Denpasar (Metrobali.com)-

Wakil Gubernur Bali yang juga calon Gubernur Bali, AA Ngurah Puspayoga, dilaporkan seorang warga Buleleng ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Bali, pada Rabu (17/04). Warga bernama I Gede Suardana itu melaporkan Puspayoga dalam kasus dugaan penyalah-gunaan wewenang sehingga merugikan negara sebesar Rp 480 juta.

Laporan warga ini sudah barang tentu sangat menghebohkan masyarakat Bali. Betapa tidak, sebelumnya, Ketua DPRD Buleleng yang merupakan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Bali, Nyoman Sukrawan, juga dilaporkan ke Kejati Bali terkait dugaan korupsi.

Dalam pengamatan di Polda Bali, I Gede Suardana datang sendirian ke SPKT dengan membawa bukti dokumen  yang akan disampaikannya ke petugas pemeriksa SPKT. Dihadapan petugas SPKT, I Gede Suardana membeberkan bahwa dia datang melaporkan panitia pelantikan Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana sebagai terlapor I dan Wakil Gubernur Bali, AA Ngurah Puspayoga sebagai terlapor II. “Saya datang ke Polda untuk melaporkan panitia pelantikan Bupati Buleleng dan Wakil Gubernur Bali, Puspayoga,” ungkap Suardana kepada wartawan usai melapor.

 

Menurutnya, laporan ini bermuara pada pelantikan Bupati Buleleng per 24 Juli lalu dan dilantik langsung oleh Wakil Gubernur, Puspayoga. Namun pelantikan batal dan akhirnya pelantikan ulang dilakukan oleh Gubernur Bali, Made Mangku Pastika. Yang menarik untuk diketahui, bahwa akibat dari pembatalan pelantikan itu, negara mengalami kerugian sebesar Rp 480 juta. Dan, dana tersebut berasal dari gelontoran APBD Buleleng.

 

“Ada kerugian negara sebesar Rp 480 juta dari pembatalan pelantikan Bupati Buleleng oleh Puspayoga. Uang itu sedianya menggunakan APBD Buleleng. Menurut saya itu sia sia dan pelantikan harus diulang lagi,” bebernya.

 

Padahal, kata I Gede Suardana, sebelum pelantikan dilakukan, sudah turun dua surat telegram kawat dari Kementerian Dalam Negeri melalui Ditjen Otonomi Daerah (Otda). Surat telegram pertama berisi penundaan pelantikan, dimana Gubernur Bali Made Mangku Pastika saat itu berhalangan karena sakit. Sementara surat telegram kedua menyebutkan, jika pejabat sementara atau pelaksana harian di Kabupaten Buleleng akan diserahkan ke Sekda Buleleng, Dewa Puspaka. Ironinya, pihak panitia pelantikan tetap memaksakan pelantikan Bupati Buleleng oleh Puspayoga.

 

“Ini sangat mengherankan, surat Otda sudah ada, tapi mengapa pelantikan tetap dilakukan, sehingga negara mengalami kerugian Rp 480 juta,” herannya.

 

I Gede Suardana yang saat itu mengenakan jas hitam membantah laporan terhadap Puspayoga bermuatan politis, menjelang Pilgub dalam waktu dekat. Dia mengaku kedatangannya melaporkan panitia pelantikan dan Puspayoga murni dari dirinya sendiri sebagai warga Buleleng.

 

“Laporan ini murni dari saya sebagai warga Buleleng dan tidak ada muatan politis,” tegas pria berkumis tipis ini.

 

Dia juga menilai bahwa sebenarnya persoalan ini sudah diketahui khalayak ramai dan banyak diantaranya ingin melaporkan. Namun karena tidak ada berani, dia akhirnya berinisiatif melaporkan ke Polda Bali terkait penyalah-gunaan wewenang itu.

 

Laporan I Gede Suardana diterima petugas piket SPKT dan membenarkannya. Namun petugas piket tersebut enggan mencantumkan namanya di koran ini karena laporan pelapor masih akan dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Dit Reskrimsus Polda Bali.

 

“Pelapor masih kita periksa dan keterangan akan dimuat di BAP Dit Reskrimsus Polda Bali. Coba konfirmasi ke atasan saya,” terangnya kepada sejumlah wartawan, pada Rabu (16/04).

 

Sementara itu Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Hariadi mengaku belum menerima laporan dari pihak Dit Reskrimsus terkait laporan I Gede Suardana kepada dua terlapor panita pelantikan Buleleng dan AA Ngurah Puspayoga. “Saya belum terima laporannya, nanti saya cek,” terangnya pada Rabu (17/04).RED-MB