Foto: Forum Diskusi Kelompok Rencana Pembangunan Bandara Bali Utara yang digelar di Gedung Gajah, Jaya Sabha, Rumah Jabatan Gubernur Bali, Rabu (18/11/2020).

Singaraja (Metrobali.com)-

Masyarakat Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, keberatan dengan pernyataan Ketua Umum Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali Komang Gede di Subudi yang menyatakan masyarakat Desa Sumberklampok siap menunggu direlokasi dalam rencana pembangunan Bandara Bali Utara.

Keberatan dan bantahan ini disampaikan perwakilan Masyarakat Desa Sumberklampok I Putu Artana dalam surat klarifikasi yang disampaikan ke Redaksi Metro Bali, tertanggal 21 November 2020.

Klarifikasi ini disampaikan terkait pernyataan Ketua Umum BIPPLL Bali sebelumnya dalam berita berjudul “BIPPHL Apresiasi Pendekatan Humanisme Gubernur Koster Dalam Rencana Pembangunan Bandara Bali Utara, Siap Kawal Aspek Lingkungan dan ATR” yang dimuat tanggal 19 November 2020.

Dalam berita tersebut  Ketua Umum BIPPHL Bali Komang Gede Subudi telah memaparkan bahwa melihat masyarakat happy setelah ada kesepahaman dengan pemprov dan siap malah menunggu kapan direlokasi.

“Perlu kami ketahui, masyarakat Desa Sumberklampok yang mana yang telah menyatakan siap menunggu direlokasi ? Namanya siapa dan kapan pernyataan itu disampaikan,” tulis Artana.

“Jangan berkoar dan terlalu jauh  mencampuri urusan penyelesaian konflik agraria di Desa Sumberklampok. Kami sangat heran, kenapa baru ada wacana kesepahaman antara Pemprov dengan Tim 9 untuk penyelesaian konflik tanah di Desa Sumberklamok sudah berani menyatakan ‘Masyarakat Menunggu Direlokasi,” papar Artana.

Artana warga atas nama masyarakat Desa Sumberklampok meyatakan  sangat kecewa dan keberatan dengan pernyataan tersebut.

“Yang benar adalah baru  ada kesepahaman secara lisan antara Pemprov Bali dan Tim 9 untuk penyelesaian konflik pertanahan di Desa  Sumberklampok dengan skema penyelesaian 70 % masyarakat dan 30% Pemprov terhitung setelah luas tanah seluruhnya dikurangi 100 Ha untuk pemukiman, fasilitas umum dan fasilitas social.

Sisanya ± 514 Ha baru dibagi 70% masyarakat dan 30% Pemprov, setelah semua clean and clear (masyarakat telah menerima Sertifikat Hak Milik (SHM) baik tanah pemukiman maupun pertanian)  baru ada pembahasan yang lainnya misalnya rencana pembangunan bandara,” papar Artana dalam klarifikasinya.

Ia lantas menjelaskan perlu diketahui 20 tahun yang lalau pada tahun 2000 skema penyelesaian konflik agrarian dengan skema 70% masyarakat dan 30 pemerintah, bahkan sudah dibuat rencana peruntukannya secara tertulis itu pun tidak terlaksana, apa lagi baru kesepahaman lisan semua bisa berubah seperti proses- proses yang telah lewat.

“Masyarakat Sumberklampok tidak membutuhkan  “PAHLAWAN KESIANGAN” untuk penyelesaian konflik agraria  di Desa Sumberklampok,” tegas Artana.

Seperti diberitakan sebelumnya Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali menegaskan mendukung dan mengawal penuh rencana pembangunan Bandara Bali Utara. Aspek lingkungan, agraria dan tata ruang (ATR) menjadi fokus dan konsern BIPPLH.

Penegasan ini juga disampaikan Ketua Umum BIPPLH Bali Komang Gede Subudi saat diberikan kesempatan menyampaikan pandangannya dalam Forum Diskusi Kelompok (Focus Group Discussion/FGD) Rencana Pembangunan Bandara Bali Utara yang digelar di Gedung Gajah, Jaya Sabha, Rumah Jabatan Gubernur Bali, Rabu (18/11/2020).

“BIPPLH melihat dari sisi lingkungan dan ATR karena kita pengawas pembangunan dan aktivitas lingkungan yang sangat konsern menjaga alam lingkungan Bali,” kata Subudi dalam FGD yang dipimpin dan dihadiri langsung Gubernur Bali Wayan Koster ini.

BIPPL mengaku siap memberikan masukan dan pengawalan dari sisi lingkungan dan ATR terhadap rencana pembangunan Bandara Bali Utara yang direncanakan berlokasi di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.

Dukungan penuh ini diberikan karena BIPPLH melihat pendekatan perencanaan pembangunan yang dilakukan Gubernur Bali sangat komprehensif dan yang terpenting bersifat humanis, memanusiakan masyarakat di rencana lokasi pembangunan Bandara Bali Utara.

Bagi BIPPLH baru kali ini ada Gubernur memanusiakan rakyatnya dalam sebuah rencana pembangunan megaproyek yang dari awal memang muncul pro kontra mengeni lokasinya sebagai sebuah dinamika pembangunan.

“Rakyat tidak mempersulit pemimpin. Dan pemimpin tidak mensengsarakan rakyat. Pendekatan humanis yang dilakukan Gubernur Bali memanusiakan manusia,” kata Subudi.

Dalam prosesnya karena masyarakat merasa dimanusiakan mereka akhirnya setuju dengan rencana pembangunan bandara. Tidak kalah penting Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama selaku representasi rakyat Bali beberapa kali terjun langsung memantau ke lapangan, dan memastikan proses komunikasi dengan masyarakat berjalan baik.

“Kami merasa happy karena baru kali ini ada kesepahaman rakyat dengan pemerintah. Kalau ditarik ke belakang tahun 1990-an warga pernah pernah ditakuti-takuti bedol desa, tahun berikutnya mereka hendak digusur tapi tidak mau bergeser sejengkal pun dari tanah mereka. Tapi kali saya melihat masyarakat happy setelah ada kesepahaman dengan Pemprov dan siap malah menunggu kapan direlokasi ,” papar Subudi. (dan)