PEMILUKADA Gubernur Bali sebenarnya masih agak jauh, setahun lagi, tahun 2013. Tetapi, entah siapa yang memulai, sudah sejak beberapa waktu lalu, hingga hari-hari ini, banyak kalangan sudah mengutak-atik peta dan konstelasi tahun 2013 itu.

Menariknya, berbagai fenomena yang muncul ke permukaan, baik yang ter-cover oleh media maupun yang terjadi di balik liputan media, diutak-atik oleh banyak kalangan yang tiba-tiba menjadi pengamat dan analis politik.

Kata mereka, saat ini ada rivalitas alias persaingan di antara duet Gubernur-Wagub Bali, I Made Mangku Pastika dan AAG Ngurah Puspayoga untuk merebut posisi Gubernur Bali periode 2013-2018. Benarkah?

Penulis belum percaya betul, rivalitas itu ada di antara mereka berdua. Oleh karena itu, penulis mengajak pembaca untuk bersama-sama mencermati dan mengkajinya dengan cerdas. Kemungkinannya hanya ada dua: mereka tidak bersaing atau ternyata mereka memang bersaing.

Politik tak bisaa diduga, apa saja bisa terjadi. Bahkan dalam hitungan detik. Pemilukada gubernur atau pilgub masih lagi 365 hari lebih. Skenario apapun yang ada di pihak mana pun sekarang, belum menjadi jaminan akan terwujud pada saatnya nanti.

 

Skenario Pastiyoga

Skenario atau analisa politik yang kembali akan memasangkan Mangku Pastika dengan Puspayoga bisa menjadi skenario pertama. Hal ini didasarkan atas pengalaman Pilgub 2008 dimana mereka berdua yang dinekal dengan paket Pastiyoga mampu menang telak atas kandidat-kandidat lainnya.

Kemenangan itu diawali dari keluarnya rekomendasi DPP PDIP buat mereka, menyisihkan empat paket kandidat lainnya yang diusulkan dalam Rakerdasus PDIP Bali pada 15 September 2007. Rekomendasi untuk pastiyoga keluar pada 26 Januari 2008. Konon, berbagai pertimbangan menjadi masukan bagi rapat DPP PDIP serta masukan yang sifatnya informal serta berbagai kajian atas survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga masyarakat dan dari partai, termasuk kualitas serta integritas pribadi Mangku Pastika dan Puspayoga.

Optimisme PDIP pun menguat setelah paket Pastiyoga direkomendasikan. Hal itu didasari referensi historis, pada Pemilu 2004 di Bali, PDIPerjuangan merupakan partai pemenang pemilu dengan perolehan suara sebanyak 999.889 (52.50 persen) dari 1.904.610 suara sah. PDIP sendiri menduduki 30 kursi DPRD Provinsi Bali dari total 55 kursi.

Pada Pilpres 2004 pasangan Megawati-Hasyim Muzadi juga memperoleh kemenangan mutlak di provinsi Bali tersebut dengan perolehan 1.115.788 suara pada pilpres putaran I, dan memperoleh 1.246.521 pada putaran II. Selain itu, Dewa Made Beratha dan IGN.Kesuma Kelakan sebagai gubernur dan wakil gubernur Bali saat ini juga merupakan calon gubernur yang diusung PDIP pada pemilihan gubernur sebelumnya.

Pada Pligub 2008, dalam konteks referensi personal, pasangan Pastiyoga sebagai pasangan cagub dan cawagub yang  memiliki pengalaman yang lebih dari cukup untuk membawa Provinsi Bali ke arah yang lebih baik.

Mangku Pastika adalah Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Narkotika Nasional (BNN) yang sebelumnya berhasil menangani kasus bom Bali. Sedangkan Puspayoga notabene Walikota Denpasar dua periode. Masyarakat Denpasar mengenal Puspayoga sebagai pejabat yang merakyat dan ramah serta tidak membeda-bedakan status social.

Pasca meraih rekomendasi, Pastiyoga memasang jurus, menawarkan visi misi Bali Mandara, terwujudnya Bali yang maju, aman, damai, dan sejahtera. Visi itu dijabarkan dengan misi : mewujudkan Bali yang maju, dinamis, metaksu dan modern, mewujudkan Bali yang aman, tertib, harmonis, teratur, dan bebas dari berbagai ancaman, mewujudkan Bali yang damai, dalam suasana kesejukan, kerukunan dan selalu optimis, serta mewujudkan Bali yang sejahtera, berkecukupan sandang, pangan dan papan, sukerta lahir bathin.

