan orang yang sudah meninggal masih diundang dalam pemilu,” katanya.

Dia menegaskan Indonesia membutuhkan satu identitas yang jelas sehingga E-KTP diperlukan dan dirinya tidak mau mencampuri masalah teknis proyek tersebut.

Namun menurut dia, apabila memang ditemukan masalah dalam proyek itu, maka diperlukan peran pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk mencari penyelesaiannya.

“Apabila ada masalah, itu menjadi tugas pemerintah sekarang untuk menyelesaikannya,” katanya.

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Thjahjo Kumolo memastikan pengentian sementara proyek E-KTP sampai batas waktu yang belum ditentukan. Alasannya karena ada sejumlah fakta yang ditemukan cukup serius, yakni ada dugaan korupsi di proyek tersebut.

Kedua, server yang digunakan dimiliki oleh negara lain sehingga database yang ada di dalamya rentan diakses oleh pihak tidak bertanggung jawab. Ketiga vendor fisik E-KTP tigak menganut open system sehingga Kemendagri tidak bisa mengutak utik sistem terebut.

Keempat, banyak tejadi kebocoran di dalam data base tersebut, misalnya di kolom nama tertulis nama perempuan namun foto menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah laki-laki.

Terkait dengan dugaan korupsi, Kemendagri menyerahkan persoalan tersebut pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Sementara terkait persoalan sistem, akan dirapatkan terlebih dulu dengan beberapa pihak. AN-MB