Buleleng (Metrobali.com)

 

St Saraswati bersama dengan On The River (OTR) ikuti lomba ogoh-ogoh sekabupaten Buleleng mewakili Desa yang diselenggarakan oleh LSM Bli Braya dengan tema Cetik Gringsing. Penilaian lomba oleh juri ada beberapa tahap dari segi anatomi, alur cerita dan bahan yang digunakan.

Cetik Gringsing merupakan nama racun mematikan yang paling terkenal ditelinga orang Bali. Racun inilah yang diusung secara filosofi oleh ST Saraswati bersama OTR dari Banjar Peken, Desa Sangsit, Kecamatan Sawan.

Ogoh-ogoh setinggi kurang lebih tiga meter itu terdiri dari kepiting, bintang laut, ikan buntal yang memiliki tangan dan taring ditunggangi bhutakala berwujud raksasa yang memiliki tentakel gurita di bawah rambut belakang dengan lidah menjulur.

Kordinator sekaligus penanggung jawab saat dijumpai awak media di sela menunggu proses penjurian ogoh-ogoh pada Kamis (7/03) sore, mengatakan secara fisik cetik gringsing mungkin berupa racun namun secara makna lebih dari pada itu.

“Cetik gringsing terdiri dari dua kata yaitu cetik yang berarti racun dan gringsing berarti jalinan atau untaian, jadi cetik gringsing adalah untaian racun yang biasanya menggunakan media tinta dengan untaian warna hitam, cokelat, merah, dan putih. Manusia yang dikuasai sifat binatang hanya akan membawa pertengkaran, kehancuran, dan petaka,” ungkap Nyoman Suda Yasa.

Proses pembuatan ogoh-ogoh tersebut memakan waktu sekitar satu bula sampai selesai finshing dengan menggunakan biaya swadaya dari semua anggota ST Saraswati dan OTR serta masyarakat banjar setempat dan sumbangsih dari desa.

Dia menambahkan sama seperti pembuatan ogoh-ogoh pada umumnya pasti ada kendala selama proses dari awal hingga akhir, namun hal tersebut menurutnya dapat di siasati karena setiap tahun selalu mendapat ilmu baru dan sudah terbiasa melakukannya.

“Sama seperti tahun sebelumnya, kami cukup mengikuti perkembangan jaman, beberapa tahun ini, dibeberapa bagian badan memadukan unsur teknologi dan tradisional walaupun tidak sepenuhnya, sekarang dibagian kepalanya bisa bergerak kekanan dan kekiri, yang lainnya mungkin masalah biaya dan beberapa bahan sangat sulit ditemukan. Walaupun selalu bisa kami lewati,” tambahnya.

Sebelum pengarakan ogoh-ogoh dimulai, rangkaian pengerupukan diawali dengan prosesi Tawur Agung Kesanga yang dilaksanakan pada siang hari atau tengai tepet. Setelah itu arak-arakan digelar pada sore atau sandikala hingga menjelang malam.

Pengerupukan adalah salah satu tahapan pelaksanaan Hari Suci Nyepi yang memiliki makna mengusir Bhuta Kala dari lingkungan rumah, perkarangan, dan lingkungan sekitar. Bhuta Kala adalah wujud manifestasi sifat buruk bagi umat Hindu Nusantara dari lingkungan sekitar.

Desa Sangsit sendiri terdapat kurang lebih 22 ogoh-ogoh, dari 7 Banjar meliputi Banjar Dinas Tegal, Peken, Beji, Sema, Celuk, Abasan dan Pabean. Mulai pukul 18:30 Wita sampai Pukul 21:00 Wita, titik kumpul didepan Pasar dan diarak menuju ke barat batas Desa atau depan Kantor Camat Sawan pada hari Minggu (10/03).

Jalannnya pementasan atau atraksi ogoh-ogoh Cetik Gringsing dari ST Saraswati dan OTR tersebut, dilakukan di perempatan Jalan Raya Sangsit diawali dengan tarian para penari yang diriingi gambelan baleganjur lalu ogoh-ogoh itu sendiri dan disambut tepuk tangan riuh dari penonton yang menyaksikan.

“Saya mewakili ST Saraswati dan OTR serta masyarakat Banjar Peken khususnya Duran Tukad mengucapkan selamat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1946 semoga pada perayaan Nyepi tahun ini, kita semua bisa menemukan jati diri kita dan makna hidup yang sesungguhnya. Untuk tahun depan khusus buat anak muda kami semoga bisa lebih baik, kompak dan lebih aktif lagi di banjar,” tutupnya. (Rls)