Yusril: UU Kepailitan Keliru Ditafsirkan
Denpasar (Metrobali.com)-
Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, saat ini UU Nomor 37 Tahun 2004 Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Hutang banyak ditafsirkan keliru oleh sebagian kalangan. Kekeliruan interpretasi itu, sambung Yusril, menyebabkan maraknya mafia kepailitan. “Sebagai perumus UU itu, saya menyatakan telah terjadi penyimpangan dalam praktiknya,” kata Yusril di Bali, Selasa 31 Juli 2012.
Mafia hukum dalam konteks kepailitan, ucap dia, telah meresahkan berbagai pelaku usaha. Di Bali, mafia kepailitan menyasar hotel-hotel. Mafia hukum ini bersekongkol mempailitkan hotel-hotel yang masih sehat, salah satunya Aston Resort and Spa, Tanjung Benoa, Kuta hingga mengalami kerugian sebesar.
Dugaan mafia hukum bersekongkol mempailitkan hotel-hotel di Bali disampaikan Yusril selaku PT Dewata Raya Indonesia (pemilik Aston Villa). “Oknum di bank dan kurator berusaha dengan segala cara mempailitkan nasabah. Mereka menafsirkan UU Kepailitan itu semaunya,” kata Yusril.
Yusril menjelaskan bahwa setelah berhasil mempailitkan sebuah perusahaan atau perseorangan, para mafia tersebut lelang aset perusahaan/perseorangan dengan murah. “Pembelinya pun adalah bagian dari oknum yang memmbeli dengan cara kolusi dengan kurator,” kata Yusril.
Modus para mafia hukum mempailitkan adalah dengan membuat seolah-olah para debitur, baik perusahaan ataupun perseorangan tidak mampu membayar kredit padahal sedang dalam keadaan sehat dan lancar. “Mereka bukannya jual jaminan tapi langsung ambil langkah pailit,” kata Yusril.
Semestinya, pihak bank sebelum melakukan pailit melakukan analisis mendalam. Jika debitur tak mampu bayar maka mengeksekusi agunan. “Tapi bank malah mempailitkan nasabah, sehingga nasabah jadi kelimpungan,” katanya.
Yusril mengatakan, mafia hukum yang sering mempailitkan perusahaan terdiri dari oknum bank, pengacara, kurator, dan pengadilan niaga Surabaya. “Ada tidak beres dari oknum di bank, pengacara, kutator dan pengadilan niaga surabaya,” katanya.
Kejahatan mafia kepailitan ini, menurut Yusril, sangat serius karena akan mengancam pengusaha dan mematikan usaha swasta karena dipailitkan dengan cara tidak fair.
Salah satu hotel yang terjerat mafia hukum kepailitan adalah Aston Villa di Tanjung Benoa, Kuta. Yusril menyebutkan, PT DRI pengelola Aston Villa tak layak dipailitkan karena hotel tersebut sedang sehat, operasionalnya lancar, tingkat okupansi 90 persen.
Hotel Aston Resort and Spa memiliki kredit di Bank Mandiri sebesar 14 Juta USD atau Rp33 miliar atau pada tahun 1996. Hotel Aston telah melunasi sebesar Rp70 miliar.
Karena telah membayar kredit melebihi hutang, Direktur PT DRI Rustandi Yusuf menggugat Bank Mandiri untuk mendapatkan kepastian apakah kreditnya dalam bentuk rupiah atau dolar pada tahun 2009.
Tiba-tiba, Bank Mandiri mengajukan kepailitan hotel Aston melalui mekanisme penundaan kewajiban pembayaran utang ke PN Niaga surabaya. Yusril menilai banyak kejanggalan dalam upaya kepailitan yang dilakukan Bank Mandiri. Bank BUMN ini menggandeng Dispenda Kabupaten Badung untuk mengajukan kepailitan ke pengadilan.
“Bank Mandiri tiba-tiba mengajak mengajak Dispenda badung yang tidak memiliki piutang ke hotel Aston hanya untuk memenuhi syarat hukum,” kata tim pengacara Agus Dwi Warsono. Akhirnya, PN Niaga Surabaya memutuskan pailit Astona Resort and Spa dengan dua kreditur, yaitu Bank Mandiri dan Dispenda Badung.
Kurator pun bersepakat dengan Bank Mandiri memblokir rekening Rustandi di Bank BCA sebesar Rp33 miliar, Panin sebesar Rp40 miliar, dan BNI atau total sebesar Rp90 miliar.
Kurator juga melelang bangunan dan tanah hotel Aston sangat rendah yaitu Rp182 miliar dari harga sebenarnya Rp595 miliar. Akibat kejahatan mafia kepailitan tersebut, hotel Aston mengalami kerugian tanah dan bangunan senilai Rp600 miliar, inventaris hotel atau barang sekitar Rp 52 miliar, dan dana di empat bank Rp90 miliar.
“Atas kejahatan itu, kami melaporkan pidana bank Panin, BCA, Mandiri, dan Dispenda Badung tentang tindak pidana perbankkan pasal 47 ayat 2. Jonto pasal 49 ayat 1 hurf a, jonto pasal 42 ayat 2 (b) UU no 7 th 92 ttg perbankkan sebagaimana diubah UU No 10 th 98,” kata Agus. BOB-MB
3 Komentar
Hal ter4sebut diatas adalah resiko dan dampak dari suatu pilihan Negara yang menerapkan sistem Kapitalisme, dan tambah kacau kalau mental para pelaku dan praktisi bermoral buruk dan serakah yang ujung ujungnya membuat negara kita menjadi rapuh , dan semoga krisis ekonomi ditahun 1997- 1999 tidak terjadi lagi,Aplagi BLBI sampai sekarang tidak pernah dilaporkan berapa kerugian Negara ?
Senasib dgn hotel bintang 3. Bali hai hotel pinggir pantai kuta seluas 3 hektar dilelang sekitar harga 150 m. Asset pemilik bank dagang bali ,Terkait kasus bank dagang bali dilelang sangat murah ,demikian juga pertamina ditohpati dan ,villa serta asset lain
Para korban Pailit sangat menderita krn ulah segerombolan PENJAHAT berdasi berhati Iblis dan sikap arogan dari oknum Hakim yg mengambil keputusan berdasarkan ke UANG an yg Maha Kuasa..kejahatan ini sdh menjadi TREND dan Segerombolan oknum2 Berdasi telah me-MAIN kan Sinetron Criminal Berbaju Intelektual dan pembodohan terhadap makna UU 37 th 2004 yg sebenarnya ( Oknum2 Kurator,Lawyer/Advokat/perbankan/perpajakan,cukong belalang pelahap,oknum pejabat Lelang ) saling bermanuver utk pertunjukan Panggung Sandiwara KEPAILITAN,dengan Bangga nya masuk Media Cetak dan Siar,memposisikan diri layaknya SELEBRITI ,berbicara santun laksana pemuka agama,bercerita hasil capaian target mereka dengan BANGGA!!!!!!!
Oh Tuhan Allah yang Berkuasa Atas Kehidupan ini…dengarkan rintihan derita dan sayatan tangisan dari mereka yang ter Zolimi ,Hanya hukum dari Engkaulah yang Adil ,berikan ganjaran yang sepantas2 nya dariMu,maka mereka PASTI akan menjadi CONTOH Tumbal yg menimbulkan Efek Jera supaya mereka tidak akan pernah bermain bahkan hanya memikirkan untuk menjalankan saja TAKUT akan KebesaranMu…Amin