Pastiyoga pun mengampanyekan 7 program unggulan yakni memberikan fasilitas kredit tanpa agunan untuk usaha mikro,kecil, menengah (UMKM) dan membuka lapangan kerja serta menciptakan iklim investasi yang kondusif, pendidikan dan kesehatan berkualitas serta bebas biaya untuk masyarakat miskin, menjamin ketersediaan sarana produksi dan pemasaran hasil pertanian Bali, mewujudkan sistem keamanan berstandar international, mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan prinsip clean government and good governance, meningkatkan pendapatan per kapita minimal 2 (dua) kali dari pendapatan per kapita saat itu, serta mengentaskan kemiskinan dan buta aksara.

 

Popularitas vs Partai

Apa yang menjadi optimisme PDIP terbukti adanya. Pastiyoga memenangi perhelatan pilgub. Secara resmi KPU Bali mengumumkan pasangan Mangku Pastika- Puspayoga sebagai pemenang dengan perolehan suara terbesar yakni 1.087.910 suara atau 55,04%. Kedua pasang lainnya, masing-masing Cokorda Budi Suryawan (CBS)-Nyoman Gede Suweta memperoleh 527.861 suara (26,71%) dan pasangan I Gede Winasa-Alit Putra mendapatkan 360.724 suara (18,25%).

Apa yang menjadi faktor pendukung kemenangan itu? Para analis dan pengamat politik (beneran), menilai tidak semata karena kebesaran PDIP yang mengusungnya. Hal yang tak kalah penting adalah popularitas Mangku Pastika, khususnya.

Saat itu, masyarakat Bali cenderung melihat Mangku Pastika sebagai seorang yang dikenal. Pemilih yang melihat partai pengusung diperkirakan hanya sebagian kecil dan itu adalah pemilih tradisional.

Dalam pemilihan langsung gubernur saat itu, masyarakat melihat ketiga calon (gubernur) sebagai “seseorang”, bukan dari partai mana dia muncul, termasuk Mangku Pastika. Berdasarkan hasil penghitungan suara, ketiga kandidat menang di daerah kelahiran masing-masing.

Faktor kepartaian sudah tidak terlalu populer di kalangan masyarakat modern saat ini. Selain itu, warga Bali masih melihat jaminan keamanan sebagai prioritas. Masyarakat (saat itu) masih berharap, keamanan menjamin kelangsungan kehidupan dan jaminan tidak terjadinya peledakan bom untuk kesekian kalinya (di Bali). Di sisi lain, Pastika dekat sekali dengan alasan itu, selain dia juga mantan Kepala Polda Bali yang juga menangani kasus tersebut.

Ketua DPD PDIP Cokorda Ratmadi sependapat tentang sosok Pastika yang kuat. Meski demikian, Cok Rat tetap berpendapat, kemenangan Pastika dan pasangannya merupakan cermin kesolidan anggota dan simpatisan PDIP.

 

Mangku vs Puspayoga

Skenario yang dibuat berbagai kalangan, termasuk mereka yang belakangan ini mengaku pintar menganalisis politik, besar kemungkinannya dipicu oleh berbagai fenomena yang muncul sat ini. Terutama fenomena yang diliput dan dimuat atau disiarkan media massa di Bali.

Dalam liputan media, ada tendensi Mangku Pastika dan Puspayoga hadir sendiri-sendiri dengan habitatnya sendiri-sendiri pula. Mangku yang “diboikot” liputannya oleh sebuah media, hanya bisa tampil di media tertentu. Penyebabnya adalah kasus gugatan Mangku Pastika ke media yang akhirnya memboikot pemberitaan tentang dirinya itu, kecuali berita dikirim dengan pendekatan lain.

Justru wajah dan aktivitas Puspayoga yang rutin diekspos oleh media “pemboikot” Mangku. Sementara pada kegiatan-kegiatan lain, Mangku dan Puspayoga terkesan jalan terpisah.

Maka, kajian para analis politik dadakan menyimpulkan, pada Pilgub 2013 Puspayoga akan pisah dan bersaing dengan Mangku Pastika. Mangku tidak akan dicalonkan oleh PDIP. Partai di bawah pimpinan Megawati Soekarnoputri itu akan memasang Puspayoga di posisi cagub. Tinggal cari pendampingnya sebagai wagub. Analisis itu didukung sejumlah pihak yang “anti-Mangku” dan “pro-Puspayoga”.

