Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, MSc usai mengadakan kunjungan kerja ke Desa Buahan dan berakhir di Toya Bungkah, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Selasa, (4/8/2020).

Bangli (Metrobali.com) –

 

Semakin terganggunya pemandangan indah Danau Batur akibat banyaknya keramba apung di dekat destinasi obyek wisata dikeluhkan GM Toya Devasya Natural Hot Spring and Water Park I Ketut Mardjana. Tak tanggung-tanggung keluhan tersebut disampaikan langsung kepada Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, MSc usai mengadakan kunjungan kerja ke Desa Buahan dan berakhir di Toya Bungkah, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Selasa, (4/8/2020).

“Kebetulan yang berwenang dari pusat hadir disini, bapak bisa melihat di depan kolam air panas dan restoran kami banyak keramba bertebaran yang mengganggu pemandangan. Kalau dibiarkan terus makin lama akan makin bertambah. Mohon Bappenas membantu mengatasi masalah ini penataan kembali kawasan Kintamani agar tetap menjaga eksistensi geopark secara integral,” papar Ketut Mardjana yang mantan Dirut PT. Pos Indonesia ini.
.
“Tidak elok rasanya jika hanya memindahkan keramba apung harus menunggu dana kompensasi pengalihan menjadi budidaya bioflok di darat, seharusnya pemerintah tidak berkompromi sebab pakan ikan yang digunakan pasti setidaknya berbahan kimia dan itu akan merusak ekosistem biota danau,” terang Mardjana.

Selain persoalan keramba, ia juga melaporkan adanya keluhan dari para pelaku pariwisata terkait pungutan retribusi yang ada di jalan. Hal ini menurutnya menimbulkan ‘high cost tourism’ sehingga membuat orang enggan berlibur ke kawasan Batur, Kintamani, “Jangan gegara pungutan retribusi Rp 15 ribu orang jadi malas berwisata ke Bangli,” tegas Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bangli yang dikenal vokal ini.

Lebih lanjut Ketut Mardjana juga menyebutkan masih banyaknya rumah kumuh dan sampah plastik yang perlu diperhatikan oleh badan pengelola dari pihak pemerintah. “Terkesan ada pembiaran dari Pemkab dengan dalih tak mau bersinggungan dengan BKSDA, padahal inilah saatnya kita berbenah diri dalam menyambut tatanan kepariwisataan baru.

Ia bercerita tidak memungkiri jika investasi di Jakarta dari segi pendapatan mungkin jauh lebih menguntungkan. “Tapi saya berani investasi di tempat yang sangat remote, sangat jauh. Dari bandara kemari saja perlu waktu dua jam. Alam di sekitar Batur ini sangat indah dengan membuat Toya Devasya sebagai ikonnya Kintamani, saya masih melihat tempat ini belum berkembang. Infrastructure, agriculture, tourism disini mestinya ‘well managed’ atau penatakelolaan yang baik. Kami butuh perhatian pemerintah untuk menata dan memajukan fasilitas umum dan pariwisata di Batur,” ujar Mardjana yang juga mantan Direktur Eksekutif Keuangan di PT Citra Marga Nusaphala Persada ini.

Ketua PHRI Bangli ini mendorong masyarakat sekitarnya untuk terlibat dalam aktivitas pariwisata dan merangkul perkumpulan Tour Guide hingga jasa transportasi agar mereka ikut memperoleh manfaat..

“Saya juga dukung perkembangkan pariwisata Bukit Trunyan. Saya ajak seluruh tim marketing untuk mendaki. Karena saya beranggapan, mengapa tempat yang bagus seperti itu tidak dikembangkan. Di sana saya bangun tempat perkemahan, saya berikan tenda hingga bangun toilet sebagai bagian dari Corporate Social Responsibility (CSR),” tandasnya.

Menanggapi berbagai persoalan tersebut Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, MSc. di awal sambutannya menyatakan salut atas usaha Ketut Mardjana dalam membangun dan mengembangkan destinasi wisata baru di kampung kelahirannya. Terkait masalah keramba pihaknya memberikan solusi melalui Program Bioflok atau budidaya ikan kolam terpal sebagai bagian dari penataan danau Batur. “Kita lagi uji coba. Secara teknis apakah memungkinkan. Secara ekonomi apakah menguntungkan, secara sosial apakah bisa diterima,” ujar Arifin

Terpisah, Sekda Bangli, IB Gde Giri Putra. berharap proposal usulannya bisa terealisasi tahun 2021 mendatang. Sebagai solusi memindahkan kebiasaan budidaya ikan di danau ke darat. Untuk rencana awal kita akan siapkan dana Rp 1,5 miliar. (hd)