Mangupura (Metrobali.com)-

Selasa, 18 oktober 2011. Puluhan aktivis mahasiswa dan LSM yang tergabung dalam  Forum Peduli Gumi Bali  (FPGB) kembali turun ke jalan menolak Bali Intenational Park (BIP) dan stop pembangunan Mulia Resort. Massa aksi berbaris di depan kampus Universitas Udayana sambil membentangkan spanduk “Moratorium Bali sekarang juga, Tolak BIP, Hentikan Hotel Mulia Resort”.

Nohan Doyobi, Wakil Presiden BEM UNUD sekaligus koordinator aksi menegaskan kembali  pentingnya moratorium pembangunan akomodasi pariwisata di bali. “Investasi yang dibiarkan liar dan tidak terkontrol akan berdampak terhadap daya dukung dan daya tampung Bali, terutamanya untuk kawasan Bali selatan yang kondisi saat ini sudah over-capacity“, ujar Nohan. Dalam aksinya, FPGB kembali menegaskan penolakan terhadap pembangunan Bali International Park (BIP) dan Mulia Resort.

FPGB menilai Pembangunan Mulia Resort dilakukan secara semena-mena sehingga membuat Pantai Geger yang semula indah dan asri menjadi rusak lingkungannya. Bukit di pantai geger dipotong-potong hingga menjadi tebing. Batu kapur hasil pemotongan tebing diurug di pesisir pantai sehingga mencemari pantai yang menyebabkan rusaknya rumput laut budidaya petani. Sempadan pantai pun juga dicaplok dengan memasang seng dan timbunan batu kapur.

Hal tersebut dianggap merugikan aktivitas publik terkait dengan sosio religious, ekonomi dan pariwisata. “FPGB menuntut penghentian Hotel Mulia di Pantai Geger dan kami menuntut agar sempadan pantai geger dibersihkan dari timbunan material yang mengganggu akses publik” Tegas Nohan.

Terhadap rencana pembangunan BIP yang digunakan sebagai sarana KTT APEC XXI, dipandang akan menambah beban ekologis dan masih bermasalah dalam persoalan agraria. “Kami memandang BIP adalah proyek pesanan pusat yang sama sekali mengabaikan kebutuhan moratorium pembangunan akomodasi pariwisata di Bali Selatan” ujar Pande, Humas Aksi.

Tidak terkontrolnya pembangunan akomodasi pariwisata dipandang akan menguras sumber daya yang semakin terbatas. Berdasarkan penelitian kementrian Lingkungan Hidup, Bali akan mengalami krisis air bersih yang diprediksi tahun 2015 akan kekurangan 27,6 Miliyar m3. “Dalam distribusi air, terlihat kebijakan pemerintah lebih memprioritaskan industri pariwisata dibanding kebutuhan masyarakat” ujar Pande.

Mahasiswa hukum Universitas Udayana ini kemudian mencontohkan banyaknya daerah yang kekurangan air baik di sekitar kawasan pariwisata maupun kawasan mata air. “Ancaman krisis air ini seharusnya mendorong pemerintah menetapkan moratorium, disamping juga membenahi krisis ekologi lainnya seperti sampah dan pengelolaan limbah” tegasnya.

Wacana moratorium pembangunan akomodasi pariwisata mengemuka setelah diketahui bahwa Bali telah mengalami kelebihan kamar mencapai 9.800 kamar berdasar penelitian Kemenbudpar dan Universitas Udayana pada Desember 2010.

Menutup aksinya, massa aksi kemudian membacakan pernyataan sikap dan kembali ke dalam kampus.