Made Dewantara

Made Dewantara Endrawan, SH

Karangasem (Metrobali.com)-

UU No. 8/2015 membenarkan pemasangan alat sosialisasi Pilkada, diluar yang difasilitasi KPU. Karenanya, wacana Bawaslu Provinsi Bali untuk merekomendasikan penurunan paksa alat sosialiasi Pilkada di lahan-lahan pribadi, diminta dicermati kembali, agar jangan sampai membuat kebijakan yang bertentangan dengan UU yang lebih tinggi. Lagi pula, dalam PKPU No. 7/2015, larangan memasang alat peraga hanya di tempat ibadah, lembaga pendidikan, rumah sakit serta fasilitas pemerintah. Di lahan-lahan perseorangan dan swasta diperbolehkan, asalkan seijin pemiliknya.

Bahwa pemasangan alat sosialisasi bukan seluruhnya menjadi kewenangan KPU untuk memfasilitasinya, jelas tertera dalam pasal 63 ayat 1 dan ayat 2 UU No. 8/2015 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG.

Hal itu dinyatakan oleh Made Dewantara Endrawan, SH, advokat muda dalam Divisi Hukum dalam Tim Pemenangan Sudirta-Sumiati. Ia menyayangkan pernyataan Ketua Bawaslu Bali, yang kurang cermat membaca UU dan peraturan. Bila memang kurang jelas, seharusnya yang bersangkutan berkonsultasi pada mereka yang ahli dan independen.

Dalam  UU No. 8/2016, khususnya pada pasal 65 ayat dicantumkan, (1) Kampanye dapat dilaksanakan melalui: a. pertemuan terbatas; b. pertemuan tatap muka dan dialog; c. debat publik/debat terbuka antarpasangan calon; d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum; e. pemasangan alat peraga; f. iklan media massa cetak dan media massa elektronik; dan/atau g. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan. PadA ayat  (2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f difasilitasi oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang didanai APBD.

Imbuh Endrawan, ‘’Kewenangan memfasilitasi oleh KPU, menurut UU No. 8/2015 pasal 65 ayat (1) hanyalah dari butir a sampai f. Sementara butir g, seperti disebut dalam pasal 65 ayat (2), jelas sekali bahwa KPU tidak diberi tugas memfasilitasi, dan itu berarti merupakan domain pihak lain,, termasuk tentunya pasangan calon, Tim, Relawan, dan masyarakat.  Tentu, sepanjang kampanye yang dilaksanakan dengan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk dikutip lagi, larangan itu di tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, fasilitas pemerintah, bukan di lahan pribadi.’’

Bila dilakukan penurunan paksa, hal itu bisa merupakan pelanggaran hak asasi berdemokrasi, sebagaimana diatur dalam UU HAM No. 39/1999. Dalam pasal 14 UU HAM terdapat ketentuan yang bunyinya,  ayat (1)‘’Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya, dan ayat (2) ‘’Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.’’

Lalu dalam pasal 31 ayat (1) disebutkan ‘’Tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu’’ dan ayat (2) Menginjak atau memasuki suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah bertentangan dengan kehendak orang yang mendiaminya, hanya diperbolehkan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

Apalagi, kalau dicermati alat sosialisasi yang dipasang di lahan pribadi tersebut bukanlah APK, karena tidak berisi kampanye dan ajakan memilih.RED-MB