Mangupura (Metrobali.com) 

 

PT Reciki Solusi Indonesia yang mengelola Teknologi Sampah Tangung Jawabku (Samtaku) Jimbaran memberikan klarifikasi terkait isu bau yang menjadi keluhan warga menjelaskan bahwa hal ini tidak sepenuhnya karena proses pengelolaan semata, yang paling signifikan adalah ditentukan berapa lama sampah tersebut ditimbun sebelum dikirimkan ke TPST Samtaku. Oleh karenanya dalam kontrak yang dilakukan kapada setiap pihak TPST Samtaku telah menegaskan terhadap pengiriman wajib dilakukan maksimal 3 hari setelah sampah di produksi. Namun faktanya banyak sampah yang telah berusia lebih dari 7 hari yang secara faktual telah menimbulkan bau dan menghasilkan lindi sebelum dikirimkan dan berdampak terhadap bau di TPST itu sendiri.

Hal tersebut dikemukakan oleh Bhima Aries Diyanto, Direktur Utama PT. Reciki Solusi Indonesia, Senin (17/7/2022).

Menurutnya, Diperlukan sebuah kebijakan dan kesadaran untuk merubah pola pengangkutan sampah, baik dari pemerintah maupun masyarakat itu sendiri, bahwa sampah harus dikirimkan untuk diolah pada hari yang sama.

“Sampah merupakan bagian permasalahan dari setiap kota yang pada saat ini membutuhkan penanganan serius, termasuk Kabupaten Badung. Reciki Solusi Indonesia bersama PT Remaja merasa ikut terpanggil untuk turut mengambil bagian dalam penyelesaian permasalahanan sampah di Kabupaten Badung, Bali,” kata Bhima Aries Diyanto.

Atas inisiatif itu, Pemkab Badung telah menyambut baik dan mendukung sepenuhnya inisiatif dari pihak swasta dalam upaya tata kelola pengolahan sampah di Kabupaten Badung dalam upaya memberikan diseminasi informasi program edukasi bagi masyarakat dari Danone-Aqua Indonesia.

Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Jimbaran merupakan tempat pegelolaan sampah yang sepenuhnya swasta (Lahan, modal/investasi mesin, bangunan).

Sebagaimana halnya TPST Samtaku yang telah beroperasi sebelumnya di Lamongan, Jawa Timur. TPST Samtaku dirancang untuk meruduksi secara signifikan sampah yang dibuang ke TPA, organik yang terpilah dari plastik dikirimkan ke TPA yang secara natural menjadi ruang komposting.

Menjadi pertimbangan penting dan strategis bahwa TPA Sarbagita akan ditutup pada bulan Oktober 2022 dikarenakan gunungan sampah di TPA tersebut telah melebihi kapasitas daya tamping dan ambang batas ketinggian yang ditentukan sesuai peraturan.

Penerapan metode pengolahan sampah berbasis RDF dengan semangat ‘Zero Waste to Landfill’ merupakan sebuah keharusan di wilayah ini, tidak hanya bagi TPST Samtaku tapi buat pengelola sampah yang lain, seperti TPS3R dan sebagainya.

Bahwa faktanya sampah yang ditimbulkan, baik dari komersial dan rumah tangga, masih belum sepenuhnya terkategori sebagai sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, karena banyak terkontaminasi dengan sampah spesifik (seperti ban, bahan bangunan, springbed, Kasur, bantal, trolley bag, dsb) maupun sampah B3 dari timbulan tersebut. Yang secara jujur bukan merupakan ranah pengolahan di TPST.

Mengakibatkan muncul beberapa konsekuensi penting pada teknologi dan mekanisme untuk produk RDF yang berakibat langsung pada terganggunya alur pengolahan sampah sebagaimana rancangan sebelumnya.

Telah dilakukan kajian terus menerus dari Remaja dan Reciki sebagai langkah improvement untuk mengakomodir terpenuhinya produk akhir berupa RDF dari komposisi sampah yang masuk.

Perubahan dan upaya improvement yang dilakukan walaupun harus diakui tidak berjakan cukup cepat namun juga telah membawa perbaikan yang signifikan bagi terpenuhinya teknologi RDF. (hd)