I Gde Sudibya, Ketua FPD (Forum Penyadaran Dharma).

 

World Water Forum akan segera berlangsung di Bali, banyak puja-puji yang disampaikan tentang kearifan lokal Bali tentang pengelolaan sumber daya air berkelanjutan, dengan merujuk sistem Subak yang telah melegenda. Supaya krama Bali tidak mudah terjebak dengan puja-puji tsb., yang bisa menyebabkan merujuk pribahasa Bali: “cara babakan Pule”, banyak memberi, tetapi realitas sosialnya, masyarakat Bali telah mulai kocar-kacir dalam pengelolaan sumber daya air berkelanjutan -sustainable water manajemen resourses-.

Tantangan mendesak pengelolaan sumber daya berkelanjutan di Bali menyebut beberapa, pertama, dalam perebutan sumber daya air, sering kali Subak dikalahkan oleh kelompok kepentingan lain, yang mengancam keberlanjutan sistem Subak. Di samping keberadaan Subak akan “dimangsa” oleh konversi lahan massif dari pertanian ke pemukiman dan industri. Menurut para akhli, jika konversi lahan pertanian per tahun bertahan pada tingkatan 2,000 ha, pasca 10 tahun, Subak hanya tinggal nama dan kenangan. Kedua, pemerintah tidak serius dalam melakukan konservasi dan atau penyelamatan di Hulu sumber mata air.

Menyebut saja kawasan hutan: Pengejaran (Kintamani Barat), Penulisan (Kintamani Uatara), demikian juga kawasan hutan yang melingkupi Gunung Agung dan Gunung Batukaru. Ketiga, DAS (Daerah Aliran Sungai) utama, menyebut beberapa: Telaga Waja, Tukad Aya (Karangasem – Klungkung), Tukad Pakerisan, Tukad Ayung, Tukad Aya (Badung – Bangli – Buleleng) dibiarkan berlangsung seadanya dan di sana-sini terjadi pengrusakan dan pelanggaran sempadan sungai. Keempat, tidak upaya serius dalam konservasi dan penyelamatan empat danau: Batur, Beratan, Buyan dan Tamblingan. Tekanan di Danau Batur: pendangkalan danau dan pencemarannya, kerusakan hutan terutama di sisi Timur (bagian dari Alas Penulisan), erosi yang berasal dari Tukad Balingkang di sisi Timur nyaris ditangani dengan setengah hati, dalam program politik Danu Kertih yang selalu digembar-gemborkan.

Jika ada pengamat Bali berpendapat, Bali berada di menjelang puncak krisis multi dimensi: moralitas kepemimpinan, kerusakan alam, ketidakadilan ekonomi, degradasi budaya, kalau tidak cerdas dalam pengelolaan sumber daya air, krisis air bisa menghadang di depan.