Denpasar (Metrobali.com)-

Jumlah generasi emas bangsa yang putus sekolah di Bali setiap tahun kian terus bertambah. Ini karena jenjang pendidikan dasar dan menengah sebagai tahapan paling krusial dalam perkembangan ekonomi dan sosial bangsa serta proses awal dalam mencetak karakter bangsa belum tertangani secara maksimal.

Tak hanya itu, aksesnya pun cenderung masih sangat terbatas. Pasalnya, kendala kualitas dan relevansinya masih sangat terbatas bagi kalangan masyarakat tertentu saja. Mahalnya biaya pendidikan dengan maraknya pungutan liar masih menjadi persoalan klasik yang selalu memicu konflik kesenjangan sosial dan ketidakadilan antara siswa dari masyarakat miskin dengan kalangan elite.

Tak pelak, program pemerintah tentang rintisan wajib belajar (wajar) 12 tahun, yaitu hingga jenjang pendidikan menengah atas (SMA/SMK) terkesan masih sebatas wacana populis dan tinggal harapan bagi siswa miskin.

Hal ini diungkap, Ketua Dewan Pendidikan Kota Denpasar, Putu Rumawan Salain. Maka itulah, dia berharap sistem pendidikan sebagai proses pengembangan ilmu pengetahuan, pembentukan sikap dan keterampilan generasi emas bangsa yang produktif dan sehat berharap dapat disikapi secara lebih serius ke depannya. Guna mencetak lulusan yang tidak hanya cerdas tapi juga kreatif, sehingga mampu bersaing secara kompetitif dan mandiri.

Di samping itu, sebagai upaya mengatasi membludaknya pengangguran intelektual di Bali pada masa mendatang. Setiap lulusan (siswa) yang tidak mampu melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi secara otomatis semestinya dapat memberdayakan potensi dirinya dengan maksimal dalam memenuhi kebutuhan ekonomi kehidupannya. “Karena itu, pemerintah mesti punya ambisi dan komitmen kuat untuk memenuhi tantangan tersebut,” sentilnya.

Menurutnya, selama ini sistem pendidikan cenderung masih mencetak lulusan yang sekadar cerdas tapi sangat minim daya cipta kreatif. Sehingga tidak mampu mandiri dan bersaing secara kompetitif dalam menghadapi derasnya arus persaingan kemajuan teknologi globalisasi. “Maka itu peningkatan pendidikan kreatif di jenjang pendidikan dasar maupun menengah patut diprioritas karena merupakan jalan utama menuju kemakmuran bangsa,” tegasnya.

Lebih jauh, Kadisdikpora Bali, IGN Gde Sujaya mengakui sejatinya upaya untuk mencetak lulusan yang kreatif sudah mulai tampak dengan meningkatkan siswa melanjutkan pendidikannya ke jenjang kejuruan seperti SMK sederajat. Yang terpenting, saat ini adalah upaya menjalin kerjasama antara kalangan industri dengan dunia pendidikan. “Sehingga kurikulum pendidikan kreatif dapat mencetak lulusan yang sinergi dengan kebutuhan dan proses pengembangan dunia industri pada masa mendatang,“ katanya. IJA-MB