tari saman

Siapa saja yang menyaksikan Tari Saman, tidak ada kata lain kecuali “luar biasa”. Memang tarian tradisional yang berasal dari Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh, ini selalu membikin orang takjub, apalagi yang baru pertama kali menyaksikannya.

Tarian ini memiliki keunikan tersendiri dan tidak bisa dijumpai pada tarian-tarian tradisional Aceh lainnya, kata budayawan asal Gayo Lues Buniyamin yang dihubungi dari Banda Aceh, Sabtu (27/9).

Yang membuat orang takjub, adanya gerakan-gerakan badan penari pria dengan variasi tangan yang ditepuk ke dada dengan begitu cepat, sehingga menjadi sebuah atraksi yang sangat dinamis dan penuh kekuatan.

Pemain bertepuk tangan, memukul dada, paha dan tanah. Gerakan saman melambangkan alam, lingkungan dan kehidupan sehari-hari dari masyarakat Gayo.

“Gerakan-gerakan seperti itulah yang merupakan keunikan yang ada pada Tari Saman, sehingga siapa saja yang menyaksikannya akan terpesona dan kagum,” kata Buniyamin.

Yang lebih uniknya lagi, kata dia, Tari Saman ini hanya bisa dilakukan oleh orang Gayo, sedangkan selain itu tidak bisa, kalaupun bisa tapi ada perbedaan.

“Jadi, pada Tari Saman ini ada gerakan-gerakan khusus yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain selain dari suku Gayo. Inilah yang menjadi keunikan dari tarian ini,” kata penulis buku “”Pilar-pilar Kebudayaan Gayo Lues”.

Oleh karenanya, hampir semua orang Gayo bisa menampilkan tarian ini, meskipun tidak perlu latihan, karena memang sudah mendarah daging bagi mereka, ujarnya.

Sehingga menurut dia, atas dasar itulah Badan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (Unesco) menjadikan Tari Saman sebagai warisan dunia tak benda.

Sehubungan dengan itu, Unesco melalui Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti menyerahkan sertifikat Tari Saman itu kepada Pemerintah Provinsi Aceh yang diterima oleh Gubernur Zaini Abdullah di Anjongan Aceh, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Kamis (24/9).

Penyerahan penghargaan itu juga merupakan bagian dari serangkaian acara pameran warisan budaya dunia yang digelar Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan pada 25 hingga 29 September 2014 di Anjongan Aceh TMII.

Gubernur Zaini Abdullah mengatakan, masyarakat Aceh sangat bangga dengan pengakuan dunia terhadap Tari Saman. Apalagi setelah penetatapan oleh Unesco tersebut, Saman kini tidak hanya dipelajari di dalam negeri saja, tapi juga dipertunjukkan di luar negeri.

“Kami sebagai orang Aceh sangat bangga, dan akan terus memeliharanya,” kata Gubernur.

Gubernur juga mengajak para wisatawan untuk berkunjung ke Aceh, melihat langsung adat dan budaya Aceh.

“Aceh memiliki banyak tari budaya dan kuliner yang enak, kami mengundang semua pihak ke Aceh. Aceh sekarang bukan lagi Aceh dulu yang konflik, sekarang aman dan damai, ditambah lagi dengan masyarakatnya yang ramah dan suka memuliakan tamu,” ajak Gubernur.

Ia mengatakan, pengakuan Tari Saman menjadikan pemicu untuk lebih mencintai dan melestarikan budaya.

“Pengakuan ini membanggakan kita semua sekaligus agar lebih peduli pada budaya lokal jadi tidak khawatir seni budaya kita diklaim negara lain,” kata Zaini.

Media dakwah Tari Saman sudah ditetapkan dan diakui Unesco sebagai warisan budaya dunia tak benda sejak 24 November 2011 dengan kriteria warisan budaya yang memerlukan perlindungan mendesak.

Tari ini juga merupakan salah satu media untuk pencapaian pesan dakwah yang mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan.

Sebelum dimulai yaitu sebagai mukadimah atau pembukaan, tampil seorang tua cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat (keketar) atau nasihat-nasihat yang berguna kepada para pemain dan penonton.

Lagu dan syair pengungkapannya secara bersama dan kontinu, pemainnya terdiri dari pria-pria yang masih muda-muda dengan memakai pakaian adat.

Tari saman merupakan warisan budaya masyarakat Gayo yang dikembangkan oleh Syech Saman, seorang ulama yang menyebarkan Islam ke dataran tinggi Gayo tersebut dan berisi tentang pesan-pesan moral serta agama.

Merujuk catatan sejarah, Tari Saman sudah berkembang di Gayo Lues, Aceh, sejak abad ke-13.

