Foto: Anak Agung Ngurah Gede Widiada (Gung Widiada) saat bersama Gubernur Bali Wayan Koster

Denpasar (Metrobali.com)-

Pengurus DPW Partai NasDem Bali Anak Agung Ngurah Gede Widiada (Gung Widiada) yang juga Penglingsir Puri Peguyangan Denpasar mendukung dan mengapresiasi berbagai upaya nyata Gubernur Bali Wayan Koster dalam melestarikan dan memajukan budaya termsuk melakukan penguatan desa adat.

Tokoh yang akrab disapa Gung Widiada ini juga memberikan dukungan terhadap upaya Gubernur Koster yang meminta Majelis Kebudayaan Bali (MKB) dapat bersinergi dengan pihak-pihak terkait untuk memetakan aset-aset budaya Bali yang tersebar di berbagai desa adat di Pulau Dewata.

“Sependapat dengan pernyataan Pak Koster yang minta aset-aset budaya Bali yang tersebar di berbagai desa adat agar dipetakan dan dikuatkan. Itu langkah strategis yang dilakukan oleh Pak Koster dalam konteks pelestarian dan pemajuan kebudayaan serta sekaligus juga menguatkan desa adat kita. Beliau adalah gubernur yang brilian dan penjaga peradaban Bali,” kata Gung Widiada yang juga Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu (Wakabid Bapilu) DPW Partai NasDem Provinsi Bali ini.

Hal itu juga dinilai sejalan dengan keberadaan puri yang sebenarnya juga menjadi bagian aset budaya Bali. Puri sebagai bagian kehidupan masyarakat Bali dimana dalam ruang sosial kultural puri masih ikut bersama masyarakat berkontribusi melestarikan kebudayaan.

Puri juga ikut berperan menjaga aset kebudayaan di desa adat, karena kebudayaan suka tidak suka diakui lahir dari puri di masa lalu dan masa kini. Puri yang punya kemampuan finansial dan mampu menata purinya lebih bagus masih aktif ikut bersama pemerintah melakukan gerakan pelestarian budaya.

Namun tidak dipungkiri ada juga puri yang dalam aspek ekonominya menjadi terlalu modern. “Tapi saya kira sebagian besar puri di Bali masih menganut pakem dharmaning agama dan dharmaning negara,” ujar Gung Widiada yang juga Anggota DPRD Kota Denpasar ini.

Puri ikut melakuan sesuatu untuk mengayomi wilayahnya. Puri juga bisa berperan lebih merekatkan hubungan kekerabatan di Bali antar masyarakat dan pemerintah.

“Puri menjadi bagian aset budaya Bali yang berharga. Dan itu sebuah realitas yang harus diberikan apresiasi oleh pemerintah karena puri dari zaman memperebutkan kemerdekaan ikut terlibat walau memang ada yang menonjol dan tidak. Jangan sampai puri dilihat feodal,” ucap Gung Widiada.

“Pak Koster bukan orang puri tapi seorang intelektual, saya yakin beliau melihat puri sebagai elemen kehidupan yang punya kekuatan untuk ikut berkontribusi menjaga stabilitas Bali, stabilitas sosial kultural sekaligus stabilitas politik,” sambung Ketua Fraksi NasDem-PSI DPRD Denpasar itu.

Kalau kondisi sosial politik stabil dan kondusif, ekonomi pasti berjalan apalagi Bali merasakan sangat tergantung dari pariwisata yang tidak terlepas dari kreativitas kebudayaan yang lahir dari puri, griya, para seniman, para tokoh dan tetua adat serta seluruh elemen masyarakat di Bali.

Sebelumnya Gubernur Bali Wayan Koster meminta Majelis Kebudayaan Bali (MKB) dapat bersinergi dengan pihak-pihak terkait untuk memetakan aset-aset budaya Bali yang tersebar di berbagai desa adat di Pulau Dewata.

“Ini langkah cepat harus dilakukan. MKB, dapat bersinergi dengan Dinas Kebudayaan, ISI (Institut Senin Indonesia), Dinas Pemajuan Masyarakat Adat, desa adat maupun perguruan tinggi lainnya untuk memetakan aset budaya kita,” kata Gubernur Koster dalam sambutannya saat membuka Pasamuhan Agung Kebudayaan Bali Tahun 2022 yang mengambil tema Budaya Pramananing Caksu Siddhi Taksu Jagat Bali, Budaya sebagai Spirit Menghidupkan Taksu Bali, di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, Denpasar, Sabtu (26/11/2022).

Gubernur Koster menyatakan, Bali yang tak memiliki kekayaan sumber daya alam, maka masyarakatnya harus sadar bahwa budaya menjadi kekuatan utama. Oleh karena itu, budaya harus terus dijaga dengan ketat dan bersungguh-sungguh.

Budaya Bali, ujar Ketua DPD PDIP Bali, ini bisa terus eksis hingga saat ini karena juga ditampilkan atau melekat dalam ritual keagamaan. Demikian pula, regenerasi budaya pada masyarakat didukung oleh berbagai sanggar seni yang hidup di desa adat.

Namun, kini di tengah era globalisasi dan perubahan yang begitu cepat, budaya Bali dihadapkan pada berbagai tantangan.

Tak saja tantangan internal dari perilaku masyarakat Bali yang menjadi terombang-ambing karena perubahan, juga tantangan eksternal dari sisi kepentingan agama, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya.

Dengan pemetaan aset-aset budaya Bali yang tersebar di desa adat, di puri-puri, griya-griya maka dapat dipilah mana budaya Bali yang harus dijaga ketat seperti halnya Tari Rejang yang merupakan tari sakral (tari Wali).

“MKB harus punya prinsip yang kuat, mana yang harus dijaga karena memiliki keunikan tertentu di desa adat, jangan dibawa ke mana-mana. Jangan sampai mengaburkan budaya yang etnik dan sakral di desa adat dengan yang bisa ditampilkan secara umum,” tandas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng itu. (wid)