Sekda Buleleng Pimpin Bakti Penganyar di Pura Mandhara Giri Semeru Agung
Buleleng (Metrobali.com)-
Sekretaris Daerah (Sekda) Gede Suyasa memimpin rombongan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng melakukan bakti penganyar di Pura Mandhara Giri Semeru Agung, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur.
Bakti penganyar dilaksanakan pada hari Selasa, (19/7/2022).
Ditemui usai melakukan persembahyangan, Suyasa menjelaskan Pura Mandhara Giri Semeru Agung sudah di akui secara nasional. Dengan pengakuan secara nasional tersebut terdapat sebuah kesepakatan bersama. Bahwa semua pemerintah daerah yang ada di Bali termasuk Kabupaten Buleleng memiliki kewajiban. “Untuk membantu, berpartisipasi dan ngaturang ngayah pura yang terletak di Desa Senduro ini,” jelasnya.
Oleh karena itu, ia mengimbau kepada seluruh masyarakat khususnya di Kabupaten Buleleng untuk tetap menjalankan kewajiban. Termasuk juga menjalankan apa yang dikonsensuskan dalam setiap tempat suci. Utamanya pura-pura yang ada di wilayah Bali maupun luar Bali seperti Pura Mandhara Giri Semeru Agung ini. “Supaya semuanya bisa lestari, ajeg dan tentu tetap berdoa agar kita bisa mendapatkan kerahajengan, kerahayuan dan jagadhita,” ucap Suyasa.
Suyasa pun melihat bahwa selama ini umat Hindu di Buleleng memiliki antusias yang tinggi. Khususnya untuk berpartisipasi ngaturang ayah dalam setiap pujawali di Pura Mandhara Giri Semeru Agung. Dimana setiap tahunnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng mendapatkan jadwal yang telah ditentukan. “Jadi tiap tahun memang kita mendapat jadwal untuk ngaturang ngayah. Sekaligus juga ngaturang penganyar di pura ini,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Lumajang Edy Sumianto mangatakan mewakili umat Hindu yang ada menyampaikan ucapan terima kasih setinggi-tingginya kepada Pemkab Buleleng. Telah berkenan untuk melaksanakan bakti penganyar di Pura Mandara Giri Semeru Agung. Selain bakti penganyar yang selalu berdampingan antara Jawa Timur dan Bali, pelaksanaan upakara atau ritual yadnya di pura ini dengan sesaji atau banten selalu berdampingan. Selalu melengkapi antara Hindu Jawa dan Bali, “Jadi kalau dulu awal-awal kita sering mendengar istilah Balinisasi. Istilah bahwa umat hindu Jawahanya jadi penonton. Itu sebenarnya tidak benar karena memang umat Hindu di Kabupaten Lumajang dari awal proses pembangunan sudah terlibat,” kata dia.
Dengan adanya keterlibatan dan kebersamaan antara umat hindu di Bali dan Lumajang, maka secara tidak langsung Pura Mandhara Giri Semeru Agung ini adalah salah satu contoh. Bahwa sebenarnya Hindu Jawa di Lumajang dan Hindu Bali adalah satu tradisi. Hanya tata cara pelaksanaannya saja yang berbeda. “Hanya bentuk bantennya yang berbeda. Tetapi maknanya satu. Jadi itulah Hindu Indonesia. Hindu Nusantara. Biarkan Hindu di daerah berkembang sesuai dengan kearifan lokal masing-masing. Sehingga kita Hindu Indonesia ini akan menjadi penuh warna,” tutup Edy Sumianto.
Sumber : Humas Pemkab Buleleng
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.