Bermula dari respon kreatifnya atas sebuah cerpen, Ine Febriyanti mengawali debut sutradaranya dengan memproduksi film bertajuk “Tuhan Pada Jam 10 Malam”. Film perdananya ini dihadirkan di Bentara Budaya Bali, pada Minggu (15/7). Selain pemutaran film, pada kesempatan yang sama diadakan pula workshop film bersama Ine Febriyanti dan diskusi seputar perfilman bersama Dwitra J. Ariana.

“Dalam workshop nanti Ine akan membagi pengalaman kreatifnya perihal film, panggung teater dan seni peran, tak ketinggalan juga seputar proses pembuatan berikut aspek-aspek produksi film lainnya, “ sebut Yulia Evina, manager Ine Febriyanti.

Film Tuhan Pada Jam 10 Malam berangkat dari sebuah cerpen berjudul Eksperimen Moral yang berkisah tentang tuduhan pemerkosaan serta pembunuhan yang ditimpakan pada Marwansikumbang, seorang guru pendidikan moral di sebuah sekolah. Sang korban ialah murid terdekatnya, Gadis Anjarini. Sebuah persidangan digelar, yang secara tidak terduga membuka keterkaitan hubungan antara sang Guru, Murid, hingga tokoh-tokoh lainnya seperti Seroja (Istri Marwansikumbang), Tuan Ego, dan sebagainya. Dibintangi oleh Hanindawan Soetikno (Marwansikumbang), Non Karlina (Seroja) dan Wulan Septikasari (Gadis Anjarini).

Tambah Yulia, bahwa naskah dan produksi film ini sungguh-sungguh digarap sendiri oleh sutradaranya secara otodidak. Namun justru di sinilah keunggulan Ine dalam menyajikan film yang tidak hanya menarik dari segi finishing tetapi juga kaya imaji dan beragam kemungkinan. Sebelumnya film ini telah diputar di Yogyakarta, Solo, dan Jakarta.

Sang sutradara, Ine Febriyanti, lahir di Semarang, Jawa Tengah, 18 Februari 1976 adalah bintang film Indonesia dan sempat tampil dalam beberapa pertunjukan teater. Ine turut ke dunia seni peran dengan membintangi sinetron Darah Biru, terlibat dalam penggarapan lakon drama Miss Julie karya dramawan Swedia, Johan August Strindberg yang dimainkan bersama Teater Lembaga Institut Kesenian Jakarta. Ia pun tampil dalam lakon Opera Primadona, di Teater Tanah Airku, sutradara Nano Riantiarno. Terlibat dalam sebuah pementasan kolaborasi teater di Jepang berjudul, The Whale on The South Sea. Pementasan itu berlangsung 27 kali, yaitu 23 kali di Tokyo dan empat di Okinawa.

Ine Febrianti pernah terlibat Pentas Teater “Nyai Ontosoroh”, adaptasi Novel “Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer oleh penulis Naskah Faiza Mardzoeki, dengan sutradara Ken Zuraida. Baru-baru ini Ine menyutradarai sebuah film ombinus Kita Vs Korupsi (Januari, 2012).
Sementara Dwitra J. Ariana yang lahir di Jeruk Mancingan, 1 Juli 1983 telah mulai berkesenian dengan berteater di Sanggar Cipta Budaya SLTP 1 Denpasar dan Teater Angin SMU 1 Denpasar. Sehari-harinya bertani dan beternak di kampungnya, Jeruk Mancingan, Susut-Bangli sambil sesekali membuat film bersama Sanggar Siap Selem binaannya. Film-filmnya pernah terpilih sebagai Nominee Festival Film Indonesia (FFI) 2011, Best Director & Best Documentary Docdays 2011 FE-UI, Film Terbaik Festival Film Kearifan Budaya Lokal 2011 Kemenbudpar, Film Terbaik Festival Film Dokumenter Bali (FFDB) 2011, 4 Official Selection Ganesha Film Festival (Ganffest) ITB 2008 Bandung, Surabaya Film Festival (S13FFEST) 2007, Videot (Festival Video Indonesia-Belanda) 2008, Nominee Festival Film Dokumenter (FFD) Jogjakarta 2006 .