Dalam foto yang diambil 6 November 2018 ini, seekor burung nuri Puerto Rico tampak sedang makan di dalam salah satu kandang penerbangan di Iguaca Aviary di El Yunque, Puerto Rico. (Foto: AP / Carlos Giusti)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menegaskan satwa liar hasil rampasan negara adalah milik negara. Negara memiliki kewenangan untuk mengatur penempatan maupun perlakuan terhadap satwa hasil rampasan.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indra Exploitasia, menegaskan pentingnya penilaian terhadap satwa liar hasil rampasan, untuk mengetahui kelayakan pelepas liaran atau langkah lain yang dapat dilakukan terhadap satwa hasil rampasan. Ketentuan ini kata Indra, merupakan amanat Undang-undang yang menyatakan bahwa satwa rampasan merupakan hak negara. Satwa itu selanjutnya dapat dikembalikan ke habitat aslinya, diserahkan ke lembaga konservasi, atau bahkan dimusnahkan setelah melalui proses penilaian.

“Pasal 24 di Undang-undang 5 Tahun 1990 jelas, bahwa yang disebut dengan satwa rampasan itu dapat dikembalikan ke habitatnya, kemudian dapat diserahkan ke lembaga konservasi, dan kemudian dimusnahkan, itu kan sudah clear. Kan ya itu yang kita proses adalah bagaimana mengkaji kapan bisa dilepas liarkan, yang mana yang dilepas liarkan, yang mana yang diserahkan, kan seperti itu prosesnya,” ujar Indra.

Dan proses pelepas liaran, lanjutnya, juga tidak berarti serta merta langsung dilepas liarkan. Melainkan melalui sejumlah proses, rehabilitasi, habituasi, sampai ke proses pelepas liaran.

Kakatua Seram, salah satu jenis burung dilindungi yang diamankan BBKSDA Jawa Timur (Foto: VOA/Petrus Riski)
Kakatua Seram, salah satu jenis burung dilindungi yang diamankan BBKSDA Jawa Timur (Foto: VOA/Petrus Riski)

CV Bintang Terang di Jember diproses hukum oleh Polda Jawa Timur atas dugaan perdagangan satwa dilindungi dan izin penangkaran yang sudah habis masa berlakunya sejak 2015 lalu. Empat ratus lebih burung paruh bengkok diamankan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur.

Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur, Nandang Prihadi mengatakan, satwa yang telah dirampas oleh negara tidak dapat lagi dikembalikan kepada pemilik sebelumnya. Hasil putusan pengadilan menyatakan dirampas untuk negara sesuai aturan perundangan yang berlaku. Penanganan selanjutnya terhadap satwa rampasan kata Nandang, telah diatur dalam aturan perundangan sehingga tidak dapat dikembalikan bila diminta.

“Kalau dirampas untuk negara kan sudah (jelas), bukan berarti apakah boleh memiliki lagi atau tidak, bukan itu. Ketika dirampas untuk negara, maka penanganan barang rampasan negara kan diatur di Undang-undang nomor 5 Tahun 1990, pasal 24 ayat 2 itu clear, Undang-Undang nomor 5 Tahun 1990, PP 7 Tahun 1999, sudah mengatur bagaimana penanganan barang rampasan, lepas liar, menjadi indukan atau satwa koleksi, indukan di penangkaran, satwa koleksi di lembaga konservasi, atau kalau memang tidak mungkin keduanya baru dimusnahkan. Kalau memang tidak mungkin dilepas liarkan, tidak mungkin menjadi satwa koleksi, tidak mungkin menjadi satwa indukan,” papar Nandang.

Nuri Bayang diamankan di kandang BBKSDA Jawa Timur (Foto: VOA/Petrus Riski)
Nuri Bayang diamankan di kandang BBKSDA Jawa Timur (Foto: VOA/Petrus Riski)

Nandang mengatakan, penanganan satwa liar hasil kejahatan berbeda-beda perlakuannya. Untuk kasus penangkapan perdagangan satwa liar dari luar pulau, pihak BBKSDA dapat segera mengembalikan ke habitat asalnya, setelah pemberkasan selesai. Sedangkan pada kasus penyitaan satwa dari penangkaran, peliharaan pribadi, atau perdagangan satwa ilegal, diperlukan penilaian terhadap kondisi satwa untuk menentukan langkah selanjutnya pasca putusan pengadilan.

“Kalau dia bukan dari barang rampasan, misalnya Polairud tiba-tiba melakukan operasi, ada pengiriman burung dari luar Jawa atau dari mana, ditangkap, itu biasanya kita langsung kembalikan (ke alam), jadi tanpa perlu dilakukan penilaian perilaku karena kita yakin itu pasti dari alam langsung. Nah karena ini kan yang katanya eks-penangkaran kan kita harus memastikan, betul tidak dia dari penangkaran, bagaimana perilakunya, ada enrichment, ada assessment-assessment itu yang untuk memastikan apakah memang betul ini satwa hasil penangkaran,” kata Nandang.

Indra Exploitasia berharap, masyarakat memahami aturan hukum terkait satwa liar dilindungi, sehingga tidak melakukan pelanggaran hukum yang dapat berdampak pada sanksi pidana. Selain itu, penangkaran dan upaya pemeliharaan secara pribadi harus memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundangan yang berlaku, terlebih harus mengedepankan prinsip kesejahteraan satwa.

“Di P19 kan jelas, terkait dengan permohonan izin penangkaran, nah di situ ya kita lihat saja prosedurnya, semua boleh melakukan izin penangkaran asal dia comply terhadap ketentuan peraturan perundangan. Tim ini, itu kan melaksanakan putusan pengadilan tinggi yang menyatakan diserahkan ke negara. Negara itu ya itu tadi, ada Jaksa, ada kita (KLHK), dan sebagainya, ya itu yang kita lakukan,” kata Indra. [pr/em] (VOA)