Denpasar (Metrobali.com)-

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial Kota Denpasar Made Erwin Suryadarma Sena mengatakan, perusahaan merekrutmen tenaga kerja dengan sistem “outsourcing” dibenarkan, karena diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

“Yang dipersoalkan oleh buruh atau karyawan dengan sistem ‘oursourcing’ adalah karena tidak ada jaminan ke depannya jika mereka putus kontrak kerja berdasarkan perjanjian tersebut,” kata Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertransos) Erwin Suryadarma di Denpasar, Sabtu 12 Mei 2012.

Oleh karena itu, kata Erwin Suryadarma berharap kepada perusahaan yang menerapkan sistem tersebut agar memperlakukan karyawan atau buruh sesuai dengan perjanjian dimaksud. “Kami tak pungkiri, memang ada perusahaan merekrutmen tenaga kerja dengan sistem ‘outsourcing’ tapi dalam implementasi kerjanya seperti karyawan tetap. Nah, ini yang tak dibenarkan,” ujarnya.

Ia mengatakan, perusahaan yang menerapkan sistem “outsourcing” sebaiknya sebelum merekrut tenaga kerja harus pengumumannya dilakukan secara transparan, artinya dalam perusahaan itu karyawan yang ditugaskan sesuai dengan aturan.

“Pihak perusahaan harus memahami aturan-aturan tersebut. Begitu juga karyawan atau burung bersangkutan harus menyadari tugas-tugas yang akan dikerjakan, sehingga tidak dirugikan,” ucap pria asal Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng itu.

Ditanya bagaimana upaya pemerintah terkait desakan dari buruh untuk menghapus sistem “oursoucing” itu, Erwin Suryadarma mengatakan, untuk melakukan perevisian atau penghapusan itu adalah kebijakan pemerintah pusat.

“Kalau di daerah terkait sistem ‘outsourcing’, saya tidak bisa berkomentar banyak. Sebab, semua kebijakan ada di pemerintah pusat,” katanya. Sebelumnya, Koordinator Persatuan Rakyat untuk Kemandirian Bangsa (PRKB) Iksan Tantowi, saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Bali pada hari buruh sedunia, 1 Mei 2012, mengatakan, sudah saatnya pemerintah menghapus sistem “outsourcing” karena merugikan para buruh.

Menurut dia, sistem tersebut sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, sebab penghasilan dari sistem “outsourcing” tidak lagi para buruh mendapatkan hak-hak lain seperti tunjangan hari raya dan tunjangan kesehatan.

“Sebenarnya hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak adalah hak asasi manusia. Ini merupakan amanat UUD 1945. Artinya penyataan ini mewajibkan negara memenuhi dan memastikan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi seluruh warga negara,” ujarnya.

Ia mengatakan, hal ini tidak sekadar dimaknai sebagai pemberian ruang yang luas bagi rakyat untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan, namun juga harus berdasarkan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia (HAM) yang terkandung dalam UUD 1945.

“Kalau ingin menerapkan sistem ‘outsourcing’ di Indonesia, maka gajinya harus lebih besar. Seperti di negara-negara maju yang saat ini menerapkan sistem tersebut,” kata Tantowi. BOB-MB