Foto: Anggota Komisi II DPR RI Dapil Bali Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra) yang akrab disapa Gus Adhi mengucap syukur atas disahkannya RUU Provinsi Bali menjadi UU Provinsi Bali.

Jakarta (Metrobali.com)-

Lahirnya UU Provinsi Bali menjadi angin segar bagi penguatan kearifan lokal Bali seperti desa adat dan subak dalam upaya penguatan dan pemajuan budaya Bali. Sebab desa adat dan subak memungkinkan mendapatkan pendanaan dari pemerintah pusat.

Hal itu diatur dalam pasal 8 ayat 2 UU Provinsi Bali ini yang berbunyi “Pemerintah Pusat dapat memberikan dukungan pendanaan dalam rangka penguatan pemajuan kebudayaan, desa adat, dan subak melalui Pemerintah Daerah Provinsi Bali.”

Saat ditanya mengenai seperti apa nanti mekanisme termasuk berapa besar dana yang bisa dikucurkan pemerintah pusat untuk membantu desa adat dan subak di Bali, Anggota Komisi II DPR RI Dapil Bali Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra) yang akrab disapa Gus Adhi yang turut sukses mengawal pembahasan RUU Provinsi Bali hingga disahkan menjadi UU Provinsi Bali ini, menegaskan yang terpenting dalam spirit perjuangan UU Provinsi Bali ini adalah desa adat dan subak sudah diakui keberadaannya.

“Bentuk pengakuannya sudah barang tentu ke depannya kehadiran pemerintah pusat sangat penting di dalam menunjang penguatan dan kemajuan budaya tersebut. Terus kenapa jumlahnya tidak berisi, UU ini kan tidak dibentuk untuk satu tahun dua tahun tapi untuk kurun waktu yang sangat lama yang tidak tentu batas waktunya. Jadi tidak masuk angkanya disitu karena akan disesuaikan dengan kondisi keuangan negara. Mudah-mudahan bagus kondisi keuangannya, berarti bisa lebih banyak diberikan,” papar Gus Adhi saat dihubungi Selasa 4 April 2023.

Setelah RUU Provinsi Bali ditetapkan sebagai UU Provinsi Bali, kata Gus Adhi yang juga Anggota Fraksi Golkar DPR RI ini, maka PR ke depan adalah bagaimana melobi pusat agar desa adat dan subak bisa mendapatkan dana dari APBN karena memang memungkinkan untuk itu sesuai dengan pengaturan pasal 8 ayat 2 UU Provinsi Bali ini.

“PR kita ke depan adalah bagaimana melobi pusat Yang penting pintu masuknya sudah ada. Tinggal ke depan bagaimana kita memberikan gambaran apa yang harus kita perbuat dalam desa adat dan subak tersebut,” kata tokoh yang dikenal sebagai sosok wakil rakyat berhati mulia, gemar berbagi dan dikenal dengan spirit perjuangan “Amanah, Merakyat, Peduli” (AMP) dan “Kita Tidak Sedarah Tapi Kita Searah” ini.

Apakah otomatis setiap tahun ada bantuan dana dari pemerintah pusat untuk desa adat dan subak serta apakah itu wajib diberikah? Sebenarnya dengan adanya bunyi pasal 8 ayat 2 UU Provinsi Bali bahwa “Pemerintah Pusat dapat memberikan dukungan pendanaan dalam rangka penguatan pemajuan kebudayaan, desa adat, dan subak melalui Pemerintah Daerah Provinsi Bali,” maka kata Gus Adhi, kembali hal itu menjadi tanggung jawab moral pemerintah pusat.

“Banyak peraturan, UU yang tidak bisa dilaksanakan. Kan tergantung orangnya, dan masalahnya di penerapan peraturan perundang-undangan itu. Tapi saya berkeyakinan dengan niatan kita yang lurus, sudah saatnya pemerintah pusat memberikan perhatian dan kehadirannya penuh atas keberadaan budaya Bali,” jelas Anggota DPR RI dua periode ini lantas mengingatkan bahwa dengan adanya penguatan kemajuan budaya Bali maka outputnya adalah peningkatan keberadaan Bali sebagai daerah pariwisata dunia.

Jadi apakah bisa dipastikan di tahun 2024 desa adat dan subak bisa perdana mendapatkan kucuran dana dari pemerintah pusat melalui APBN? Ditanya demikian, Gus Adhi mengaku akan mengawal dan memperjuangkannya secara serius.

“Itu semangat kita bersama. Wajib untuk diperjuangkan mulai saat ini bagaimana keberadaan subak dan desa adat kita yang saat ini baru mendapatkan bantuan dari pemerintah provinsi Bali, mudah-mudahan di tahun 2024 bisa mendapatkan dana dari pusat,” beber politisi Golkar asal Jro Kawan, Kerobokan, Kabupaten  Badung ini.

Saat ditanya berapa angka yang layak bagi desa adat dan subak untuk dapat bantuan dana pemerintah pusat mengingat jumlah desa adat di Bali hampir 1500 desa adat, Gus Adhi menyebutkan bahwa setidaknya jika di angka Rp 500 juta per desa adat maka tentu tidak akan terlalu memberatkan pemerintah pusat.

Jadi kalau per desa adat dibantu Rp 500 juta maka dibutuhkan hanya Rp 750 miliar per tahun untuk membantu penguatan kebudayaan dan desa adat di Bali. “Kalau 500 juta per desa adat saya rasa tidak berat bagi pemerintah pusat. Dan ditambah bantuan untuk subak kalau dikasi 100 juta tidak berat juga,” ungkap Gus Adhi.

“Kalau melihat dari jumlah APBN yang ada dan niatan kita mewujudkan Bali yang maju dan sejahtera, saya rasa dengan kucuran dana 1 triliun saja untuk pemberdayaan desa adat dan subak nggak banyak kok. Yang penting niatan kita,” tutup Gus Adhi yang juga Ketua Harian Depinas SOKSI ini. (wid)