Anas Urbaningrum

Jakarta (Metrobali.com)-

Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengaku tidak ikut campur dalam masalah dana yang dikeluarkan sukarelawan saat Kongres Partai Demokrat pada Mei 2010.

“Para saksi tadi kan juga bilang saya tidak pernah mengurus hal itu. Itu kan untuk cita-cita mereka biar dapat ketua umum yang bagus, dan itu kepentingan bersama,” ujar Anas dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Kasus Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (7/8).

Ada sembilan saksi yang dihadirkan pada sidang tersebut, yaitu empat anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrat Nirwan Amir, Ruhut Sitompul, Pasha Ismaya Sukardi, dan Saan Mustofa.

Selain itu, Herlas Daniar, M. Rahman dari swasta, notaris/pejabat pembuat akta tanah di Tangerang Selatan Didik Mukriyanto, Denny Januar Ali dari Lingkaran Survei Indonesia, serta tim ahli proyek Hambalang Lisa Lukitawati.

Dalam sidang tersebut, Saan Mustofa mengaku tidak ada pihak yang menggerakkannya dalam mengeluarkan iuran kongres karena masing-masing daerah pemilihan (dapil) bertanggung jawab terhadap hal tersebut.

“Tidak ada koordinasi dengan Nazarudin juga. Kalau saya, ya, bagaimana tanggung jawab di dapilnya,” kata Saan ketika ditanya mengenai peran Nazarudin dalam pencalonan Anas sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat.

Saan juga menjelaskan bahwa sukarelawan membantu karena yakin apabila Anas terpilih, Demokrat akan membawa partai yang lebih baik.

Ia juga menjelaskan bahwa sukarelawan merupakan pihak-pihak yang dekat secara personal dan memiliki hubungan yang baik dengan Anas.

“Ada beberapa yang dekat sebelum di partai. Kalau saya, ‘deket’ sejak 1995,” tutur Saan.

Anas menjadi tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.

Anas diduga menerima “fee” sebesar 7–20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk satu unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, satu unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta, dan uang Rp116,52 miliar serta 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.

Uang tersebut digunakan untuk membayar hotel-hotel tempat menginap para pendukung Anas saat Kongres Partai Demokrat di Bandung, pembiayaan posko tim sukarelawan pemenangan Anas, biaya pertemuan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD), dan pemberian uang saku kepada DPC, uang operasional, dan “entertainment”.

Di samping itu, biaya pertemuan tandingan dengan Andi Mallarangeng, “road show” Anas dan tim suksesnya pada bulan Maret–April 2010, deklarasi pencalonan Anas sebagai calon ketua umum di Hotel Sultan, biaya “event organizer”, siaran langsung beberapa stasiun TV, pembelian telepon selular merek Blackberry, pembuatan iklan layanan masyarakat, dan biaya komunikasi media.

Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar. AN-MB