Klungkung (Metrobali.com)
Khasus rebutan Pura Dalam, Prajapati dan Setra antara Budaga dibantu Tempek Kangin seperti Gunung Niang dan Pande Galiran dengan Desa Adat Kemoning nampaknya belum selesai. Padahal khasus ini sempat menelan korban jiwa dan puluhan orang luka tembak. Dari MUDP Bali sudah mengeluarkan keputusan dan mengatakan kalau persoalan Pura Dalem, Setra dan Prajapati kembali ke jati mula seperti dresta yang sudah ada selama ini. Dimana Pura dan setra tersebut ke empon 4 tempek.
Namun demikian pihak Budaga merasa kecewa, karena faktanya di bawah keputusan MUDP Bali tersebut ternyata tidak dilaksanakan pihak Kemoning. Untuk itu pada Jumat (1/6) sekira pukul 11.00 wita, sekitar 200 warga dengan berpakaian Adat Madya diantaranya dari Desa Pakraman Budaga, Gunung Niang dan Pande Galiran mendatangi kantor Bupati Klungkung.

Di kantor Bupati, warga diterima di Praja Mandala Kantor Bupati Klungkung. Warga sendiri dipimpin langsung Kelian Gde Tempak kauh Ketut Suartana dan salah satu tokoh masyarakat banjar Pande Galiran Gde Suardana. Karena Bupati Wayan Candra sedang berada di Jakarta, kedatangan Warga diterima Wakil Bupati Klungkung Tjokorda Gde Agung didampingi Asisten I Bidang Pemerintahan Ida Bagus Mataram, Kadisbudpar Wayan Sujana, Kabag Humas Wayan Sumarta dan Kasat Pol PP Komang Dharma Suyasa. Warga di terima di Praja Mandala, Kantor Bupati Klungkung.

Dalam kesempatan itu Suartana mengeluhkan beberapa hal. Diantaranya belum bisa dilaksanakanya keputusan MUDP Bali. Padahal kedua pihak yang bersengkata sepakat dan telah mengeluarkan pernyataan secara tertulis untuk mentaati apapun keputusan dari  MUDP Bali. Namun faktanya kubu Kemoning belum bisa menerima. Untuk itu kegiatan yang terjadi di Pura Dalem sendiri juga belum sejalan sesuai dresta seperti semula.

Suartana mengakui kalau ngaturang piodal dilakukan secara bergiliran seperti dresta sebelumnya, dan hal ini diperkuat keputusan MUDP Bali. Namun pihak Budaga (tempek Kauh) yang rencananya akan ngaturang piodalan pada Rabu (Bude Wage Dukut (6/6) mendatang tidak diijinkan pihak Kemoning. “Kami hanyan diperbolehkan sembahyang…untuk ngaturang piodalan tidak diijinkan,” ujar Suartana.

Pihaknya sendiri mengaku sudah 2 kali bertemu dengan bendesa Adat kemoning, Mustika. Namun pihak Mustika tetap tidak memberikan atau mengijinkan tempek Kauh untuk ngaturan odalan. Padahal menurut Suartana karena Karya sudah dilakukan kubu Kemoning mestinya sekarang ini menjadi kewajiban Tempak kauh (Budaga) untuk melakukan piodalan. Tidak itu saja Jaroan Pura Dalem juga di kunci. Akibatnya warga Budaga dan tempek lainya yang akan melakukan persembahyangan kecil tidak bisa masuk.

“Masak pura milik bersama untuk sembahyang kecil (tanpa Jro Mangku red) tidak bisa masuk ke jeroan. Kami terkadang kesulitan, masak hanya untuk sembehyang kecil buat otonan anak untuk nunas tirta misalnya sampai datangkan jro mangku, kalau tidak bisa di buka karena terkunci,” ungkapnya.

Hal ini menurut Suartana juga sudah sempat dibicarakan dengan Bendesa Adat Kemoning Wayan Mustika. Namun saat itu kubu Kemoning beralasan untuk keamanan. “Kalau memang untuk keamanan mestinya kunci diberikan ke masing masing tempek,” ujarnya. Namun saat mengusulkan itu pihaknya terkesan di pimpong antara Jro mangku dan Wayan Mustika.

Sementara soal kapan tempek kauh dan kangin bisa melaksanakan hak- haknya menggelar piodalan, menurut Mustika yang ditirukan Suartana jika dibawa sudah kondusif. Bahkan Mustika yang juga menurut Suartama tidak mensosialisasikan keputusan MUDP Bali. “Tidak perlu  biarkan saja berkembang dibawah sampai kondusif,” ujar Suartama menirukan perkataan Mustika saat menemuinya beberapa waktu lalu.

Sementara itu kubu Pande Galiran, yang diwakili Gde Suardana juga mengaku keberatan soal jalan ke setra. Karena beberapa kali kubu banjar Pande Galiran mau ngaben dan mengarak bade menuju Setra tidak diperbolehkan melewati jalan yang ada di wilayah Desa Kemoning. Padahal sesuai dresta jalan tersebut sejak lama dilalui warga galiran kalau mau ke setra serta jalan tersebut menurut Suardana adalah jalan Kabupaten menuju jalan provinsi bukan jalan Desa. “Ini ada kesan kok pemerintah kalah dengan Desa,” ujarnya heran. Selama ini warga galiran diakuinya sudah mengalah, demi keamanan terpaksa jalan memutar.

Suardana sendiri menilai sejauh ini kalau beberapa pihak tidak ada komitmen untuk menyelsaikan masalah tersebut. Sementara Wayan Bawa yang juga penglingsir Desa Adat Budaga berharap keputusan segera. “Tiang berharap segera ada keputusan. Apakah kami dari Budaga dan tempek lainya bisa menggelar Piodalan Buda Wage Dukut ini,” ujarnya.

Menanggapi pernyataan Warga, Wabup Klungkung Tjokorda gde Agung mengaku kalau Pemerintah sangat konsen untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hanya saja pihaknya minta waktu untuk menyampaikan aspirasi warga tersebut kepada Bupati. Rencananya dalam waktu dekat ini Pemkab Klungkung berencana mengundang MUDP Bali dan 4 tempek pengempon Pura Dalem, Setra dan Prajapati tersebut. Ini sekaligus sosialisasi soal keputusan tersebut, ujar Wabup.
Mendapat penjelasan dan kepastian dari wabup, wargapun akhirnya membubarkan diri dengan tertib dan kembali kerumah masing-masing dimana dalam pertemuan tersebut berlangsung selama 1 jam. SUS-MB