Kajian sederhana itu seolah di-back up oleh sebuah media lokal Bali yang pagi-pagi, Juni 2011, sudah membuat survey untuk menentukan figur ideal cagub Bali 2013. Hasil surveinya cukup tendensius: 56% responden berharap Bali dipimpin tokoh muda! Hasil survey itu dilengkapi deskripsi, bahwa pada tahun 2013, Mangku Pastika sudah berusia 62 tahun.

Maka atas pancingan factor usia Mangku itu, 38% responden menyarankan Mangku mencalonkan diri lagi, 53% menyarankan jangan mencalonkan diri, dan 9% menyatakan tidak tahu. Belakangan, hasil survey media local itu malah terang-terangan menyatakan, Puspayoga layak memimpin Bali.

Tak ada yang salah atas survey itu. Sah-sah saja, pihak tertentu melakukannya. Persoalannya adalah, sejauh mana metodelogi yang dipakai bisa menghasilkan kesimpulan yang betul-betul mewakili aspirasi masyarakat Bali. Dan, pertanyaannya, adakah hasil survey itu akan bisa menjadi dasar pengambilan keputusan partai politik yang akan menjadi kendaraan cagub mendatang?

Dengan asumsi perundang-undangan tentang pemilukada masih berlaku seperti sekarang, siapa yang akan menjadi paket cagub-wagub mendatang tak hanya ditentukan oleh pihak-pihak yang membuat scenario di luar system. Kalau Mangku dan Puspayoga akan tetap dipasang atau “diceraikan” nanti, keputusan akan diambil oleh partai pengusungnya.

Kalau PDIP yang akan mengusung, yang lebih pasti keputusan akan datang dari Ketua Umum DPP Megawati Soekarnoputri. “Apa kata Ibu” itu yang akan menjadi putusan yang wajib diamankan para kader partai.

 

Akankah Mangku tetap bisa menjaga loyalitasnya kepada Megawati? Adakah deal-deal pada saat keluarnya rekomendasi lima tahun lalu sudah diwujudkan dan dipelihara? Sepanjang jawaban atas dua pertanyaan itu adalah “ya”, rasanya Mangku Pastika akan tetap diusung PDIP. Sebaliknya, jika “tidak” atau “belum”, barulah Puspayoga, atau siapa saja punya peluang.

Kalau saja, Mangku tetap dipakai, PDIP mungkin tak repot-repot lagi mencari cawagub, karena sudah ada Puspayoga. Daripada memasang nama lain yang belum teruji. Jika Mangku tidak dipakai lagi, disitulah Puspayoga punya peluang. Tinggal menghitung-hitung, siapa yang akan mendampinginya.

Ketika Mangku lepas dari paket PDIP, dia akan menjadi rival Puspayoga, karena ada kemungkinan Mangku akan “ditangkap” parpol lain. Bagaimanapun, seperti lima tahun lalu, popularitas dan nilai jual mantan kapolda Bali itu masih kuat. Bisa jadi akan terjadi pertarungan ketat antara keduanya. Tergantung, bagaimana keduanya bisa tampil dengan dukungan politik dan logistic yang mampu saling mengunggguli satu sama lain.

Skenario Pastiyoga atau Mangku versus Puspayoga ini masih dengan asumsi perundang-undangan pemilukada belum diubah. Kalau benar, seperti usulan Mendagri maupun para pakar, pemilukada nanti hanya akan memilih gubernur – sedangkan wakilnya dipilih oleh gubernur terpilih – skenarionya akan berubah. Mangku, Puspayoga, atau siapa saja, berpeluang dipilih oleh partainya sebagai cagub.

Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Mangku Pastika dan Puspayoga secara bersama-sama atau sendiri-sendiri akan menentukan nasib meraka nanti. Salah melangkah atau mengorganisir pergerakan, mereka akan menerima resiko.

Masih ada setahun waktu untuk menyiapkan diri. Pastiyoga dengan Bali Mandara-nya harus membuktikan visi-misi mereka bisa terwujud dengan ideal. Kalaupun apa riak-riak kecil ketika visi-misi dan program kerja itu dijalankan, seharusnya hasilnya benar-benar dirasakan oleh rakyat Bali. Kalau tidak? Terserah rakyat. Pada tahun 2013 akan pilih siapa. (kos)