Keterangan foto: Calon angggota DPD RI dapil Bali nomor urut 37 Dr. Ir. I Wayan Adnyana, S.H.,M.Kn., (nomor 3 dari kiri) yang juga Ketua Yayasan Pendidikan Usadha Teknik Bali bersama relawan di sela-sela acara pembukaan kampanye terbuka di Lapangan Renon, Minggu (25/3/2019)/MB

Denpasar (Metrobali.com) –

Calon angggota DPD RI dapil Bali nomor urut 37 Dr. Ir. I Wayan Adnyana, S.H.,M.Kn., menyampaikan orasinya dalam rangkaian acara pembukaan kampanye terbuka di Lapangan Renon, Minggu (25/3/2019). Ia menyinggung soal spirit Bali Dwipa Jaya (Jayalah Pulau Bali) sebagaima menjadi semboyan dalam lambang Provinsi Bali.

“Kita harus kembali pada spirit dan jati diri Bali sebagaima jadi semboyan dalam lambang Bali yakni Bali Dwipa Jaya. Inilah yang akan ikut saya perjuangkan,” kata Adnyana dalam orasinya yang juga disaksikan jajaran Komisioner KPU Bali, ketua partai politik se-Bali dan para calon anggota DPD RI dapil Bali.

Visi mewujudkan Bali Dwipa Jaya inilah yang juga ia usung ketika maju ke DPD RI. Ia ingin berjuang totalitas bersama seluruh wakil rakyat Bali di pusat baik yang di DPR RI maupun DPD RI. Misi utamanya bagaimana menyatukan seluruh elemen kekuatan perjuangan rakyat dan tokoh Bali baik dari daerah hingga pusat

“Visi Bali Dwipa Jaya ini seperti terlupakan. Kita ingin Pulau Bali yang jaya bukan Bali yang terpinggirkan. Kita ingin Bali yang jaya di segala bidang,” tegas Adnyana yang juga Ketua Yayasan Pendidikan Usadha Teknik Bali.

Dorong UU Provinsi Bali untuk Wujudkan Bali Dwipa Jaya

Lulusan Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang ini kembali mengingatkan bahwa dasar dan payung hukum pembentukan Provinsi Bali adalah Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, NTB dan NTT. Lalu dibuatkan lambang daerah Provinsi Bali berbentuk segi lima dengan warna dasar biru tua dan berlukiskan Bali Dwipa Jaya yang berarti Jayalah Pulau Bali.

Di dalamnya terdapat gambar bintang, Candi Pahlawan Margarana, Candi Bentar, rantai, kipas, bunga teratai, padi dan kapas. Bintang Kuning Emas adalah lambang Ketuhanan Yang Maha Esa. Candi Pahlawan Margarana menggambarkan jiwa kepahlawanan rakyat Bali khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya.

Lalu Candi Bentar, adalah lambang keagamaan yang agung dari rakyat Bali. Rantai yang melintang dari kiri ke kanan melambangkan persatuan (gotong royong).

Kemudian Kipas melambangkan kesenian dan kebudayaan Daerah Bali. Lalu Bunga Teratai Merah (Padma) adalah lambang singgasana Dewa Siwa. Sedangkan Padi dan Kapas, melambangkan kemakmuran.

Bagi Adnyana lambang dan nilai-nilai filosofis yang menggambarkan karakteristik dan jiwa Bali itu sudah final dan harus menjiwai setiap pembangunan Bali. Konsepnya adalah membangun Bali bukan membangun di Bali seperti yang terjadi selama ini.

Namun hal lain yang masih jadi persoalan dan pekerjaan rumah besar adalah soal legalitas Provinsi Bali  yang masih diatur  dengan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, NTB dan NTT.

Sebab UU ini tidak lagi relevan dengan kondisi Bali kekinian. Karena itu ia mendukung penuh perjuangan Gubernur Bali Wayan Koster mengajukan RUU Provinsi Bali ke pemerintah pusat.

“Bali harus segera punya legalitas lewat UU Provinsi Bali ini. Agar kita punya juga kekuatan mengatur dan menggali potensi Bali yang berlandaskan spirit adat, seni, budaya yang menjadi jiwa pariwisata Bali,” kata pendiri Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Bali (ATRO Bali) dan Universitas Bali Dwipa itu.

Wujudkan Bali Dwipa Jaya dengan “Formula 37”

Hal ini juga menjadi bagian perjuangan saat ngayah di DPD RI nantinya dengan melaksanakan konsep dan “formula 37” yang bermakna 3 langkah berupa “mengkoordinasikan (seluruh kekuatan Bali), mengupayakan dan mewujudkan 7 misi menuju Bali Dwipa Jaya.

Pertama penguatan peran desa adat dalam pelestarian seni, budaya dan adat Bali. Kedua, perlindungan sumber daya alam dan situs sejarah Bali. Ketiga pelestarian subak dan pertanian sebagai penunjang utama pariwisata Bali. Keempat, pengelolaan pariwisata untuk masyarakat Bali (pariwisata untuk Bali).

Kelima, pembangunan Bali untuk Bali Shanti lan Jagadhita (membangun Bali). Keenam, kemandirian dalam pengelolaan Bali melalui UU Provinsi Bali. Terakhir, peningkatan perimbangan keuangan Pemerintah Bali – Pemerintah Pusat (salah satunya untuk Dana Desa Adat).

Dengan “formula 37” ini, Adnyana optimis kedepan Bali khususnya masyarakat adat Bali akan lebih sejahtera dan Bali akan tetap terjaga kelestarian alam, adat dan budayanya (ajeg Bali).  “Dan akan tercapai Kejayaan Pulau Bali (Bali Dwipa Jaya) sebagaimana slogan dalam Lambang Provinsi Bali,” tandasnya.

Konsep 37 ini juga sangat sejalan dengan visi pembangunan “Nangun Sad Kerthi Loka Bali” dari Gubernur Bali  Wayan Koster yang merupakan kakak kelas Adnyana saat kuliah di ITB (Institut Teknologi Bandung).

Pewarta: Widana Daud
Editor: Hana Sutiawati