MANGUPURA – Di tengah maraknya kasus adat dan gesekan sosial di masyarakat, krama Badung diingatkan untuk senantiasa meningkatkan rasa “menyama braya” dan menjaga soliditas. Penegasan itu disampaikan Wakil Bupati Badung I Ketut Sudikerta ketika menghadiri penyineban karya mamungkah, mupuk pedagingan, lan padudusan alit Ratu Ngurah Sakti Banjar Gambang, Mengwi, Senin (25/7) kemarin.

Wabup Sudikerta menilai sendi-sendi kehidupan masyarakat telah banyak dipengaruhi oleh dinamika zaman dan perkembangan global. Kondisi ini, kata Sudikerta, turut serta mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Karenanya, krama Badung untuk tetap menjaga solidaritas dan meningkatkan rasa manyama braya dengan mengedepankan konsep salunglung sabayantaka.

Diharapkan pula agar krama Badung senantiasa menerapkan konsep Tat Twam Asi, saling menghargai dan menjaga situasi agar tetap kondusif. “Krama Badung harus senantiasa menciptakan suasana kondusif. Jangan mudah terprovokasi oleh isu-isu yang berpotensi memecah belah, karena sumber pendapatan Badung bersumber dari pariwisata,” tegasnya seraya menambahkan sektor pariwisata sangat sensitif dengan masalah keamanan dan lingkungan. “Keseimbangan antara pikiran, perkataan, dan perbuatan harus tetap selaras, menjaga situasi limngkungan tetap aman sehingga kunjungan sisatawan makin menggeliat,” harapnya.  Turut mendampingu Sudikerta pada kesempatan itu adalah anggota DPRD Badung Oka Suadnyana dan tokoh masyarakat Mengwi I Nyoman Risna. Pada kesempatan itu Sudikerta menyerahkan dana punia pribadi sebesar Rp 15 juta disusul Oka Suadnyana Rp 1 juta.

Sementara itu, Kelian Adat Banjar Gambang, I Nyoman Suarjana, SE didampingi tokoh masyarakat setempat I Nyoman Gde Murdita menjelaskan kehadiran Wabup Sudikerta telah mencerminkan adanya sinergis antara pemerintah dengan masyarakat. Kondisi ini, kata dia, telah menumbuhkan rasa kebersamaan sebagaimana motto ‘Melangkah Bersama Membangun Badung’. “Kami memberi apresiasi yang tinggi terhadap Pemkab Badung yang telah mencurahkan perhatian terhadap berbagai dinamika pembangunan sosial kemasyarakatan, sehingga terwujud iklim yang kondusif,” kata Suarjana. Dijelaskan, ritual penyineban kemarin merupakan rangkaian karya mamungkah yang dimulai sejak 13 Juni 2011 lalu, dilatarbelakangi telah tuntasnya beberapa pembangunan fisik, diantaranya balai banjar, balai kulkul, jineng, dapur, dan parahyangan. Total dana yang dihabiskan sekitar Rp 450 juta yang bersumber dari urunan 57 KK setempat.