Jembrana (Metrobali.com)

 

Pemanfaatan aset Pemkab Jembrana untuk Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) diketahui belum disertai perjanjian kerjasama (PKS). Tidak hanya itu dari informasi, nilai sewa pemanfaatan lahan di timur Sungai Ijogading di jalur utama Denpasar-Gilimanuk juga belum ditetapkan.

Mirisnya, di atas lahan tanah seluas 30 are telah berdiri bangunan SPBU bahkan sudah beroperasi. Peresmian atau launching SPBU di jalan Ahmad Yani, barat Taman Makam Pahlawan (TMP), Kota Negara dilakukan pada bulan Agustus 2022.

Pemkab Jembrana melalui BPKAD sebelumnya sempat melakukan kajian penilaian sewa kepada pihak appraisal di Singaraja. Dan hasil kajian terhadap sewa lahan tanah konon sudah turun beberapa waktu lalu.

Terkait hasil appraisal itu, Kepala BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah) Jembrana, Komang Wiasa mengakui nilai sewa lahan aset Pemkab yang diperuntukan SPBU sudah turun.

“Nilai sewanya Rp.97 juta per tahun. Nilai itu hasil kajian pihak appraisal di Singaraja” ujar Kepala BPKAD, Wiasa ditemui disela-sela kunjungan Bupati Jembrana I Nengah Tamba ke Peken Ijogading belum lama.

Nilai tersebut sambungnya untuk luas keseluruhan. Namun nantinya tergantung dari pihak SPBU, berapa are yang akan di kontrak. “Disana itu kan semuanya 30 are. Jadi tergantung, berapa are yang akan dikontrak” ujarnya.

Karena kata Wiasa, aset lahan yang di sepadan sungai (Sungai Ijogading) sesuai kawasan tata ruang harus jalur hijau. “Jadi, yang sepadan sungai itu tidak bisa dimanfaatkan untuk bisnis tapi untuk non bisnis” jelasnya.

Karena sepadan sungai tidak boleh disewakan, nantinya tergantung pihak penyewa berapa are fasilitas (aset lahan) milik Pemkab yang akan dipergunakan. “Nanti PU yang ngukur berapa are yang akan digunakan. Biar tidak salah, ini kan tata ruang kawasan taman makam (TMP)” imbuhnya.

Wiasa menjelaskan untuk mendapatkan nilai sewa nantinya hasil appraisal Rp.97 juta dibagi dengan berapa luas aset lahan yang akan digunakan dari 30 are itu. “Rp.97 juta dibagi 30 are, intinya itu, baru memakai rumus-rumus lain yang di Perbup itu” ungkapnya.

Sedangkan terkait model sewa menyewa kata Wiasa, tergantung dari permohonan pihak SPBU. Dan sampai sekarang belum ada. “Apakah pertahun atau bagaimana tergantung dari isi perjanjian kerjasama (PKS) yang dibuat oleh Dinas Sosial. Aset itu punyanya Dinas Sosial jadi satu dengan makam (TMP). PKS belum ada” tandasnya.

Masih kata Wiasa, bangunan SPBU berdiri di atas tanah milik sendiri, bukan di atas tanah aset. Sementara yang sudah dibangun adalah di kawasan ruang terbuka hijau dan tempat bermain sebagai sumbangan pihak ketiga. Namun bukan sebagai tempat usaha. “Itu dia (pihak SPBU) yang menata, istilahnya sebagai sumbangan pihak ketiga” pungkasnya. (Komang Tole)