Denpasar (Metrobali.com)-

Gubernur Bali Wayan Koster dan DPRD Bali tidak memberikan pos anggaran SMA Bali Mandara sistem berasrama pada skema APBD Bali tahun 2023. Sikap tersebut menunjukkan bahwa mereka melanggar aturannya sendiri.

Gubernur Koster telah mengubah persekolahan SMA Bali Mandara dari sistem berasrama menjadi reguler sejak Juni 2022. Sikap pemerintah itu sebagai konsekuensi tidak memasukkan pos anggaran pada ABPD 2022 ini. Alasannya, seret dana APBD akibat pandemi Covid-19. Meskipun, selanjutnya, alasan berubah-ubah untuk menghindar dari tekanan publik yang kritis.

Pada tahun 2023 mendatang, Gubernur Koster bersama DPRD Bali kembali tidak memasukkan anggaran SMA Bali Mandara sistem berasrama di APBD Bali 2023. Meskipun pandemi berangsur pulih normal. Artinya, persekolah SMA Bali Mandara sistem berasrama tidak berjalan kembali untuk tahun yang kedua.

Kebijakan tidak memberikan pos anggaran di APBD 2023 adalah penyalahgunaan kewenangan Gubernur Koster. Pasalnya, ia melanggar peraturan daerah (Perda) yang mengatur SMA Bali Mandara dengan sistem berasrama. Cekalanya, ia melabrak perda tentang SMA Bali Mandara berasrama yang ia buat dan tandatangi sendiri. Dan yang digagas mantan Gubernur Mangku Pastika.

DPRD Bali pun tidak melaksanakan kewenangan yang diberikan oleh negara dalam memberikan persetujuan proses budgeting APBD Bali 2023. DPRD tidak melakukan kontrol dengan baik proses penyusunan APBD Bali sehingga SMA Bali Mandara sistem berasrama kembali tidak mendapatkan pos anggaran di tahun 2023.

Aspirasi yang dibawa oleh para alumni sekolah ini dan forum komunikasi peduli pendidikan (FKPP) Bali terkesan diabaikan begitu saja. Aspirasi yang diterima di loby DPRD hanya sebatas lips service.

Percuma saja DPRD Bali diberikan kewenangan itu namun tidak dilaksanakan dengan baik dan bertanggungjawab. Dampaknya merugikan anak-anak miskin sehingga tidak lagi mendapatkan hak afirmasi dalam dunia pendidikan.

Berapa sih besar anggaran SMA Bali Mandara sistem berasrama dalam satu tahun? Anggaran yang dibutuhkan Rp 4 miliar. Sangat kecil dibandingkan dengan angka dari deretan megaproyek di Bali.