Foto: DPD HPI Bali menggelar FGD bertema “Penanganan Kasus WNA dan WNI yang Melakukan Kegiatan Guide Ilegal di Bali”, Senin pagi (1/7/2019) di Denpasar.

Denpasar (Metrobali.com)-

Lemahnya penegakan hukum kepada guide ilegal di Bali menjadi sorotan dan permasalahan serius. Dampaknya jelas guide liar bisa saja makin leluasa beraksi, terlebih penegakan hukum juga belum bisa memberikan efek jera.

Hal ini terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Penanganan Kasus WNA dan WNI yang Melakukan Kegiatan Guide Ilegal di Bali”, yang digelar DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali, Senin pagi (1/7/2019) di Denpasar.

Dalam kesempatan FGD ini, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar Dr. Ifa Sudewi, S.H.,M.Hum., menjelaskan aturan terkait penertiban guide ilegal hanya ada di dua Peraturan Daerah (Perda). Yakni Peda Nomor 1 Tahun 2010 dan Perda Nomor 5 Tahun 2016.

Sayangnya ancaman hukum bagi guide ilegal yang diatur dalam Perda Nomor 5 Tahun 2016 masih sangat rendah yakni hanya 3 bulan. “Artinya, kata Ifa Sudewi, penanganannya itu masuk ke ranah tindak pidana ringan (tipiring) seperti tilang.

“Jadi kita sidaknya juga seperti tilang. Hakim juga hanya bisa menjatuhkan denda atau ancaman kurungan maksimal tiga bulan. Bedanya dendanya maksimal sampai 50 juta,” ungkap Ifa Sudewi.

Permasalahannya lain juga kerap muncul ketika hakim hakim pengadilan negeri tidak punya komitmen yang sama berapa denda maksimal yang pantas dijatuhkan kepada guide ilegal ini.

“Yang sudah berani seperti Pengadilan Negeri (PN) Gianyar menjatuhkan denda sampai Rp 25 juta hingga Rp 30 juta. Dan ini efek jeranya luar biasa,” kata Ifa Sudewi.

Dengan demikian pengadilan juga punya peran memberantas guide ilegal dengan cara menerapkan denda yang tinggi.

“Hal itu akan kami sosialisasikan ke teman-teman di pengadilan negeri agar mereka punya komitmen turut serta membantu Pemda Bali menjaga pariwisata dari guide ilegal,” tandasnya.

Sebelumnya dalam kesempatan yang sama pada FGD ini, DPD HPI Bali terus menyoroti dan mengeluhkan banyaknya guide ilegal di Bali. Termasuk penegakan hukum bagi WNA (Warga Negara Asing) yang menjadi guide ilegal juga dinilai masih lemah.

“Dari semua masalah guide ilegal ini hilirnya pasti penegakan hukum yang harus menjadi roh. Kalau penegakan hukum ini tidak dilakukan secara kontinyu dan konsisten, saya yakin pariwisata kita akan babak belur ke depan,” kata Ketua DPD HPI Bali, I Nyoman Nuarta, S.H.

Lebih lanjut Nuarta mengatakan pihak imigrasi ataupun Dinas Tenaga Kerja memang punya tim penanganan WNA. Namun fakta persoalan-persoalan guide ilegal ini masih kerap terjadi.

“Kami juga tidak pernah dilibatkan. Kalau stakeholder yang tahu persoalan tidak dilibatkan, kami yakin efektivitas penegakan hukum tidak berjalan baik,” kritiknya.

Karenanya HPI Bali ingin menggugah para penegak hukum tegas dengan persoalan WNA guide ilegal ini. “Penegakan hukum yang lemah menjadikan tidak ada efek jera bagi WNA guide ilegal. Mereka akan berulang melakukan itu,” kritik Nuarta lagi.

Namun ketika penegakan hukum sudah dilakukan namun di hilirnya putusan pengadilan tidak diberikan dengan maksimal maka hal tersebut juga akan jadi persoalan.

WNA yang menjadi guide ilegal ini khususnya yang banyak di pasar Rusia, walau di segmen pasar lain ada, tapi jumlahnya lebih sedikit.

Sejauh ini yang terpantau oleh HPI Bali ada sekitar 15 orang guide Rusia ilegal yang beroperasi di Bali. Dimana mereka bekerja secara berpindah-pindah.

“Kadang-kadang di Denpasar, besoknya ke Karangasem lalu ke Singaraja. Mereka ini bukan datang dari travel agent tapi betul-betul personal melakukan kegiatan pemanduan wisata,” terang Nuarta.

HPI Bali juga mengeluhkan WNA guide ilegal berbahasa Mandarin juga marak ditemukan di Bali. Mayoritas mereka tidak punya lisensi bahkan banyak yang tidak tamat SD (Sekolah Dasar) tapi nekat menjadi pemandu wisata di Bali. (wid)