Foto: Pemerhati PMI daan Direktur Utama PT. Ratu Oceania Raya Bali I Nengah Yasa Adi Susanto yang juga seorang advokat.

Denpasar Metrobali.com)-

Pemerhati PMI yang juga Direktur Utama PT. Ratu Oceania Raya Bali I Nengah Yasa Adi Susanto mengapresiasi kebijakan Pemerintah Provinsi Bali bersama Pemerintah Kabupaten/Kota se-Bali untuk melakukan karantina terhadap semua Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang pulang ke Bali.

Kebijakan ini dianggap bsebagai langkah progresif dari pemerintah di Bali untuk mencegah penyebaran virus Corona atau Covid-19 di Pulau Dewata. “Saya sangat mengapresiasi kebijakan tersebut,” kata Adi Susanto, Selasa (14/4/2020).

Namun pria yang juga mantan pekerja kapal pesiar ini mengingatkan seharusnya juga dilakukan persiapan yang matang dengan menyiapkan tempat karantina yang layak dan memenuhi standar kesehatan yang baik.

“Bukan justru menyiapkan tempat karantina seperti menampung pengungsi. Para PMI kapal pesiar ini adalah pahlawan devisa yang menyumbangkan devisa ratusan triliun ke negara. Kok diperlakukan seperti ini,” kritik Adi Susanto yang juga mantan Sommelier di Celebrity Cruise selama 10 tahun ini.

Menurut Adi Susanto yang getol menyuarakan keadilan bagi PMI, dalam kondisi kasus pandemi Covid-19, penanganan dan tempat untuk karantina PMI seharusnya lebih layak dan khusus.

“Bukan menggunakan gedung sekolah yang fasilitasnya sangat jauh dari layak untuk dijadikan tempat karantina mencegah penyebaran Covid-19,” ujar Adi Susanto yang juga Direktur Utama PT. Ratu Oceania Raya Bali, agen perekrutan PMI kapal pesiar yang beralamat di Jl. Beringin 56 Br. Pegending, Dalung, Kuta Utara ini.

“Seharusnya Pemerintah Daerah di Bali menyiapkan tempat dengan fasilitas yang sesuai dengan standar pencegahan Covid-19,” imbuh pria asal Desa Bugbug, Kabupaten Karangasem ini.

Ia justru khawatir PMI yang baru datang dari kapal pesiar yang telah melakukan proses karantina di kapal dengan standar kesehatan lingkungan yang bagus kemudian ditempatkan di gedung sekolah dengan fasilitas yang kurang layak dan fasilitas kamar mandi yang kurang.

“Tempat ini dipakai bersama justru akan membuat PMI tersebut menjadi tidak sehat dan daya imunnya lemah sehingga lebih gampang terkena Covid-19 ini,” ujar Adi Susanto yang juga Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Provinsi Bali ini.

Karenanya Adi Susanto mendorong pihak Pemda seharusnya bisa menggunakan hotel-hotel yang memang lagi kosong dan bisa dijadikan tempat karantina sehingga kondisi kesehatan PMI yang dikarantina juga terjamin.

“Siapa yang bisa menjamin mereka akan tetap sehat jika ditempatkan dalam satu ruangan. Kemudian fasilitas kamar mandi juga kurang dan mereka harus ke luar ruangan kalau mau ke kamar mandi. Tentunya upaya karantina tidak akan maksimal dan justru sia-sia saja,” ungkap Adi Susanto.

Pemerintah seharusnya mengapresiasi devisa yang telah disumbangkan oleh PMI baik secara langsung maupun tidak langsung. Di samping mereka telah menyumbangkan devisa ratusan triliun rupiah setiap tahunnya kepada negara, PMI juga memberikan multiflier effect di daerah asal PMI tersebut yang membuat perekonomian masyarakat menjadi bergeliat.

Jadi untuk itu Pemda di Bali sudah seharusnya juga menyiapkan anggaran yang cukup untuk penanganan Covid-19 ini termasuk menyiapkan tempat karantina yang layak bagi PMI yang sekarang diwajibkan karantina yang difasilitasi oleh pemerintah.

Payung hukum untuk menyiapkan anggaran penanganan Covid-19 ini sudah ada. “Jadi Pemda di Bali bisa mengalokasikan anggaran darurat untuk penanganan Covid-19 ini tanpa harus mengubah APBD,” tegas Adi Susanto yang juga Advokat pada Kantor Hukum Widhi Sada Nugraha & Partners ini.

Dengan adanya Permendagri No. 20 Tahun 2020 Tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah, Pemda bisa mengalokasikan anggaran darurat tersebut.

Jika anggaran untuk mengatasi pandemi Covid-19 belum tersedia maka Pemda dapat melakukan pengeluaran yang dibebankan pada pos Belanja Tidak Terduga (BTT). Penggunaan anggaran tersebut selanjutnya diusulkan dalam rancangan Perubahan APBD.

Apabila pos Belanja Tidak Terduga (BTT) tidak mencukupi maka Pemda dapat menggunakan dana yang berasal dari penjadwalan ulang program dan kegiatan lainnya dan pengeluaran pembiayaan.

Penjadwalan program dan kegiatan diformulasikan ke dalam perubahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD. Jadi dengan telah dikeluarkannya Permendagri 20 Tahun 2020 Pemda sudah seharusnya menyiapkan dana untuk menanggulangi penyebaran Covid-19 ini untuk masyarakat.

“Termasuk juga menyiapkan tempat karantina yang layak untuk PMI dan masyarakat lainnya yang diharuskan untuk di karantina,” tutup Adi Susanto, advokat yang pernah mengajukan judicial review UU Pemilu dan dikabulkan Mahkamah Konstitusi tahun 2017 silam. (wid)