64IMG00578-20120904-0958 (2)

Denpasar (Metrobali.com)-

Pengamat pertanian dari Universitas Udayana Denpasar Prof Wayan Windia melihat organisasi pengairan tradisional di Bali atau “subak” tidak hanya berfungsi sebagai penggerak sistem irigasi.

“Fungsi suatu sistem irigasi adalah mengatur alokasi dan distribusi air irigasi serta pengerahan sumberdaya petani,” kata Ketua Kelompok Riset Sistem Subak Unud itu di Denpasar, Selasa (4/3).

Menurut dia, subak yang diwarisi secara turun-temurun itu juga berfungsi sebagai media penyelesaian konflik antarpetani.

Selain itu subak juga berfungsi sebagai wadah aktivitas ritual sehingga subak menjadi sebagai sistem irigasi-plus.

“Kelebihan (plus) yang dimaksudkan adalah dalam melakukan aktivitas ritual untuk memohon keselamatan dan hasil pertanian senantiasa baik dan meningkat,” ujar Prof Windia.

Sistem irigasi subak belum dapat dikategorikan ke dalam irigasi teknis, mengingat kesederhanaan konstruksinya. Pada umumnya konstruksi yang tersedia masih dalam keadaan darurat, yang belum memperhatikan persyaratan kelayakan teknis dan non teknis bangunan.

Meskipun demikian, sistem irigasi subak telah terbukti efektif mendistribusikan air irigasi secara adil bagi petani yang terhimpun dalam wadah organisasi tersebut.

Windia menambahkan bahwa aktivitas ritual dalam subak pada dasarnya adalah sebuah kegiatan budaya. Fungsinya justru dinilai penting, karena merupakan kegiatan perekat persatuan dan kesatuan dalam subak.

Demikian juga mereka direkatkan pula oleh adanya kepentingan terhadap air secara bersama-sama, sehingga persatuan yang terjadi dalam subak juga menyangkut faktor spiritual.

Prof Windia memprediksikan di masa mendatang permasalahan air semakin komplek, tidak akan dapat dipecahkan melalui pendekatan fisik, namun harus dibantu pemecahannya dengan pendekatan budaya (spiritual). AN-MB