Foto: Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Karangasem Dr. I Wayan Artha Dipa, S.H.,M.H.,yang juga Wakil Bupati Karangasem.

Karangasem (Metrobali.com)-

Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Karangasem Dr. I Wayan Artha Dipa, S.H.,M.H.,mengajak para Tata Praja Desa Adat di 190 desa adat di Karangasem untuk terus meningkatkan kualitas SDM-nya.

Hal ini penting sebab Tata Praja Desa Adat juga akan mengurusi hal-hal administratif. Misalnya pelaporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran bantuan dari Pemerintah Provinsi Bali yang kini dikucurkan langsung ke desa adat.

“Tata Praja Desa Adat wajib meningkatkan kualitas SDM dan agar hati-hati mengelola anggaran bantuan dari pemerintah,” kata Artha Dipa di Karangasem, Selasa (21/1/2020).

Wakil Bupati Karangasem ini menerangkan desa adat di Bali punya payung hukum yaki Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat. Perda ini ditetapkan Gubernur Bali Wayan Koster dalam rangka meningkatkan perlindungan dan penguatan desa adat di Pulau Dewata.

Aturan ini disusul dan diperkuat pula dengan terbitnya Peraturan Gubernur No. 34 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali.

Pergub ini mengatur, memperjelas, dan mempertegas Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Adat. Dimana Anggaran Pendapatan Adat bersumber dari: Pendapatan Asli Desa Adat, Alokasi Dana Desa Adat dari Pemerintah Provinsi Bali, Bantuan Keuangan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota, Sumbangan Dana Punia.

Sedangkan Anggaran Belanja Desa Adat terdiri atas: Belanja Rutin dan Belanja Program. Anggaran untuk Desa Adat ditransfer langsung ke rekening Desa Adat, tidak lagi memakai mekanisme Bantuan Keuangan Khusus atau BKK.

Hindari Kesalahan Administrasi

Jadinya, kata tokoh yang digadang-gadang sebagai Bakal Calon Bupati Karangasem mendampingi Gede Dana di Pilkada Karangasem Tahun 2020 ini, adanya bantuan langsung ke desa adat ini menuntut kesiapan kualitas SDM di desa adat agar setara juga dengan SDM di desa dinas.

Kalau SDM tidak diperbaiki, imbuh birokrat berpengalaman yang dikenal bersahaja ini, maka berpotensi ada kesalahan administratif dan berpotensi juga ada penyalahgunaan anggaran.

“Sekarang bukan sifatnya Bantuan Keuangan Khusus (BKK) tapi langsung dananya ditranfer ke desa adat. Tentu dituntut administrasi desa adat yang baik. Jangan sampai ada salah,” kata Artha Dipa mengingatkan.

Menurut mantan Sekda (Sekretaris Daerah) Pemerintah Kabupaten Karangasem ini tugas dan tanggung jawab di desa adat sebenarnya lebih kompleks dan lebih berat. Karenanya  berharap semoga tidak ada pengurus di desa adat atau Tata Praja Desa Adat yang sampai tersandung masalah hukum terkait pengelolaan dana bantuan pemerintah ini.

“Memang tidak seperti membalikkan telapak tangan karena ini baru dan memang perlu penyesuaian,” imbuh tokoh adat seni budaya yang  juga aktif di kegiatan pendidikan dan sosial, salah satunya sebagai pendiri Panti Asuhan Yasa Kerti Karangasem, yang kini mempunyai ratusan anak didik maupun alumni.

Perlu Penguatan Pendampingan

Karenanya, tegas Artha Dipa, selain peningkatan kualitas SDM yang penting pula penguatan pendampingan oleh pendampingan desa dan pemantauan dari pemerintah.

“Desa dinas saja perlu pendampingan apalagi desa adat,” kata mantan Kepala Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Pemerintah Kabupaten Karangasem ini.

Ia pun mengingatkan desa adat agar menjadikan Perda dan Pergub yang sudah ada ini sebagai payung hukum dan acuan dalam melaksanakan aktivitas atau program di desa adat.

“Jangan keluar dari payung itu,” tutup Artha Dipa yang juga aktif ngayah sebagai ketua panitia pembangunan sejumlah pura ini. (dan)