Denpasar (Metrobali.com)-
Pembangunan tol yang menghubungkan Benoa-Bandara Ngurah Rai-Nusa Dua dikritik oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali. Organisasi peduli lingkungan itu mengkritisi penggunaan ribuan tiang pancang dalam pembangunan tol di atas laut tersebut.  Deputi Internal Walhi Bali, Suriadi Darmoko mengatakan, sejak disosialisasikan, tol digarap oleh empat konsorsium BUMN itu telah menjadi sorotan publik, mulai dari penentuan kawasan, konstruksi hingga tahapan pembangunan.

“Sedari awal, pembangunan tol yang rencananya dibangun dengan menggunakan tiang pancang kini mulai berubah haluan karena salah prediksi pasang surut air laut. Meskipun tidak disebutkan pada dokumen amdal, tapi saat ini pelaksana proyek mulai melakukan pemasangan tiang pancang dengan melakukan pengurugan,” sebut Darmoko, Kamis 5 Juli 2012.

Walhi, kata Darmoko, memandang bahwa teknik pembangunan tol telah menyalahi Amdal dan mengancam keberlanjutan lingkungan hidup di pesisir dan laut Bali. “Seharusnya pembangunan tol memasang tiang pancang dan tidak melakukan pengurugan. Tetapi kenyataan di lapangan berbanding terbalik. Dalam sosialisasi Amdal secara gamblang dijelaskan tidak ada pengurugan. Dengan adanya pengurugan secara otomatis merusak ekosistem yang kawasan tersebut,” sebut Darmoko.

Komitmen untuk menjaga keberlanjutan lingkungan hidup ekosistem pesisir kelautan di Bali, menurut dia, harus konsisten dijalankan. Pengurugan, menurutnya, untuk mempercepat perampungan jalan untuk mendukung pertemuan KTT APEC 2013 mendatang.  Proses pembangunan yang terlalu cepat dan tergesa-gesa dan tidak melakukan perhitungan teknis secara cermat, sambung Darmoko, menyebabkan pesisir dan kelautan Bali kembali menjadi korbannya.

“Secara teknis sudah tidak memungkinkan membangun jalan itu dalam waktu yang relatif singkat, mengingat ada ribuan tiang pancang yang harus dipasang. Pembangunan jalan dengan melakukan pengurugan untuk pemasangan ribuan tiang pancang ini sudah jelas merusak. Pesisir dan laut Bali yang selama ini tercemar oleh sampah semakin diperparah dengan adanya pengurugan ini,” jelas Suriadi.

Selayaknya, semua pihak harus belajar dari pembabatan hutan bakau dan pengurugan di pesisir Pulau Serangan, penimbunan limestone dalam proses pembangunan Mulia Resort yang telah merusak dan mematikan keanekaragaman hayati di kawasan pesisir dan laut.  Jika tol ini tepat guna untuk mengurai kemacetan di ruas Jalan By Pass Ngurah Rai dari Benoa sampai dengan Nusa Dua, maka perhitunganya harus matang, sehingga tidak menambah deretan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di Bali. perhitungkan teknis dengan cermat agar lingkungan hidup tak dijadikan korban.

“Jika saat pemasangan tiang pancang sampai ribuan dengan melakukan pengurugan, berapa ton material yang akan di tumpuk di kawasan konservasi tersebut. lalu bagamaina dengan kerusakan yang ditimbulkan,  Apakah sudah sudah dilakukan studi komprehensif terkait pengurugan,” pungkas Suriadi. BOB-MB