Denpasar  (Metrobali.com)-

Boleh jadi kisah petualangan ini masuk katagori luar biasa. Betapa tidak, seorang laki-laki belia warga negara Prancis,  Antoine Valenza, 22, nekat berkeliling dunia tanpa uang, dan juga menolak uang kalau ada yang menawarinya. Dia hanya bawa bekal uang hasil kerjanya di sebuah pabrik di negaranya hanya untuk keperluan biaya administrasi mengurus visa di negara yang dikunjunginya.
Alhasil, setelah melewatkan sembilan bulan perjalanannya, dia sudah berhasil mengunjungi 14 negara saat menginjakkan kakinya di Indonesia dengan selamat tanpa halangan berarti. Mahasiswa jurusan Sinema di  Universitas Lyon 2 Lumiere Prancis ini masih punya target menjelajahi sekitar 15 negara lagi.
“Saya masih akan melanjutkan perjalanan ke beberapa negara lagi lewat antartika, mungkin butuh waktu tiga tahun lagi sehingga total perjalanan menjadi sekitar empat tahun,” kisah Antoine Valenza saat diajak berbincang di lapangan Monumen Perjuangan Rakyat Bali ‘Bajra Sandi’ Renon Denpasar.
Di Denpasar Antoine menghabiskan waktunya tiga hari dua malam yang ditemani Suryana, warga lokal Bali.  Selama perjalanannya di Indonesia, dia mengaku menumpangi kendaraan truk, dan hanya dari Yogya Denpasar lewat Surabaya menggunakan bus karena ada yang memberikannya tiket gratis. Begitu juga saat berada di negara-negara lainnya, dia lebih sering numpang ‘nebeng’ pada kendaraan truk. Bahkan kadang-kadang juga kendaraan  tradisional yang ditarik kuda saat berada di India.
Kisah petualangannya dimulai 22 Oktober 2011 dari negaranya menuju Italia lanjut ke Slovenia, Kroasia, Bosnia, Montenegro, Albania, Yunani, Turki, Iran, India, Thailand, Malaysia dan tiba di Indonesia tepatnya  di Dumai Riau  pada 22 Juni 2012.  Selanjutnya menuju Bukit Tinggi, Pekanbaru, Padang, Solok, Lumbuk Linggau, Lampung, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan tiba di Denpasar Senin (16/7). Tujuan berikutnya adalah Mataran Lombok Nusa tenggara Barat, dan terakhir Pulau Komodo Nusa Tenggara Timur, sebelum rencana merambah Darwin Australia.
Menurut pria berperawakan sedang ini, sejumlah negara yang ditarget dijelajahinya setelah Indonesia adalah Australia, New Zealand, Tasmania, Antartika, Amerika Utara, Meksiko, USA, Kanada, Alaska,  Rusia, Jepang, Mongolia, Ukrania, Polandia, dan Jerman sebelumnya akhirnya tiba kembali di tanah airnya.
“Perkiraan saya mungkin perjalanan masih perlu waktu sekitar tiga tahun lagi,” ujar Antoine. Demi mimpinya mengelilingi dunia, dia pun rela istirahat dari kuliahnya yang masih duduk di semester enam ini. Lantas bagaimana cara memenuhi kebutuhan hidupnya dalam perjalanan? Dia mengaku harus rela mengambil makanan sisa di restoran siap saji, memetik buah, menangkap ikan bahkan serangga sekali pun. Bahkan sering pula dirinya pergi ke pasar tradisional untuk mengambil buah atau makanan lain yang tersisa di lantai.
“Saya tak jarang ke restoran cepat saji, tetapi tidak untuk membeli makanan. Saya ingin mendapatkan jaringan wifi gratis sehingga dapat berbicara dengan orang tua saya melalui internet,” tuturnya.  Diakuinya, di restoran siap saji sering mendapatkan sisa makanan ketika pengunjung pergi sehabis makan. Dia pun mengambil makanan itu dan pergi ke toilet untuk mengambil tisu toilet untuk digunakan membungkus sisa-sisa makanan.
Begitu juga dalam pemenuhan kebutuhan air, dia bahkan tidak masalah mengambil air hujan yang tergenang sekali pun. “Tak masalah, tapi saya campur dengan pil,” ujarnya sambil menunjukkan pil ukuran kecil warna putih dari sebuah wadah khusus yang dibawa dari negaranya. Untuk satu pil bisa menyeterilkan satu liter air.
Dia juga membekali tongkat selain juga jala ikan yang berbentuk segitiga dengan tiang besi yang bisa diatur panjang pendek. Alat ini digunakan untuk mencolok buah dan menangkap ikan. Menurut Suryana yang sempat mendampingi selama di Denpasar, ketika tiba di hotel tempatnya menginap, Antoine tiba-tiba membuka ranselnya mengambil jala lengkap dengan tiang basinya, dan langsung digunakan mencolok jambu yang ada di halaman hotel.  Beberapa buah pun didapat dan diiris dengan pisau yang juga dia bawa.
 Dalam keperluan tempat tidur selama perjalanan, dirinya mengaku tidur di berbagai tempat seperti di kuil, bangunan tua, masjid, dan banyak tempat lainnya. Bahkan terkadang harus bekerja untuk mendapatkan makanan dan sekaligus tempat tinggal. “Saya pernah bekerja di sebuah panti asuhan di India selama dua minggu. Dari sana saya akhirnya mendapatkan tempat untuk tidur dan makanan,” tuturnya.
Kata Antoine, kisah perjalanannya ini rencananya akan ditulis dalam buku. Ancer-ancer judul bukunya adalah “Cosmic Romantics’ yang bercerita banyak hal mulai tentang cinta, ketuhanan/kepercayaan, kemerdekaan, kepahlawanan hingga seks.  Bahan-bahannya sebagian sudah tersimpan dalam soft copy, yang pada suatu saat akan diterbitkan menjadi buku.
 Ditanya soal sisa perjalanannya yang masih panjang, pria yang tampak ceria dan berpikir positif ini  mengaku optimistis akan mampu menyelesaikan perjalanannya hingga kembali tiba ke negaranya. Dan dia juga mengatakan  apa yang dilakukannya itu bukanlah berkesan gila. Buktinya, dia  sudah mampu melewati sekian negara tanpa masalah tanpa uang. “O tak masalah, saya optimis bisa,” ujar Antoine dengan senyum khasnya seperti tanpa beban.
 Khusus ditanya kesan tentang Bali, Antoine mengaku takjub dengan budaya dan keindahan alam Bali. Bahkan dia mengaku heran adanya perbedaan yang mencolok antara budaya Bali dengan Jawa padahal jaraknya hanya berkisar sepuluh kilometer.
“oh, sangat berbeda jauh budaya Bali dengan Jawa pulaunya padahal pulaunya masih bisa dilihat,” ujarnya. Bali di mata dia sangat indah dan sangat terkenal di dunia. SURYANA-MB