Penanaman satu pohon Mangrove yang telah mendapat pemberkatan dari Paus Fransiskus, di KEK Kura-Kura Bali yang dihadiri oleh Luhut Binsar Penjahitan, PJ Gubernur Bali, kandidat Cawagub GP dan Cagub DG.

Denpasar

Luhut Binsar Penjahitan dalam acara penanaman satu pohon Mangrove yang telah mendapat pemberkatan dari Paus Fransiskus, di KEK Kura-Kura Bali yang dihadiri oleh PJ Gubernur Bali, kandidat Cawagub GP dan Cagub DG, mengatakan bahwa Indonesia harus mengikuti Kesepakatan Paris (2016) tentang Pengendalian Krisis Iklim.
Kesepakatan Paris memberikan target, bagi semua negara anggota PBB, untuk mengendalikan suhu bumi maksimum 1,5 derajat celcius dari suhu rata-rata bumi, selama 100 tahun pasca Revolusi Industri.

Menurut Ekonom dan pengamat ekonomi dan kecenderungan masa depan I Gde Sudibya, berdasarkan data Google tentang lingkungan, suhu bumi Bali dalam 70 tahun terakhir: 1950 – 2020, telah mencapai 1,9 derajat celcius, telah melampaui target Kesepakatan Paris 2016.

Menurutnya, dari pakar lingkungan dan krisis iklim yang bergabung dalam Kesepakatan Paris dinyatakan, angka suhu bumi yang melampaui 1,5 derajat celsius, akan mengakibatkan banyak negara mengalami krisis iklim yang akut, punya potensi mengalami “neraka iklim” (meminjam istilah Sekjen PBB Antonio Guterres), dan diperkirakan banyak pulau-pulau kecil terutama di Kawasan Laut Pasifik akan tenggelam, akibat naik tingginya permukaan air laut.

Dikatakan pantai Selatan Bali, pernah mengalami serangan gelombang yang dashyat, pasca pengurugan Pulau Serangan di masa Orde Baru.

Menurutnya, Pemerintah Indonesia dinilai kurang serius dalam menjalankan Kesepakatan Paris (2016), dan juga Kesepakatan Bali, dalam KTT G20, 16 November 2022, dalam pengurangan emisi Co2 dari penambangan Batu Bara dan PLTU Batu Bara.

Dan, Indonesia menjadi eksportir batu bara terbesar selama tahun 2021 – 2022 senilai 1,5 M ton batu bara, terutama ke China, negara dengan stock Batu Bara terbesar di dunia. Sedangkan Indonesia tidak termasuk 15 negara dengan stock terbesar di dunia.

Menurut ulasan ekonom Faisal Basri (yang baru saja meninggal), banyak negara mengenakan pajak antara Rp.250 ribu sampai Rp.500 ribu, untuk setiap satuan emisi Co2 dari PLTU baranya, tetapi Indonesia membebaskan pungutan ini.

Demikian juga, belasan perusahaan tambang Batu Bara yang mengekspor 1,5 M ton batu bara, dengan perkiraan untung selama 2 tahun sebesar Rp 1,500 T, dibebaskan dari “windsfal profit tax”.

I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi lingkungan mengungkapkan karena suhu permukaan Bali telah mencapai titik kritis dengan menyimak target Kesepakatan Paris, tantangan kepemimpinan Bali ke depan sangatlah berat.

Dikatakan, proyek mercu suar yang dijalankan dalam 5 tahun terakhir, harus dihentikan, diganti dengan proyek yang ramah lingkungan, penerapan TRI HITA KARANA dalam realitas tidak lagi sebatas wacana.

“Proyek super ambisius model: ULAPAN, melakukan modernisme besar-besaran di sektor industri pariwisata dalam kawasan: Ubud – Tegallalang dan Payangan seharusnya dikaji ulang. Akan semakin merusak lingkungan, meminggirkan masyarakat secara ekonomi dan kultural,” katanya.

Menurutnya, Perda Tata Ruang Bali 2022 -2042 yang punya kecenderungan kuat liberal – kapitalistik, seharusnya dikaji ulang, untuk meminimalkan alih fungsi lahan, menyelamatkan: hutan, Danau dan DAS dan tidak membuat masyarakat gagap dalam merespons perubahan. (Sutiawan).