masykurudin-hafidz

Jakarta (Metrobali.com)-

Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menyarankan calon presiden Prabowo Subianto harus membuktikan tuduhan pelanggaran Pemilu 2014 jika ia ingin melaporkan ke Mahkamah Konstitusi.

Deputi JPPR Masykuruddin Hafidz dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Selasa (22/7) mengatakan pernyataan Prabowo bahwa terjadi pelanggaran yang masif, terstruktur dan sistematik pada pemungutan dan penghitungan suara perlu dibuktikan dengan validitas data pelanggaran yang cukup sebagai bukti.

“Data pelanggaran, terutama pelanggaran penghitungan suara secara berjenjang menjadi syarat mutlak untuk menjadi dokumen pendukung gugatan ke Mahkmah Konstitusi,” katanya.

Selain itu, lanjut dia, proses gugatan pasangan calon nomor satu itu akan membuktikan seberapa besar keterlibatan pelanggaran pemilu dalam usaha memenangkan calon tertentu.

Dia menjelaskan bukti-bukti yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi sebaiknya juga tidak hanya berkaitan dengan kerugian atas hasil rekapitulasi tetapi juga ajang pembuktian ajang pembuktian bagaimana penyelenggara pemilu, tim sukses dan partai politik untuk melakukan perubahan suara tersebut.

“Menjadi pelajaran baik bagi masyarakat pemilih dan sistem penegakan keadilan hukum pemilu ke depan, apabila berhasil melalui proses penetapan calon terpilih ini dengan sabar, tenang dan penuh kedamaian,” katanya.

Sebelumnya, calon presiden dan wakil presiden nomor urut satu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menyatakan menolak apa pun keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas hasil Pilpres 2014 yang disampaikan lewat saksi mereka di Gedung KPU, di Jakarta, Selasa.

Saksi Prabowo, Rambe K. Zaman, membacakan surat yang ditandatangani Prabowo Subianto pada 22 Juli 2014 bernomor 07001/capres nomor 1/2014 tentang hal penarikan diri dari proses rekapitulasi suara Pilpres 2014.

Usai membacakan surat pernyataan sikap yang disebut Rambe sebagai hasil rapat tim kampanye nasional Prabowo-Hatta itu, semua saksi Prabowo-Hatta lalu keluar dari ruang digelarnya Pleno rekapitulasi suara yang menyisakan pembahasan provinsi Jawa Timur, Papua, dan pembahasan lanjutan Sumatera Utara yang pada Senin (21/7) ditunda untuk disahkan.

“Kami menemukan beberapa hal yang memperlihatkan cacatnya Pilpres sehingga hilangnya hak-hak demokrasi negara Indonesia,” kata Rambe.

Rambe menambahkan, mereka menilai Pilpres 2014 bermasalah, tidak demokratis, bertentangan dengan Undang-Undang 1945, tidak adil, tidak terbuka dan banyak aturan lain dibuat dan dilanggar KPU. AN-MB