Buniyamin menyatakan, melalui tarian itu Syech Saman menyampaikan syiar Islam. Awalnya tarian ini merupakan permainan rakyat yang bernama Pok Ane. Syeh Saman kemudian menambah syair-syair religi yang berisi pujian kepada Allah SWT. Syair-syair itu diiringi dengan kombinasi tepukan tangan para penari.

Tari Saman biasanya ditampilkan tidak menggunakan iringan alat musik, akan tetapi menggunakan suara yang dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syech.

Pada zaman dahulu, tarian ini pertunjukkan dalam acara adat tertentu,di antaranya dalam upacara memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain itu, khususnya dalam konteks masa kini, tarian ini dipertunjukkan pula pada acara-acara yang bersifat resmi.

Jadi, Tari Saman sebagai media pendidikan, keagamaan, adab kesopanan, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan.

“Filosofisnya banyak. Ya, sebagai media pendidikan, keagamaan, adab kesopanan, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan. Sebagai media pendidikan, terlihat dari syair-syair yang Islami,” kata seniman Aceh, Nasiruddin LK Ara.

Ikon Indonesia Gubernur Zaini Abdullah menyatakan, Tari Saman tidak hanya menjadi ikon Aceh, tapi juga ikon Indonesia, setelah diakui oleh Unesco.

“Semoga pengakuan ini semakin mendorong kita semua untuk lebih mencintai dan turut melestarikan seni dan budaya asli Indonesia sebagai aset bangsa,” ujarnya.

Gubernur melanjutkan, sebagai warga Indonesia, pasti sangat bangga dengan seluruh daerah di Tanah Air yang begitu kaya dengan segala macam seni budaya yang dimilikinya, bahkan nyaris tidak ada wilayah di negara ini yang tidak punya budaya khas.

“Demikian juga dengan kami di Aceh yang sampai sekarang masih menjaga budaya dan tradisi lokal. Dengan banyaknya budaya yang masih kokoh bertahan di Aceh, membuat kami semakin bangga menjadi orang Aceh. Dalam setiap agenda budaya nasional, kami akan berusaha agar budaya daerah bisa ditampilkan di dalamnya,” lanjut Gubernur.

Gubernur juga menjelaskan, Tarian Saman tidak menggunakan alat musik. Semua bunyi-bunyiannya dihasilkan dari tepukan tangan, tepukan ke dada, dan petikan jari.

“Kami yakin tidak ada satupun tarian di dunia ini yang menyerupai Tari Saman. Oleh sebab itu, merupakan langkah yang tepat ketika Pemerintah Indonesia terus berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan pengakuan dari Unesco,” tegasnya.

Gubernur Zaini atau yang kerap disapa Doto Zaini juga mengharapkan, pengakuan dari Unesco tersebut tidak hanya membanggakan, tapi juga harus menjadi cemeti agar lebih peduli dengan seni budaya lokal.

Setelah adanya pengakuan Unesco, Pemerintah Indonesia khususnya Aceh tidak perlu lagi kuatir kalau Saman diklaim negara lain.

“Kalaupun tarian ini berkembang hingga ke penjuru dunia, semua orang tahu kalau Saman berasal dari Tanah Gayo, Aceh, Indonesia,” pungkasnya.

Hari Saman Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti menyarankan tanggal 24 November ditetapkan sebagai Hari Saman.

“Pada 24 November 2014, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues akan menggelar Tari Saman massal yang dimainkan oleh lebih 5.000 penari di Gayo Lues,” katanya.

Wiendu menjelaskan, setelah Tari Saman dari Gayo Lues, Aceh ditetapkan sebagai warisan dunia tak benda oleh Unesco, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus setiap tahunnya menggelar Saman Summit.

Saman Summit diikuti oleh berbagai kelompok dan komunitas tari di berbagai daerah di nusantara.

Menurut Wiendu, perjuangan untuk mendapatkan pengakuan Unesco terhadap Tari Saman sebagai warisan dunia tak benda sangat panjang.

Puncaknya adalah pada sidang keenam Komite Antar-Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak benda di Bali pada 24 November 2011 yang diikuti oleh 500 anggota delegasi dari 69 negara.

“Ketika Tari Saman dipertunjukkan di hadapan delegasi sidang, mereka takjub dan naik ke pentas minta diajarkan. Akhirnya Bupati Gayo Lues Bapak Ibnu Hasyim yang menjadi instruktur mengajari para delegasi mancanegara tersebut bermain saman,” ungkap Wiendu.

Pada hari itu pula, sidang komite antar-pemerintah tersebut menyetujui Tari Saman ditetapkan sebagai warisan dunia tak benda. Karena itu tanggal 24 November diusulkan Wiendu menjadi Hari Saman. AN-MB